Risiko Gagal Bayar Akibat PHK Meningkat, Begini Respon OJK

Ojk mengingatkan perusahaan pembiayaan dan fintech lending untuk waspada terhadap risiko gagal bayar akibat meningkatnya kasus phk

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan peringatan serius kepada seluruh perusahaan pembiayaan serta platform fintech peer to peer (P2P) lending agar lebih waspada terhadap potensi meningkatnya risiko gagal bayar.

Peringatan ini muncul di tengah maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi secara luas dan terus berlangsung dalam beberapa bulan terakhir.

Agusman, selaku Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, menekankan pentingnya peningkatan kehati-hatian dalam operasional lembaga pembiayaan.

Menurutnya, peningkatan strategi mitigasi risiko sangat diperlukan guna menghadapi ketidakpastian ekonomi yang kini semakin terasa.

“Maraknya PHK akan terus dicermati dampaknya terhadap multifinance dan Pindar. Perusahaan didorong untuk terus memperhatikan aspek kehati-hatian, memiliki manajemen risiko yang memadai dan melakukan inovasi secara berkelanjutan untuk menekan meningkatnya risiko gagal bayar di tengah dinamika perekonomian domestik dan global,” ujar Agusman dalam pernyataan tertulis pada Senin (19/5/2025).

Kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil membuat sektor pembiayaan dan fintech harus lebih adaptif dalam mengelola risiko, terutama yang berkaitan dengan kemampuan bayar nasabah yang terdampak PHK.

Situasi ini menuntut perusahaan untuk tidak hanya mempertahankan kelangsungan operasional, tetapi juga mengedepankan tata kelola yang bertanggung jawab.

Agusman menyatakan bahwa hingga saat ini, secara umum profil risiko industri pembiayaan dan fintech lending masih berada dalam batas yang terkendali. Per Maret 2025, OJK mencatat rasio pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) gross di sektor multifinance menurun menjadi 2,71%. Sementara itu, tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) pada industri fintech lending tercatat tetap stabil di angka 2,77%.

“OJK terus melakukan monitoring terhadap tingkat risiko kredit bermasalah,” tutur Agusman.

Meskipun data tersebut menunjukkan perbaikan, OJK tidak mengendurkan pengawasan. Penguatan fungsi monitoring terhadap perkembangan risiko di sektor keuangan terus dilakukan secara intensif agar lembaga pembiayaan tidak lengah terhadap potensi gejolak yang bisa timbul kapan saja.

Menurut agusman, meski terdapat tekanan, industri fintech lending atau pindar masih memiliki peluang tumbuh secara positif.

Menurut Agusman, meski terdapat tekanan, industri fintech lending atau Pindar masih memiliki peluang tumbuh secara positif.

Dalam konteks ini, OJK juga mengamati dengan saksama dampak perlambatan ekonomi nasional pada kuartal pertama 2025 terhadap sektor pembiayaan digital. Menurut Agusman, meski terdapat tekanan, industri fintech lending atau Pindar masih memiliki peluang tumbuh secara positif. Hal ini didukung oleh kemampuan adaptasi tinggi serta digitalisasi sistem yang semakin matang.

“Dampak dari perlambatan ekonomi nasional pada kuartal I-2025 terhadap industri Pindar akan terus dicermati, namun fleksibilitas, digitalisasi dan fokus pada segmen underserved membuat Pindar tetap berpotensi tumbuh positif pada kuartal mendatang, khususnya dalam pembiayaan jangka pendek dan UMKM. OJK akan terus mengawasi agar pertumbuhan Pindar berlangsung sehat dan berkelanjutan,” terang Agusman.

Fintech lending dinilai memiliki ketahanan yang lebih kuat dalam menghadapi tekanan ekonomi berkat model bisnis yang lebih lincah serta penggunaan teknologi yang efisien.

Perusahaan P2P lending juga dinilai mampu menjangkau sektor-sektor yang belum banyak terlayani oleh lembaga keuangan konvensional, seperti pelaku UMKM dan masyarakat di daerah yang jauh dari akses perbankan.

Dalam lanskap digital yang kian kompetitif, inovasi menjadi elemen krusial bagi kelangsungan usaha di sektor fintech. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku konsumen dan kondisi ekonomi yang dinamis akan menentukan arah pertumbuhan ke depan.

Di sisi lain, OJK tetap mendorong perusahaan untuk tidak hanya fokus pada pertumbuhan semata, tetapi juga menjaga kualitas kredit dan menjaga kepercayaan pengguna. Stabilitas sektor pembiayaan menjadi kunci penting untuk menjaga ekosistem keuangan nasional agar tetap kokoh dan inklusif.

Dengan situasi PHK yang masih membayangi, risiko gagal bayar diprediksi masih bisa meningkat. Oleh karena itu, perusahaan pembiayaan dan fintech lending diimbau terus memperkuat manajemen risiko secara menyeluruh, termasuk dalam proses analisis kelayakan kredit dan sistem penagihan yang etis.

OJK juga terus berperan aktif memberikan arahan regulatif dan pengawasan agar industri pembiayaan dapat tetap tumbuh secara sehat, berkelanjutan, serta tidak menjadi sumber kerentanan baru dalam sistem keuangan nasional.

Langkah penguatan ini merupakan bagian dari komitmen OJK untuk menjaga stabilitas ekonomi, terutama di tengah tekanan global dan dinamika domestik yang sedang berlangsung.

Dalam hal ini, sinergi antara regulator dan pelaku industri menjadi fondasi utama untuk menciptakan sektor pembiayaan yang tangguh dan bertanggung jawab. (WAN)