Categories: Berita

Virus MERS-CoV Saat Musim Haji: Waspada Risiko Infeksi dan Penularannya

Virus Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) kembali menunjukkan pergerakan aktif di tengah momen kedatangan calon jemaah haji dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Data resmi dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi mencatat sembilan kasus infeksi MERS-CoV terdeteksi dalam periode 1 Maret hingga 21 April 2025.

Angka ini bukan sekadar statistik, namun sebuah sinyal peringatan akan potensi penularan yang masih nyata.Dari sembilan kasus yang dilaporkan, delapan di antaranya ditemukan di wilayah Riyadh, sedangkan satu kasus lainnya teridentifikasi di Hail.

Situasi ini semakin mengkhawatirkan karena dua pasien dinyatakan meninggal dunia akibat infeksi virus tersebut. Fakta ini pun menjadi dasar kuat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia untuk menyampaikan imbauan kepada seluruh calon jemaah haji agar meningkatkan kewaspadaan dan menjaga kondisi kesehatan secara maksimal selama berada di tanah suci.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan bahwa infeksi virus MERS-CoV memiliki spektrum gejala yang sangat luas. Mulai dari kasus tanpa gejala atau hanya menunjukkan gejala ringan pada saluran pernapasan, hingga kondisi yang lebih berat berupa sindrom pernapasan akut dan risiko kematian.

Gejala yang paling sering ditemukan pada pasien MERS antara lain demam, batuk, dan kesulitan bernapas. “Pneumonia memang umum terjadi pada pasien MERS, namun tidak semua pasien mengalaminya,” demikian penjelasan WHO yang menunjukkan bahwa gejala bisa bervariasi. Bahkan, keluhan di saluran pencernaan seperti diare juga pernah ditemukan pada sebagian kasus.

Dalam skenario yang lebih serius, infeksi MERS-CoV bisa mengakibatkan kegagalan sistem pernapasan. Situasi ini kerap memerlukan intervensi berupa ventilator dan perawatan intensif di ICU. Orang lanjut usia serta mereka yang memiliki daya tahan tubuh rendah, termasuk penderita penyakit kronis seperti hipertensi, gangguan jantung, penyakit paru-paru kronis, kanker, gangguan ginjal, dan diabetes memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala berat atau komplikasi yang mematikan.

Penularan Infeksi Virus MERS-CoV dari Hewan Unta

WHO mencatat bahwa tingkat kematian akibat MERS-CoV mencapai sekitar 35 persen dari total kasus yang telah dilaporkan. Meski begitu, angka ini mungkin lebih tinggi dari kenyataan di lapangan karena banyak kasus ringan kemungkinan besar tidak tercatat oleh sistem pengawasan kesehatan yang berlaku.

Sejak pertama kali diidentifikasi pada tahun 2012, virus MERS-CoV telah menyebar ke 27 negara berdasarkan laporan yang masuk ke WHO melalui mekanisme Peraturan Kesehatan Internasional (IHR 2005). Negara-negara yang pernah melaporkan kasus MERS antara lain Aljazair, Austria, Tiongkok, Mesir, Iran, Italia, Yordania, Lebanon, Malaysia, Belanda, Oman, Qatar, Filipina, Korea Selatan, Arab Saudi, Thailand, Uni Emirat Arab, dan Amerika Serikat.

Penularan virus MERS-CoV diketahui bersifat zoonosis, yakni dapat berpindah dari hewan ke manusia. Dalam hal ini, unta dromedaris menjadi hewan utama yang teridentifikasi sebagai sumber utama infeksi. Kontak langsung maupun tidak langsung dengan unta terinfeksi berpotensi besar menyebabkan penularan ke manusia, meskipun mekanisme pastinya hingga kini belum sepenuhnya dipahami oleh dunia medis.

Virus ini telah terdeteksi pada populasi unta dromedaris yang tersebar di wilayah Timur Tengah, sebagian Afrika, dan Asia Selatan. Sekalipun kasus penularan pada manusia di luar kawasan Timur Tengah masih tergolong jarang, beberapa riset menyebut bahwa masyarakat di negara-negara Afrika yang memiliki kedekatan interaksi dengan unta juga memiliki risiko serupa terhadap infeksi MERS-CoV.

Penularan antar manusia memang mungkin terjadi, namun cenderung terbatas pada kontak erat. Kondisi ini paling sering ditemui di lingkungan fasilitas kesehatan. Termasuk di dalamnya adalah tenaga medis, pasien lain, maupun anggota keluarga yang memiliki interaksi dekat dengan pasien positif MERS-CoV. Wabah terbesar yang tercatat sejauh ini terjadi di rumah sakit dan pusat layanan kesehatan di Arab Saudi, Uni Emirat Arab, serta Korea Selatan.

Berbeda dengan penyakit menular lain seperti flu musiman, belum ada bukti bahwa MERS-CoV bisa menyebar secara berkelanjutan dari manusia ke manusia di masyarakat umum. Ini menunjukkan bahwa kontrol penyebaran bisa efektif apabila deteksi dini dan protokol penanganan di fasilitas kesehatan dilakukan dengan disiplin dan cepat.

Hingga saat ini, sekitar 80 persen dari seluruh kasus MERS-CoV pada manusia berasal dari Arab Saudi. Mayoritas infeksi tersebut berawal dari paparan terhadap unta dromedaris yang terinfeksi, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung.

Sisanya, merupakan hasil penularan antar manusia yang sebagian besar terjadi di fasilitas medis. Sementara itu, kasus yang muncul di luar Timur Tengah hampir selalu terkait dengan riwayat perjalanan ke wilayah tersebut, memperkuat asumsi bahwa mobilitas manusia memainkan peran penting dalam penyebaran lintas negara.

Untuk jemaah haji asal Indonesia dan negara lain yang akan menunaikan ibadah di Arab Saudi, penting untuk memahami potensi risiko infeksi MERS-CoV ini. Menjaga kebersihan tangan, menghindari kontak langsung dengan hewan, serta segera memeriksakan diri jika muncul gejala seperti demam, batuk, dan sesak napas merupakan langkah awal yang sangat penting. Terlebih bagi mereka yang memiliki kondisi kesehatan rentan, perlindungan tambahan dan pemantauan medis intensif mutlak diperlukan demi mencegah komplikasi lebih lanjut. (ctr)