Rupiah Sentuh Rekor Terendah: Pakar Peringatkan Dampak Serius bagi Ekonomi

Rupiah Sentuh Rekor Terendah: Pakar Peringatkan Dampak Serius bagi Ekonomi
Mata uang rupiah kembali menjadi sorotan setelah mengalami tekanan signifikan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Melemahnya nilai tukar rupiah dipicu oleh dinamika ekonomi global yang kian tak menentu, termasuk kebijakan tarif impor baru yang diberlakukan oleh Amerika Serikat dan respons dari negara-negara mitra dagangnya, seperti Cina.
Pada Selasa, 8 April 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menyentuh titik terendah dalam lima tahun terakhir, yang memicu kekhawatiran para pakar ekonomi terhadap dampaknya terhadap stabilitas ekonomi nasional.
Efek Domino Tarif Impor Amerika
Kebijakan baru Presiden AS Donald Trump, yang menetapkan tarif impor 10 persen terhadap semua negara dan tarif tambahan resiprokal terhadap negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS, menjadi pemicu utama gejolak pasar mata uang global.
Indonesia sendiri dikenakan tarif resiprokal sebesar 32 persen, jauh di atas rata-rata dan hanya sedikit lebih rendah dari tarif terhadap Cina yang mencapai 34 persen.
Langkah ini langsung memicu kekhawatiran pelaku pasar di berbagai negara, termasuk Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa kebijakan tarif AS memperbesar kemungkinan resesi global.
Ia menambahkan bahwa ketidakpastian ekonomi global semakin meningkat akibat perang dagang yang bereskalasi dan kebijakan proteksionis negara-negara besar.
“Probability resesi meningkat,” ujar Airlangga dalam pertemuan silaturahmi ekonomi bersama Presiden Prabowo Subianto dan sejumlah kementerian serta lembaga di Jakarta.
Ia menyebut bahwa gejolak pasar uang global dan pelemahan mata uang negara-negara berkembang menjadi bukti bahwa dunia sedang berada dalam kondisi yang “tidak baik-baik saja.”
Rupiah Tertekan

Rupiah Sentuh Rekor Terendah
Nilai tukar rupiah yang menembus angka psikologis Rp17.000 per dolar AS memunculkan kekhawatiran akan efek lanjutan terhadap inflasi dan daya beli masyarakat.
Menurut data Bank Indonesia, nilai tukar rupiah sempat menyentuh Rp17.230 per dolar AS pada perdagangan pagi hari sebelum ditutup sedikit menguat menjelang sore hari.
Pelemahan ini tidak hanya berdampak pada perdagangan internasional, tetapi juga memberikan tekanan pada sektor riil, terutama pelaku usaha yang bergantung pada bahan baku impor.
Biaya produksi akan meningkat, dan hal ini bisa mendorong naiknya harga barang dan jasa di dalam negeri.
Pakar Ekonomi: Risiko Serius bagi Perekonomian Nasional
Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Dr. Lestari Wibowo, menegaskan bahwa pelemahan rupiah bisa berdampak sistemik jika tidak ditangani secara cermat.
“Kondisi ini bisa menyebabkan imported inflation, di mana harga barang-barang impor naik karena nilai tukar yang melemah. Ini akan menggerus daya beli masyarakat, apalagi menjelang Lebaran di mana konsumsi rumah tangga biasanya meningkat,” ujar Lestari.
Ia juga memperingatkan bahwa sektor utang luar negeri Indonesia—baik pemerintah maupun swasta—bisa mengalami tekanan berat.
“Jika rupiah terus melemah, maka pembayaran utang dalam dolar akan semakin mahal. Ini bisa memicu tekanan pada APBN dan neraca pembayaran nasional,” tambahnya.
Reaksi Pasar dan Dunia Usaha
Pasar saham Indonesia sempat mengalami tekanan, meski sempat rebound tipis. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka negatif, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia.
Banyak korporasi memilih untuk menahan ekspansi atau investasi baru, sembari menunggu arah kebijakan ekonomi global menjadi lebih jelas.
Pelaku industri manufaktur juga mengaku was-was. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani, mengatakan bahwa tekanan terhadap rupiah bisa membuat biaya operasional membengkak.
“Bahan baku yang dibeli dalam dolar akan menjadi lebih mahal. Jika tidak diimbangi dengan efisiensi produksi atau kebijakan fiskal yang mendukung, maka pelaku industri bisa mengalami kontraksi,” tegasnya.
Respons Pemerintah dan Bank Indonesia
Pemerintah Indonesia sejauh ini terus memantau perkembangan nilai tukar dan menyusun langkah-langkah mitigasi.
Bank Indonesia dikabarkan mulai melakukan intervensi di pasar valas untuk menjaga stabilitas rupiah dan mencegah kepanikan pasar.
Selain itu, BI juga menyiapkan bauran kebijakan moneter, termasuk opsi menaikkan suku bunga acuan jika tekanan terhadap inflasi semakin kuat.
Presiden Prabowo Subianto disebut telah menggelar rapat terbatas membahas langkah darurat untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Beberapa opsi yang dipertimbangkan meliputi stimulus fiskal, insentif untuk pelaku usaha, hingga memperkuat ketahanan pangan dan energi agar ketergantungan terhadap impor bisa ditekan.
Suara dari Internasional: Singapura Ikut Angkat Bicara
Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, juga menyatakan kekhawatirannya terhadap kebijakan tarif baru AS.
Ia menilai bahwa langkah tersebut dapat memicu ketegangan perdagangan seperti era 1930-an, yang pada akhirnya berujung pada konflik bersenjata dan Perang Dunia II.
“Tidak ada yang bisa mengatakan bagaimana situasi saat ini akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun mendatang,” kata Wong.
Ia memperingatkan bahwa norma-norma internasional bisa terkikis dan semakin banyak negara akan bertindak berdasarkan kepentingan pribadi sempit.
Melemahnya rupiah hingga menyentuh rekor terendah bukan sekadar sinyal krisis mata uang biasa.
Ini adalah pertanda bahwa Indonesia, bersama negara-negara berkembang lainnya, harus mempersiapkan diri menghadapi tekanan global yang lebih besar.
Ketidakpastian ekonomi, perang dagang, dan gejolak geopolitik menuntut respons cepat, terkoordinasi, dan strategis dari seluruh pemangku kebijakan.
Langkah jangka pendek seperti intervensi pasar valas perlu dibarengi dengan strategi jangka panjang berupa penguatan industri domestik, peningkatan ekspor, dan pengurangan ketergantungan terhadap impor.
Saatnya bagi Indonesia untuk memperkuat fondasi ekonominya agar tahan terhadap badai global yang kini mulai menggulung satu per satu negara di dunia.(taa)