
Pengemudi ojol menyambut baik kebijakan THR 20 persen meski ada syarat ketat yang harus dipenuhi.
Rencana pemberian tunjangan hari raya (THR) keagamaan tahun 2025 bagi pengemudi ojek online (ojol) disambut dengan beragam respons.
Meskipun jumlahnya hanya 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir, sebagian besar pengemudi tetap merasa bersyukur karena mendapatkan tambahan pemasukan menjelang hari raya.
Seorang pengemudi ojol asal Kota Bekasi, Andi Wijaya (32), mengungkapkan rasa syukurnya atas kebijakan ini.
Menurutnya, meskipun nominal yang diberikan tidak terlalu besar, kehadiran THR tetap memberikan manfaat bagi para pengemudi ojol, terutama dalam membantu memenuhi kebutuhan hari raya.
“Walaupun hanya 20 persen, tetap berarti. Ya Alhamdulillah, daripada enggak dapat sama sekali,” kata Andi saat ditemui Kompas.com di sekitar Stasiun Bekasi, Kamis (13/3/2025).
Namun, Andi menyoroti syarat yang harus dipenuhi oleh para pengemudi untuk dapat menerima THR.

Meski hanya 20 persen, THR bagi pengemudi ojol dianggap sebagai bentuk apresiasi menjelang hari raya.
Berdasarkan kebijakan yang berlaku, seorang pengemudi ojol harus menyelesaikan minimal 250 pesanan dalam sebulan dan aktif bekerja selama sembilan jam setiap harinya.
Andi, yang bekerja penuh waktu sebagai ojol, mengaku tidak terlalu terbebani oleh syarat tersebut karena jam kerjanya sudah melebihi ketentuan yang ditetapkan.
“Kalau saya pribadi masih memenuhi syarat, soalnya saya full-time, saya online lebih dari sembilan jam sehari, orderan lebih dari 250 dengan rating masih 5, jadi ya saya sudah memenuhi syarat,” ungkapnya.
Dalam sebulan, Andi biasanya meraup pendapatan sekitar Rp 4 juta lebih. Dengan kebijakan THR yang baru ini, ia memprediksi akan menerima tambahan uang sekitar Rp 600.000 hingga Rp 800.000.
Bagi Andi, ini adalah pertama kalinya pengemudi ojol mendapat tunjangan hari raya secara resmi, karena sebelumnya hanya ada insentif atau bonus dari program tertentu di aplikasi.
“Ya kalau untuk THR kita sebagai driver Alhamdulillah ya, kan baru tahu ini doang. Ada yang kemarin paling bonus trip doang,” imbuhnya.
Aturan THR bagi Pengemudi Ojol
Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah mengeluarkan aturan resmi mengenai pemberian THR bagi para pekerja lepas, termasuk pengemudi ojek online.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang THR Keagamaan Tahun 2025 yang mencakup pekerja di berbagai sektor, mulai dari BUMN, BUMD, perusahaan swasta, hingga pekerja lepas dan mitra pengemudi ojol.
Aturan tersebut tertuang dalam SE Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi Pekerja.
Dalam SE tersebut, Yassierli menegaskan bahwa pemberian THR merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh, termasuk pengemudi ojek online yang bekerja sebagai mitra di berbagai platform ride-hailing.
“Pemberian THR merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja atau buruh,” ujar Yassierli dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (11/3/2025).
Ia juga menjelaskan bahwa besaran THR bagi pengemudi ojol akan disesuaikan dengan kinerja mereka selama satu tahun terakhir.
Skema yang diterapkan adalah pemberian tunjangan sebesar 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 bulan terakhir.
Pembayaran THR ini dilakukan dalam bentuk uang tunai dan diberikan sebelum hari raya keagamaan masing-masing pengemudi.
Respons Beragam dari Pengemudi Ojol
Kebijakan ini mendapatkan berbagai tanggapan dari kalangan pengemudi ojol. Beberapa pengemudi merasa senang dan bersyukur, sementara yang lain menyoroti persyaratan yang dinilai cukup ketat.
Agus (35), seorang pengemudi ojol di Jakarta Selatan, mengaku senang dengan adanya kebijakan ini, meskipun nominalnya tidak besar.
Menurutnya, kebijakan ini merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap pengemudi ojol yang selama ini bekerja tanpa adanya tunjangan tetap.
“Lumayan sih buat tambahan beli baju Lebaran anak sama istri. Walaupun kecil, ya tetap dihargai,” ujarnya.
Namun, tidak semua pengemudi merasa terbantu dengan aturan ini. Beberapa dari mereka mengeluhkan syarat minimal jumlah order dan jam kerja yang harus dipenuhi agar bisa mendapatkan THR.
Beberapa pengemudi part-time atau yang bekerja dengan waktu terbatas merasa tidak adil karena mereka berkontribusi di platform, tetapi tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan tunjangan ini.
Dedi (40), seorang pengemudi ojol di Bandung, merasa bahwa kebijakan ini lebih berpihak kepada pengemudi full-time.
Sebagai pengemudi paruh waktu yang hanya bekerja sekitar 4-5 jam sehari, ia kesulitan memenuhi syarat minimal 250 pesanan dalam sebulan.
“Ya bagus sih, tapi kok kayaknya cuma buat yang full-time ya? Saya kerja buat tambahan aja, paling 100 order sebulan. Berarti enggak dapat dong?” keluhnya.
Harapan ke Depan
Meski menuai pro dan kontra, kebijakan ini tetap dianggap sebagai langkah awal yang baik bagi kesejahteraan pengemudi ojol.
Beberapa pengemudi berharap agar ke depannya ada peningkatan besaran THR atau bahkan kebijakan yang lebih adil bagi semua pengemudi, baik full-time maupun part-time.
Selain itu, mereka juga berharap agar perusahaan aplikasi ojek online dapat meningkatkan skema insentif dan bonus yang lebih menguntungkan bagi pengemudi.
Beberapa pengemudi bahkan mengusulkan agar pemerintah dan perusahaan aplikasi mempertimbangkan pemberian tunjangan dalam bentuk lain, seperti potongan biaya servis kendaraan atau subsidi BBM.
“Kalau bisa sih enggak cuma THR, tapi juga ada bantuan lain buat servis motor atau bensin. Soalnya kita kan kerja terus pakai kendaraan sendiri,” kata Agus.
Dengan adanya kebijakan ini, setidaknya para pengemudi ojol memiliki sedikit tambahan dana untuk menyambut hari raya.
Meskipun belum sempurna, langkah ini diharapkan bisa menjadi awal dari perhatian lebih besar terhadap kesejahteraan para pengemudi transportasi daring di Indonesia.(vip)