Tukar Uang Baru Saat Lebaran, Bagaimana Pandangan Islam?

Tukar Uang Baru Saat Lebaran, Bagaimana Pandangan Islam?
Setiap menjelang Lebaran, tradisi tukar uang baru menjadi pemandangan yang lazim di masyarakat. Orang-orang berbondong-bondong menukarkan uang lama dengan uang baru di bank atau jasa penukaran uang di pinggir jalan.
Hal ini dilakukan untuk memberikan “angpao” atau “THR” dalam bentuk uang baru kepada anak-anak maupun sanak saudara saat Hari Raya Idul Fitri.
Namun, bagaimana pandangan Islam terhadap kebiasaan ini? Apakah tukar uang baru diperbolehkan atau justru mengandung unsur yang dilarang?
Tukar Uang Baru dalam Tradisi Lebaran

Tukar Uang Baru Saat Lebaran, Bagaimana Pandangan Islam?
Memberikan uang kepada anak-anak atau saudara saat Lebaran merupakan bagian dari tradisi yang berkembang di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Biasanya, uang yang diberikan dalam kondisi baru agar terlihat lebih menarik dan memberikan kesan spesial bagi penerimanya.
Tradisi ini juga menjadi simbol berbagi kebahagiaan dan keberkahan di hari kemenangan setelah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh.
Permintaan uang baru yang tinggi menjelang Lebaran sering kali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk menawarkan jasa penukaran uang dengan tambahan biaya atau potongan tertentu.
Misalnya, seseorang menukarkan uang Rp100.000 dalam pecahan kecil tetapi hanya menerima Rp95.000 sebagai imbalan bagi penyedia jasa.
Kondisi ini membuat banyak masyarakat rela mengeluarkan biaya tambahan demi mendapatkan uang baru.
Hukum Tukar Uang Baru dalam Islam
Dalam Islam, transaksi keuangan harus memenuhi prinsip keadilan dan tidak boleh mengandung unsur riba (bunga), gharar (ketidakjelasan), dan dzalim (kezaliman).
Oleh karena itu, tukar-menukar uang harus memenuhi kaidah syariah, yang salah satunya adalah tidak ada tambahan nilai dalam pertukaran uang dengan nominal yang sama.
1. Tukar Uang Baru dengan Nominal yang Sama
Jika seseorang menukarkan uang lama dengan uang baru dalam jumlah yang sama tanpa ada biaya tambahan, maka hukumnya diperbolehkan.
Ini termasuk dalam akad sharf (pertukaran mata uang) yang sah dalam Islam, selama dilakukan secara tunai dan tanpa ada unsur penipuan.
Tukar uang dengan cara ini tidak menimbulkan masalah hukum karena tidak ada pihak yang dirugikan atau mendapatkan keuntungan yang tidak adil.
2. Tukar Uang dengan Biaya Tambahan (Potongan Nilai)
Masalah timbul ketika jasa penukaran uang menetapkan biaya atau potongan tertentu.
Contohnya, seseorang ingin menukar uang Rp1.000.000 ke dalam pecahan kecil tetapi hanya menerima Rp950.000, sedangkan Rp50.000 menjadi keuntungan bagi penyedia jasa.
Dalam fiqih Islam, praktik ini mengandung unsur riba karena adanya tambahan atau selisih yang tidak sah dalam pertukaran uang sejenis. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama jumlahnya dan secara tunai. Jika berbeda jenis, maka boleh tidak sama asalkan tunai.” (HR. Muslim No. 1587)
Dari hadis ini, dapat disimpulkan bahwa tukar-menukar uang dengan nominal berbeda adalah bentuk riba yang dilarang dalam Islam.
Oleh karena itu, jika ada tambahan biaya dalam pertukaran uang, maka transaksi tersebut menjadi haram.
Alternatif Tukar Uang yang Sesuai Syariah
Untuk tetap menjalankan tradisi memberikan uang baru saat Lebaran tanpa melanggar ketentuan Islam, ada beberapa solusi yang dapat dilakukan:
1. Menukarkan Uang di Bank Resmi
Bank Indonesia (BI) dan beberapa bank umum biasanya menyediakan layanan penukaran uang baru secara gratis menjelang Lebaran.
Masyarakat dapat memanfaatkan layanan ini untuk mendapatkan pecahan uang kecil tanpa perlu membayar biaya tambahan. Ini adalah cara yang paling aman dan sesuai syariah.
2. Meminta Bantuan Keluarga atau Teman
Jika kesulitan menukar uang di bank, alternatif lain adalah meminta bantuan keluarga atau teman yang memiliki pecahan kecil untuk ditukar dengan nominal yang sama tanpa ada potongan atau biaya tambahan.
Dengan cara ini, kedua belah pihak tidak ada yang dirugikan.
3. Menggunakan Uang Lama dalam Kondisi Baik
Tidak ada keharusan untuk memberikan uang baru saat Lebaran. Jika sulit mendapatkan uang baru, uang lama yang masih dalam kondisi baik dan rapi tetap dapat digunakan tanpa mengurangi makna berbagi kebahagiaan.
Penerima tetap akan merasa senang karena yang lebih penting adalah nilai dan keikhlasan dalam memberi.
4. Memberikan Hadiah Non-Tunai
Selain uang, hadiah dalam bentuk lain juga bisa menjadi alternatif, seperti pakaian, makanan, atau barang lainnya yang bermanfaat.
Memberikan hadiah dalam bentuk barang juga memiliki nilai keistimewaan tersendiri dan dapat menjadi kebiasaan baik yang lebih bernilai dalam Islam.
Dampak Negatif Tukar Uang dengan Potongan
Praktik tukar uang dengan potongan yang dilakukan secara masif dapat menimbulkan beberapa dampak negatif, antara lain:
Mendorong Riba: Jika praktik ini terus berlangsung, masyarakat akan terbiasa dengan transaksi yang mengandung riba, yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Merugikan Pihak yang Menukar Uang: Orang yang menukar uang kehilangan sejumlah nominal hanya untuk mendapatkan uang baru, yang seharusnya bisa dimanfaatkan lebih baik.
Mendorong Spekulasi dan Monopoli: Beberapa pihak yang memiliki akses ke uang baru dalam jumlah besar bisa melakukan monopoli dan menjualnya dengan harga tinggi.
Tukar uang baru saat Lebaran pada dasarnya adalah tradisi sosial yang bertujuan untuk menyebarkan kebahagiaan, terutama kepada anak-anak dan kerabat.
Dalam Islam, tukar-menukar uang diperbolehkan selama nominalnya sama dan dilakukan secara tunai. Namun, jika ada biaya tambahan dalam penukaran uang, maka hukumnya menjadi haram karena termasuk riba.
Oleh karena itu, umat Islam sebaiknya mencari cara yang lebih sesuai syariah dalam mendapatkan uang baru, seperti melalui penukaran resmi di bank atau meminta bantuan orang terdekat tanpa tambahan biaya.
Dengan demikian, kebiasaan berbagi kebahagiaan di Hari Raya tetap bisa dilakukan tanpa melanggar prinsip Islam.
Menggunakan uang lama yang masih rapi atau memberikan hadiah dalam bentuk lain juga bisa menjadi alternatif yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam(taa)