Siapa Pemilik Hibisc Fantasy Puncak? Ini Profil Perusahaannya

Hibisc Fantasy Puncak

Hibisc Fantasy Puncak yang terletak di kawasan Puncak, Bogor, sempat menjadi sorotan publik. Pada awalnya, tempat wisata ini menarik perhatian karena berbagai wahana seru yang ditawarkan.

Namun, beberapa waktu lalu, Hibisc Fantasy Puncak harus menghadapi masalah besar. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memerintahkan pembongkaran kawasan ini pada 6 Maret 2025.

Alasan pembongkaran adalah karena tempat wisata ini terbukti melanggar izin dan berdampak buruk terhadap lingkungan.

Hibisc Fantasy Puncak mulai beroperasi pada Desember 2024 dan menawarkan berbagai wahana seperti bianglala, kora-kora, dan rumah hantu. Namun, hanya dalam waktu beberapa bulan, tempat ini harus dibongkar.

Hibisc Fantasy Puncak (1)

Hibisc Fantasy Puncak

Sanksi ini diberikan setelah pihak berwenang menemukan pelanggaran izin yang dilakukan oleh pengelola tempat wisata. Lalu, siapa sebenarnya yang memiliki Hibisc Fantasy Puncak?

Pemilik Hibisc Fantasy Puncak adalah beberapa pengusaha yang berasal dari Semarang, Jakarta, dan Bogor. Menurut informasi yang diberikan oleh Dedi Mulyadi, pemilik modal tempat wisata ini sebagian besar berasal dari PT Laksmana, yang berbasis di Semarang.

Selain itu, ada juga investor yang berasal dari Jakarta dan Bogor, meskipun nama mereka belum diungkap secara rinci.

Hibisc Fantasy Puncak dikelola oleh PT Jaswita Lestari Jaya (JLJ), sebuah anak perusahaan dari PT Jasa dan Kepariwisataan (Jaswita), yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

PT Jaswita Lestari Jaya didirikan pada 8 Februari 2018 dengan modal awal Rp 60 miliar. Perusahaan ini dipimpin oleh Direktur Utama R. Ridha Wirahman P., sementara Hendra Guntara menjabat sebagai Komisaris Utama.

Pada tahun 2023, kepemilikan saham PT Jaswita Lestari Jaya mengalami perubahan. Saham mayoritas perusahaan ini dimiliki oleh Jaswita Jabar dengan persentase sebesar 70%, sementara sisanya dikuasai oleh pihak swasta.

Meskipun demikian, saham yang tersisa pada tahun 2023 tercatat sebesar Rp 3,93 miliar.

Keberadaan PT Jaswita Lestari Jaya di balik Hibisc Fantasy Puncak menimbulkan beberapa pertanyaan, mengingat tempat wisata ini menjadi salah satu fokus pembongkaran oleh pemerintah.

Pembongkaran ini menjadi contoh penting bahwa hukum dan aturan harus ditegakkan tanpa pandang bulu, meskipun pelanggar adalah sebuah BUMD. Dedi Mulyadi menekankan bahwa meskipun Hibisc Fantasy Puncak dikelola oleh perusahaan milik pemerintah, tetap saja pelanggaran terhadap izin tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Salah satu alasan utama mengapa Hibisc Fantasy Puncak dibongkar adalah karena pelanggaran izin yang dilakukan oleh pihak pengelola. Awalnya, mereka hanya mendapatkan izin untuk mengelola lahan seluas 4.800 meter persegi, namun dalam praktiknya, pengelola memperluas lahan hingga mencapai 15.000 meter persegi.

Hal ini dilakukan tanpa izin yang sah, bahkan meluas hingga ke area pinggir sungai dan perkebunan teh milik PTPN. Pembongkaran ini dilakukan untuk mengembalikan lahan tersebut ke fungsi semula sebagai area hijau.

Dedi Mulyadi juga menjelaskan bahwa perluasan lahan yang dilakukan oleh Hibisc Fantasy Puncak menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banjir besar di Jakarta dan sekitarnya pada Maret 2025.

Keputusan untuk membongkar tempat wisata ini bukan hanya karena pelanggaran izin, tetapi juga dampak lingkungan yang ditimbulkan. Lahan bekas Hibisc Fantasy Puncak nantinya akan dikembalikan menjadi area hijau dan dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk mengurangi kerusakan lingkungan lebih lanjut.

Selain itu, keputusan pembongkaran juga berkaitan dengan komitmen pemerintah dalam menegakkan peraturan yang berlaku, terlepas dari status pengelola yang merupakan BUMD.

Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pengecualian dalam menjalankan aturan demi keberlanjutan lingkungan dan kepentingan masyarakat. Walaupun tempat wisata ini sempat populer dan menarik banyak pengunjung, dampak negatifnya terhadap lingkungan akhirnya membuatnya harus ditutup.

Sebelum pembongkaran, Hibisc Fantasy Puncak sudah menerima beberapa teguran dari pemerintah. Namun, pihak pengelola tetap melanjutkan operasional dengan alasan bahwa mereka telah mengantongi izin dasar meskipun dokumen lainnya belum lengkap.

Akhirnya, setelah evaluasi menyeluruh, pembongkaran dilakukan untuk menegakkan peraturan yang ada. Rencana setelah pembongkaran adalah mengembalikan kawasan ini ke fungsi ekologisnya dan mengurangi risiko kerusakan lingkungan akibat pembangunan yang tidak sesuai dengan regulasi.

Kini, setelah pembongkaran, banyak yang bertanya-tanya mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan.

Dedi Mulyadi menegaskan bahwa kerugian akibat pembongkaran bukan tanggung jawab Pemerintah Provinsi Jawa Barat, karena pengelolaannya melibatkan BUMD. Jadi, risiko ini sepenuhnya ditanggung oleh pihak pengelola dan pemilik modal.

Dengan pembongkaran ini, kawasan yang sebelumnya digunakan untuk hiburan akan dikembalikan ke fungsi ekologisnya. Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana untuk mengembalikan lahan tersebut menjadi hutan atau area hijau yang bermanfaat bagi lingkungan.

Ini menjadi langkah nyata untuk memperbaiki dampak yang telah ditimbulkan oleh pembangunan yang tidak sesuai aturan.

Sebagai kesimpulan, Hibisc Fantasy Puncak adalah sebuah contoh penting tentang bagaimana kepatuhan terhadap izin dan regulasi sangat penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.

Meskipun tempat wisata ini dikelola oleh BUMD, tetap saja pelanggaran izin harus dihadapi dengan tindakan tegas demi kepentingan masyarakat dan kelestarian alam.(amp)