Trump Naikkan Tarif Impor China Jadi 245 Persen, Picu Ketegangan Baru

Perang dagang

Hubungan dagang Amerika Serikat (AS) dan China kembali berada di titik panas.

Presiden AS Donald Trump secara resmi menaikkan tarif impor produk asal China menjadi 245 persen—sebuah langkah agresif yang memperpanjang tensi perang dagang antara dua raksasa ekonomi dunia ini.

Langkah ini menandai eskalasi terbaru dari konflik dagang yang telah berlangsung bertahun-tahun dan menunjukkan bahwa retorika proteksionisme ekonomi Trump belum surut meski mendapat kritik luas, baik dari dalam negeri maupun komunitas internasional.

Penundaan Tarif ke Negara Lain, Kecuali China

Dalam pernyataan resmi dari Gedung Putih yang dirilis Rabu (16/4/2025), disebutkan bahwa AS menunda penerapan tarif impor tambahan terhadap 75 negara lainnya selama 90 hari.

Penundaan ini ditujukan untuk memberi ruang bagi negosiasi dan kesepakatan perdagangan yang lebih adil dan seimbang.

Namun, China dikecualikan dari daftar tersebut. AS menilai bahwa tindakan balasan dari pihak China selama ini tidak memberi ruang untuk dialog yang konstruktif.

“Lebih dari 75 negara telah menghubungi untuk membahas kesepakatan perdagangan baru. Akibatnya, tarif yang lebih tinggi secara individual saat ini dihentikan sementara di tengah diskusi ini, kecuali untuk China, yang melakukan tindakan balasan,” jelas Gedung Putih.

Ditambahkan dalam pernyataan itu, bahwa China kini akan menghadapi tarif hingga 245 persen atas seluruh produk impornya ke pasar Amerika Serikat. Angka ini naik drastis dari sebelumnya yang disebutkan sebesar 145 persen.

Respons China: Tak Takut, Tapi Tak Ingin Berperang

Respon china

Juru bicara Kemenlu China Lin Jian tegaskan Beijing siap hadapi semua kemungkinan dari perang tarif.

Tak butuh waktu lama bagi pemerintah China untuk merespons keputusan sepihak tersebut. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menegaskan bahwa negaranya tidak ingin terlibat dalam perang dagang, namun siap untuk menghadapi segala kemungkinan.

“China tidak mau berperang, dan tidak takut berperang,” tegas Lin dalam konferensi pers di Beijing pada hari yang sama.

Menurut Lin, posisi China dalam menyikapi perang dagang tidak pernah berubah. Ia menegaskan bahwa ketegangan seperti ini hanya akan menjadi bumerang bagi kedua negara dan tidak akan menghasilkan pemenang.

“Tidak ada pemenang dalam perang tarif dan perang dagang,” ucap Lin. “China selalu terbuka terhadap penyelesaian melalui dialog, namun itu harus dilakukan dengan prinsip kesetaraan dan saling menghormati.”

China Naikkan Balasan Tarif: Dari 84 Persen ke 125 Persen

Menanggapi tarif supertinggi dari AS, pemerintah China juga mengambil langkah balasan. Negeri Tirai Bambu itu memutuskan untuk menaikkan tarif impor terhadap semua produk asal Amerika Serikat dari yang sebelumnya 84 persen menjadi 125 persen.

“Jika Amerika Serikat terus memberlakukan tambahan tarif terhadap barang-barang ekspor dari China ke AS, China akan mengabaikannya,” tulis pernyataan Kementerian Keuangan China.

Pihak China menilai langkah AS ini sebagai pelanggaran serius terhadap aturan perdagangan internasional. Menurut mereka, kebijakan tersebut tidak hanya melanggar hukum ekonomi dasar, tetapi juga akal sehat global dalam menjalankan hubungan ekonomi antarnegara.

Ancaman Rantai Pasok Global

Kenaikan tarif secara ekstrem ini bisa berdampak besar terhadap rantai pasok global, terutama di sektor teknologi, elektronik, dan barang-barang konsumen.

Produk-produk asal China selama ini menjadi komponen penting dalam banyak industri AS, mulai dari iPhone hingga kendaraan listrik.

Analis menilai bahwa jika tarif ini benar-benar diterapkan secara menyeluruh dan tanpa pengecualian, maka harga barang di AS akan melonjak tajam.

Konsumen AS akan menjadi pihak yang paling terdampak akibat biaya produksi yang meningkat dan kelangkaan beberapa produk.

Perintah Eksekutif Trump Tambah Tekanan

Kebijakan tarif baru ini juga dirilis bersamaan dengan perintah eksekutif Trump yang menginstruksikan penyelidikan terhadap risiko keamanan nasional terkait ketergantungan AS pada impor mineral penting dan produk turunannya.

Langkah ini memperkuat kesan bahwa pemerintahan Trump tengah berupaya melakukan “decoupling” atau pemisahan ekonomi dari China, sebuah strategi jangka panjang yang ingin memotong ketergantungan AS pada produk-produk asal Asia.

Namun, juru bicara Kemenlu China Lin Jian kembali mengingatkan bahwa tekanan ekstrem dan intimidasi bukanlah cara yang tepat untuk menyelesaikan konflik.

Menurutnya, pendekatan seperti itu justru akan memperkeruh suasana dan menjauhkan kemungkinan tercapainya kesepakatan yang adil.

“Jika AS benar-benar ingin menyelesaikan masalah melalui dialog dan negosiasi, mereka harus menghentikan tekanan ekstrem, berhenti mengancam dan memeras, serta duduk bersama dengan China secara setara,” jelas Lin.

Titik Kritis Hubungan Dagang Dua Negara

Langkah terbaru dari Gedung Putih ini membuat hubungan dagang AS–China kembali berada di ujung tanduk.

Para pelaku usaha dan investor global kini bersiap menghadapi dampak buruk dari babak baru perang dagang ini.

Sementara itu, China menyatakan tetap bersikap tegas untuk mempertahankan kedaulatan ekonominya dan hak-hak legal di tengah tekanan yang terus meningkat dari AS.

“China telah mengambil langkah balasan yang diperlukan untuk melindungi hak dan kepentingannya yang sah. Itu sepenuhnya masuk akal dan sah,” tegas Lin Jian.

Perang dagang ini seolah menjadi panggung unjuk kekuatan ekonomi, tetapi dampaknya bisa jauh meluas dan menghantam stabilitas pasar global.

Dunia kini menanti apakah kedua negara akhirnya bisa kembali ke meja perundingan atau terus bergerak ke arah konflik ekonomi yang lebih besar.(vip)