
Deddy corbuzier sebut aksi aktivis melakukan penggerudukan rapat revisi uu tni adalah tindakan ilegal dan melanggar hukum
Staf Khusus Menteri Pertahanan, Deddy Corbuzier, menanggapi insiden interupsi yang dilakukan oleh tiga aktivis saat rapat panitia kerja revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut ilegal dan melanggar hukum karena mengganggu jalannya rapat resmi yang telah diatur secara konstitusional.
Aksi interupsi ini dilakukan oleh tiga anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan di Hotel Fairmont Jakarta pada Sabtu, 15 Maret 2025. Ketiga aktivis tersebut membawa poster serta menyuarakan protes terhadap revisi UU TNI yang menurut mereka berpotensi mengembalikan peran dwifungsi militer.
Deddy Corbuzier menyampaikan pendapatnya melalui akun Instagram resminya @dc.kemhan pada Senin, 17 Maret 2025. Dalam unggahannya, ia menyebut bahwa tindakan para aktivis tersebut bukanlah bentuk kritik yang konstruktif, melainkan gangguan yang mengarah pada tindakan anarkistis.
“Yang terjadi kemarin bukanlah bentuk kritik atau masukan yang membangun, tetapi tindakan ilegal yang jelas melanggar hukum,” tegas Deddy dalam pernyataannya. Ia menekankan bahwa ada jalur resmi untuk menyampaikan kritik terhadap pemerintah, bukan dengan menginterupsi rapat yang sedang berlangsung.
Menurutnya, rapat revisi UU TNI yang diadakan di hotel bintang lima sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Ia menilai bahwa tindakan aktivis yang masuk ke dalam ruang rapat tanpa izin merupakan bentuk pengabaian terhadap aturan dan menciptakan ketidaknyamanan bagi peserta rapat lainnya.

Tiga anggota koalisi masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan melakukan aksi interupsi di hotel fairmont jakarta pada sabtu, 15 maret 2025.
Deddy juga menjelaskan bahwa Kementerian Pertahanan selalu membuka ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun, ia menilai bahwa cara yang digunakan oleh para aktivis dalam aksi tersebut tidak mencerminkan semangat demokrasi yang sehat.
Sebelumnya, insiden ini bermula saat tiga perwakilan masyarakat sipil tiba-tiba masuk ke dalam ruang rapat dan menginterupsi jalannya diskusi. Mereka membawa poster yang berisi penolakan terhadap revisi UU TNI dan menyampaikan kritik terhadap proses pembahasan yang dinilai tidak transparan.
Salah satu aktivis yang terlibat dalam aksi ini adalah Wakil Koordinator Bidang Eksternal Kontras, Andrie Yunus. Dalam pernyataannya, Andrie mengkritik pelaksanaan rapat yang dilakukan di hotel mewah dan menyebutnya sebagai langkah yang bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi anggaran.
“Selain sangat bertolak belakang dengan kebijakan negara mengenai efisiensi anggaran, juga terkait dengan pasal dan substansinya yang jauh dari upaya semangat untuk menghapus dwifungsi militer,” ujar Andrie Yunus dalam aksinya. Ia menilai bahwa revisi UU TNI ini justru berpotensi memperluas peran militer dalam kehidupan sipil, yang bertentangan dengan reformasi sektor keamanan.
Aksi protes ini berlangsung dalam waktu singkat sebelum akhirnya dihadang oleh petugas keamanan hotel. Ketiga aktivis tersebut langsung diamankan dan dikeluarkan dari ruang rapat agar jalannya diskusi bisa kembali kondusif.
Dalam insiden tersebut, Andrie Yunus yang berada di dalam ruang rapat sempat terlibat dorong-dorongan dengan petugas keamanan. Akibatnya, ia terdorong keluar dari ruangan hingga jatuh ke lantai, namun tetap melanjutkan protesnya sebelum akhirnya meninggalkan lokasi.
Polemik terkait revisi UU TNI ini telah mendapat perhatian dari berbagai kalangan, terutama organisasi masyarakat sipil yang menilai perubahan tersebut bisa berdampak negatif terhadap demokrasi. Mereka khawatir bahwa revisi ini akan membuka kembali peluang bagi militer untuk terlibat dalam urusan sipil, seperti yang pernah terjadi di masa Orde Baru.
Sejumlah pengamat politik juga menilai bahwa pembahasan revisi UU TNI seharusnya dilakukan secara lebih transparan dan melibatkan lebih banyak elemen masyarakat. Mereka berpendapat bahwa keputusan terkait militer tidak bisa hanya dibahas oleh segelintir pihak tanpa adanya masukan dari publik.
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan telah beberapa kali menyuarakan penolakan mereka terhadap revisi ini. Mereka menekankan bahwa beberapa pasal dalam revisi UU TNI dapat berpotensi melemahkan kontrol sipil terhadap militer dan menghambat agenda reformasi yang telah berjalan selama ini.
Di sisi lain, pemerintah menegaskan bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk memperkuat peran militer dalam menjaga kedaulatan negara. Kementerian Pertahanan menyatakan bahwa perubahan yang diusulkan dalam revisi ini tidak akan mengembalikan dwifungsi militer, tetapi justru memperjelas batasan tugas TNI dalam sistem pertahanan nasional.
Meski demikian, perdebatan seputar revisi UU TNI terus berlangsung di berbagai forum. Para aktivis dan akademisi mendesak agar pemerintah memberikan ruang diskusi yang lebih luas bagi masyarakat sipil untuk menyampaikan pandangan mereka sebelum revisi ini disahkan.
Deddy Corbuzier dalam pernyataannya juga mengingatkan agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang menyesatkan terkait revisi UU TNI. Ia meminta agar kritik yang disampaikan tetap berada dalam koridor hukum dan tidak dilakukan dengan cara-cara yang melanggar aturan.
Sebagai Staf Khusus Menteri Pertahanan, Deddy menegaskan bahwa pemerintah tetap berkomitmen untuk menjadikan TNI sebagai institusi yang profesional dan berorientasi pada kepentingan nasional. Namun, ia juga menekankan bahwa segala bentuk masukan dari masyarakat tetap bisa disampaikan melalui jalur yang benar tanpa harus mengganggu jalannya proses demokrasi.
Dengan adanya perbedaan pandangan terkait revisi UU TNI, diharapkan ada dialog yang konstruktif antara pemerintah dan masyarakat. Kesepahaman antara berbagai pihak menjadi kunci dalam menghasilkan kebijakan yang adil dan sesuai dengan prinsip demokrasi serta kepentingan nasional.
Polemik seputar revisi UU TNI diperkirakan akan terus berlanjut hingga pemerintah mengambil keputusan final. Publik pun menanti apakah revisi ini akan membawa perubahan positif bagi sistem pertahanan negara atau justru menimbulkan kontroversi lebih lanjut. (dda)