Tarif Baru AS Guncang Pasar Asia, Trump Angkat Bicara

Perang dagang as

Langkah terbaru Presiden Amerika Serikat Donald Trump dalam memberlakukan tarif tambahan terhadap berbagai negara kembali memicu gelombang kejut ke seluruh pasar keuangan dunia.

Yang paling terdampak? Tentu saja Asia. Dalam hitungan jam sejak pengumuman resmi tarif diberlakukan, bursa saham Asia langsung ambruk.

Investor panik, negara-negara bereaksi, dan Trump? Ia justru menyebut semua ini sebagai bagian dari “obat pahit” yang harus ditelan dunia.

Tarif Baru AS dan Imbas Global

Tarif baru yang diumumkan Trump menyasar berbagai produk dari Tiongkok, negara-negara Eropa, serta beberapa negara Asia lainnya.

Kebijakan ini menandai kelanjutan pendekatan ekonomi proteksionis ala Trump yang sejak masa kampanye 2016 dikenal agresif terhadap defisit perdagangan.

Dengan alasan ingin melindungi produsen dalam negeri dan memperbaiki ketidakseimbangan dagang, tarif ini diberlakukan secara mendadak tanpa banyak peringatan. Alhasil, pasar pun bergejolak.

Bursa Saham Asia Langsung Terpukul

Efek dari tarif ini langsung terasa di pasar saham Asia. Indeks Nikkei 225 Jepang anjlok 2,66% menjadi 38.520,90. Topix, indeks lain di Tokyo, juga turun 2,45%.

Korea Selatan melalui indeks Kospi kehilangan 2,52%, sedangkan Australia melalui ASX 200 turun 1,79%. Bahkan pasar saham Vietnam mengalami penurunan terbesar dalam 4 tahun terakhir, mencapai 6,2% dalam satu hari.

Di Asia Tenggara, indeks saham dan nilai tukar mata uang lokal juga terkena dampaknya. Bursa Efek Indonesia sempat mengalami tekanan jual besar-besaran, meskipun berakhir stabil di sesi penutupan.

Investor asing mulai menarik dana dari pasar negara berkembang, mengalihkan aset mereka ke tempat yang dianggap lebih aman seperti dolar AS dan emas.

Hal ini menyebabkan tekanan ganda: pasar modal terguncang, nilai tukar rupiah dan mata uang Asia lainnya ikut melemah.

Respons Trump: “Obat yang Diperlukan”

Donald trump

Donald Trump

Dalam sebuah pernyataan di Gedung Putih, Presiden Trump membela kebijakannya dengan menyebut bahwa dunia telah terlalu lama mengambil keuntungan dari AS. Ia menyebut tarif ini sebagai “obat yang pahit tapi diperlukan.”

“Kami sudah terlalu lama dirugikan. Sudah saatnya kami mengubah arah. Negara-negara harus membayar banyak uang jika ingin kebijakan ini diubah,” kata Trump.

Menanggapi penurunan bursa saham, Trump mengatakan bahwa penyesuaian ini wajar. Ia tidak terlalu mengkhawatirkan dampak jangka pendek selama tujuannya tercapai: menyeimbangkan perdagangan global.

Negara-Negara Asia Mulai Bereaksi

Tak tinggal diam, berbagai negara Asia memberikan reaksi keras terhadap kebijakan sepihak Trump.

Malaysia, melalui Perdana Menteri Anwar Ibrahim, menyerukan kerja sama kawasan untuk menyikapi gelombang baru proteksionisme ini.

“Kita tidak bisa menghadapi ini sendiri-sendiri. ASEAN harus bersatu, menjaga stabilitas rantai pasok dan menolak tekanan ekonomi yang tidak adil,” ujar Anwar dalam forum ASEAN Trade Coalition.

Tiongkok juga langsung bergerak. Beijing mengumumkan balasan berupa tarif 34% atas berbagai produk dari AS.

Pemerintah Tiongkok menyebut tindakan Trump sebagai “pemerasan ekonomi” dan menyerukan konsultasi damai untuk menyelesaikan konflik dagang ini.

Perusahaan Teknologi AS Ikut Terguncang

Tidak hanya pasar Asia yang terpukul. Perusahaan teknologi raksasa asal AS seperti Apple juga terkena dampaknya.

Saham Apple dilaporkan turun lebih dari 9% dalam satu hari perdagangan, menghapus nilai kapitalisasi pasar sebesar 311 miliar dolar AS.

Hal ini terjadi karena rantai pasok Apple sangat bergantung pada produksi di Asia, terutama Tiongkok dan Vietnam.

Investor khawatir bahwa tarif baru ini akan membuat biaya produksi melonjak dan margin keuntungan mengecil.

Bahkan para analis memperingatkan bahwa jika eskalasi tarif ini terus berlanjut, bisa saja terjadi gelombang PHK di industri teknologi global.

Kekhawatiran akan Resesi Global

Banyak ekonom memperingatkan bahwa jika perang dagang ini tidak segera diredam, dunia bisa menghadapi resesi global.

Tarif tinggi akan meningkatkan harga barang, menurunkan daya beli, serta memperlambat pertumbuhan ekonomi.

International Monetary Fund (IMF) bahkan sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia untuk 2025. IMF menyebut ketidakpastian akibat kebijakan dagang AS sebagai faktor utama.

“Ini seperti bermain api di gudang bahan bakar,” ujar seorang analis ekonomi dari Bloomberg.

Apa yang Bisa Diharapkan Selanjutnya?

Situasi saat ini masih sangat dinamis. Banyak negara mendesak adanya forum dagang multilateral untuk membahas penyelesaian konflik.

Namun, dengan Trump yang masih bersikukuh, jalan menuju dialog tampaknya tidak akan mudah.

Investor di seluruh dunia diimbau untuk waspada terhadap volatilitas pasar. Banyak yang mulai mengalihkan portofolio mereka ke aset safe haven, seperti obligasi pemerintah AS, emas, dan mata uang yen Jepang.

Kebijakan tarif baru dari Presiden Trump telah memicu guncangan besar di pasar saham Asia dan dunia.

Negara-negara merespons keras, investor panik, dan dunia bersiap menghadapi potensi perlambatan ekonomi yang lebih dalam.

Meski Trump menyebut ini sebagai “obat”, banyak pihak khawatir dampaknya justru bisa menjadi “racun” bagi ekonomi global.

Jika konflik dagang ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin gejolak ini menjadi awal dari resesi dunia yang baru.

Dunia menanti, apakah akan ada jalan damai, atau perang dagang jilid dua yang lebih besar? (ctr)