Semakin Langka! Inilah Kelompok yang Diperbolehkan untuk Membeli Gas Elpiji 3 Kg

Pada Saat Ini Gas Elpiji 3 kg Menjadi Susah Dicari pada Pasaran
Gas elpiji 3 kg yang sering disebut sebagai “gas melon” kini semakin sulit didapatkan di pasaran. Pemerintah mulai memperketat distribusi dan pembelian gas subsidi ini agar lebih tepat sasaran.
Kebijakan terbaru membuat hanya kelompok tertentu yang diperbolehkan untuk bisa membeli gas elpiji 3 kg.
Langkah ini diambil untuk menghindari penyalahgunaan subsidi dan memastikan hanya masyarakat yang benar-benar membutuhkan yang bisa mengaksesnya.
Lantas, siapa saja kelompok yang masih bisa membeli gas elpiji 3 kg? Simak informasi lengkapnya berikut ini:

Gas Elpiji 3 kg yang Saat Ini Menjadi Langka
Regulasi Baru: Gas Elpiji 3 Kg Hanya untuk Masyarakat Miskin dan Usaha Mikro
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta PT Pertamina (Persero) telah mengeluarkan kebijakan terbaru mengenai distribusi gas elpiji 3 kg.
Peraturan ini bertujuan untuk membatasi konsumsi gas melon agar hanya digunakan oleh masyarakat yang berhak.
Mulai tahun 2024, pembelian gas elpiji 3 kg hanya boleh dilakukan oleh kelompok tertentu yang sudah terdaftar dalam sistem distribusi berbasis data.
Langkah ini dilakukan untuk mencegah orang-orang yang sebenarnya mampu tetapi masih ikut membeli gas bersubsidi.
Berikut kelompok yang masih diperbolehkan membeli gas elpiji 3 kg:
1. Rumah Tangga Miskin yang Terdaftar dalam DTKS
Rumah tangga miskin yang masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Kementerian Sosial masih diperbolehkan membeli gas elpiji 3 kg.
DTKS adalah basis data yang mencatat masyarakat dengan ekonomi rendah yang berhak mendapatkan bantuan sosial.
Mereka yang masuk dalam daftar ini harus melakukan pendaftaran di pangkalan resmi dan menunjukkan Kartu Identitas (KTP) atau Kartu Keluarga (KK) saat membeli gas elpiji.
Dengan sistem ini, hanya masyarakat yang benar-benar membutuhkan yang bisa membeli gas bersubsidi.
2. Pelaku Usaha Mikro yang Memenuhi Syarat
Selain rumah tangga miskin, kelompok yang masih boleh membeli gas elpiji 3 kg adalah pelaku usaha mikro yang memenuhi syarat. Kriteria usaha mikro yang diperbolehkan membeli gas melon adalah:
- Memiliki omzet usaha di bawah Rp 500 juta per tahun.
- Menggunakan gas elpiji 3 kg sebagai bahan bakar utama dalam usahanya.
- Terdaftar dalam sistem pendataan dan memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB).
Beberapa contoh usaha mikro yang masih bisa menggunakan gas elpiji 3 kg adalah pedagang gorengan, penjual nasi uduk, usaha katering kecil, serta warung makan skala rumahan.
3. Nelayan Kecil yang Menggunakan Gas Elpiji untuk Mesin Kapal
Nelayan kecil yang menggunakan mesin kapal berbasis gas elpiji juga diperbolehkan membeli gas 3 kg.
Namun, mereka harus memiliki kartu nelayan dan terdaftar di sistem pendataan nelayan yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Penggunaan gas elpiji bagi nelayan kecil diharapkan bisa menghemat biaya operasional mereka dibandingkan menggunakan bahan bakar minyak (BBM) konvensional.
4. Petani dan Peternak Kecil
Kelompok lain yang juga masih boleh membeli gas elpiji 3 kg adalah petani dan peternak kecil yang menggunakan gas untuk kebutuhan operasional usaha mereka, seperti:
- Petani yang menggunakan gas elpiji untuk pompa air di sawah.
- Peternak kecil yang memakai gas untuk pemanas kandang unggas.
Namun, petani dan peternak ini harus terdaftar dalam kelompok tani dan memiliki bukti usaha yang valid.
Cara Membeli Gas Elpiji 3 Kg dengan Sistem Baru
Untuk memastikan distribusi lebih terkontrol, kini pembelian gas elpiji 3 kg wajib menggunakan KTP dan terdaftar dalam sistem digital. Berikut prosedurnya:
- Pendaftaran dalam Sistem Subsidi Tepat
- Masyarakat yang berhak harus mendaftar melalui pangkalan resmi atau aplikasi Pertamina.
- Data diri akan dicocokkan dengan DTKS, database UMKM, atau data nelayan dan petani.
- Pembelian dengan KTP
- Saat membeli gas 3 kg di pangkalan resmi, pembeli harus menunjukkan KTP atau KK.
- Data akan dicatat secara digital untuk menghindari pembelian berulang oleh kelompok yang tidak berhak.
Batasan Kuota Pembelian
- Rumah tangga miskin maksimal boleh membeli 3 tabung per bulan.
- Usaha mikro mendapatkan kuota lebih besar, sekitar 10-15 tabung per bulan, tergantung kebutuhan usaha.
Sanksi bagi Penyalahgunaan Gas Elpiji 3 Kg
Pemerintah juga memberikan sanksi tegas bagi masyarakat atau pelaku usaha yang menyalahgunakan gas elpiji subsidi ini. Beberapa larangan yang harus diperhatikan:
- Orang kaya dilarang membeli gas elpiji 3 kg. Jika terbukti melanggar, mereka bisa dikenakan sanksi administratif hingga pencabutan hak subsidi lainnya.
- Restoran besar dan bisnis menengah ke atas tidak boleh menggunakan gas elpiji 3 kg. Jika melanggar, usaha mereka bisa dikenakan denda atau pencabutan izin usaha.
- Pangkalan yang menjual gas elpiji 3 kg di atas harga eceran tertinggi (HET) bisa dikenakan sanksi pencabutan izin usaha.
Dampak Kebijakan Baru: Gas Melon Lebih Tepat Sasaran?
Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan gas elpiji 3 kg bisa lebih tepat sasaran dan tidak lagi disalahgunakan oleh kelompok yang tidak berhak. Namun, ada beberapa tantangan yang mungkin dihadapi, seperti:
- Masyarakat miskin yang belum terdaftar di DTKS – Mereka bisa kesulitan mendapatkan gas elpiji jika belum memiliki akses ke sistem pendataan.
- Kurangnya sosialisasi di daerah terpencil – Masih banyak masyarakat yang belum mengetahui mekanisme baru ini.
- Pengawasan di lapangan yang harus lebih ketat – Agar tidak ada oknum yang menyalahgunakan sistem, pengawasan dari pemerintah dan aparat harus lebih aktif.
Gas elpiji 3 kg kini semakin langka bagi kelompok yang tidak berhak. Kebijakan terbaru menegaskan bahwa hanya rumah tangga miskin, pelaku usaha mikro, nelayan kecil, serta petani dan peternak kecil yang boleh membeli gas subsidi ini.
Dengan sistem pendataan berbasis KTP dan kuota pembelian yang terbatas, pemerintah berharap subsidi ini bisa lebih tepat sasaran.
Jika Anda termasuk kelompok yang berhak, pastikan untuk segera mendaftar dalam sistem pendataan agar tetap bisa mendapatkan gas elpiji 3 kg sesuai aturan yang berlaku.
Jangan sampai terlambat, karena kebijakan ini mulai diterapkan secara ketat di seluruh Indonesia! (ctr)