Serial Bidaah Tuai Kontroversi, Erma Fatima Ungkap Terinspirasi Dari Kisah Nyata

Erma fatima

Karakter Walid dalam serial Bidaah berhasil menarik perhatian penonton di Indonesia dan Malaysia. Sosok kiai berjubah putih dengan sorban dan jenggot yang khas ini menjadi perbincangan hangat di media sosial.

Serial ini diproduksi di Malaysia namun dibintangi aktor Indonesia sebagai pemeran utama. Penayangannya di layanan streaming Viu turut memperluas jangkauan penontonnya.

Tokoh Walid memang misterius, tetapi ada yang lebih menarik dari sekadar penampilannya. Cerita di balik serial Bidaah ternyata terinspirasi dari kisah nyata yang dialami langsung oleh produser dan penulis skenarionya.

Erma Fatima, nama yang tak asing dalam dunia perfilman Malaysia, adalah sosok di balik serial tersebut. Aktris senior ini membagikan kisah aslinya saat hadir di acara Rumpi: No Secret yang tayang di TRANS TV pada Rabu (30/4).

Erma mengungkapkan bahwa karakter Baiduri dalam Bidaah merupakan representasi dirinya. Ia pernah mengalami situasi serupa dengan cerita yang ditampilkan dalam serial itu.

Sekitar 15 tahun lalu, ia berada dalam lingkungan yang membahayakan para santri perempuan. Situasi tersebut membuatnya merasa harus bertindak menyelamatkan mereka.

“Saya adalah Baiduri itu,” ujar Erma dalam wawancara tersebut. Ia menyaksikan sendiri bagaimana anak-anak perempuan berada dalam ancaman.

Meski mengangkat kisah pribadi, Erma menekankan bahwa cerita dalam Bidaah tidak sepenuhnya berdasarkan fakta. Ia menambahkan elemen drama agar cerita lebih menarik dan menggugah emosi penonton.

Ia juga menyampaikan bahwa serial ini merupakan bentuk kritik terhadap penyimpangan yang terjadi di lingkungan pesantren. Tujuannya adalah membuka mata masyarakat terhadap realita yang selama ini ditutup-tutupi.

“Ini kritik untuk mereka yang menjadikan agama sebagai alat meraih keuntungan pribadi,” ucap Erma. Ia tidak ingin agama disalahgunakan demi kekuasaan.

Kontroversi pun tak terhindarkan. Beberapa kelompok sempat mengecam serial Bidaah karena dianggap menyinggung nilai agama.

Namun Erma tak bergeming menghadapi kritik tersebut. Ia menegaskan bahwa serial ini bukan menyerang ajaran agama, melainkan mengangkat fenomena penyimpangan yang nyata.

Tidak semua adegan dalam serial berasal dari kejadian yang pernah ia alami langsung. Beberapa bagian adalah campuran dari cerita nyata orang lain dan hasil riset yang ia lakukan.

Contohnya, adegan seorang santri mencium air kaki sang pemimpin pesantren tidak pernah benar-benar terjadi. Namun, adegan itu mewakili praktik manipulatif dalam kelompok-kelompok sesat.

Cerita dalam Bidaah merupakan gabungan dari berbagai kisah nyata yang dihimpun melalui riset mendalam. Erma melakukan wawancara dengan korban ajaran sesat yang pernah tertipu oleh pemimpin agama palsu.

Sebagai pembuat film yang konsisten mengangkat isu sosial, Erma menyusun serial ini dengan pendekatan jurnalistik. Ia tidak hanya menulis dari sudut pandang pribadi, tetapi juga berdasarkan testimoni orang-orang yang pernah jadi korban.

Prestasi Erma sebagai sineas pun tidak diragukan lagi. Ia pernah meraih penghargaan sebagai Sutradara Terbaik di Festival Film Internasional Pyongyang ke-7 melalui film Perempuan Melayu Terakhir.

Rekam jejak tersebut menunjukkan bahwa Erma bukan sekadar kreator drama. Ia memiliki visi kuat dalam menyuarakan ketidakadilan sosial lewat media visual.

Serial Bidaah menjadi bagian dari upaya tersebut. Ia sadar topik ini sensitif, namun tetap berani membongkar tabir yang menyelimuti penyimpangan berkedok agama.

Narasi yang kuat dan berani membuat Bidaah menjadi tontonan yang bukan hanya menghibur, tetapi juga menggugah kesadaran. Penonton diajak melihat sisi lain dari lembaga agama yang selama ini dianggap suci.

Serial ini juga menyoroti pentingnya perlindungan terhadap perempuan di lingkungan pesantren. Dalam banyak kasus, mereka menjadi korban atas nama doktrin yang diselewengkan.

Keberhasilan Bidaah membuktikan bahwa serial dengan tema kritis tetap bisa diterima masyarakat. Asalkan disampaikan dengan empati dan riset yang kuat, cerita seperti ini justru bisa membuka diskusi sehat di ruang publik.

Walid mungkin hanya tokoh fiksi, tetapi pesan yang dibawanya terasa nyata. Sosok ini merepresentasikan figur-figur pemimpin yang kerap disalahgunakan citranya untuk kepentingan pribadi.

Dengan penyajian cerita yang emosional dan berbasis realita, Bidaah berhasil menciptakan gelombang kesadaran baru. Serial ini menjadi pengingat bahwa agama sejati tidak menyakiti, dan kebenaran harus tetap disuarakan. (dda)