Categories: Internasional

RI Diserang Tarif Trump, Bahlil Siapkan Jurus Tambah Impor ESDM Rp 235 Triliun

Pemerintah Indonesia tengah bersiap menghadapi kebijakan ekonomi agresif dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang kembali menjabat pada 2025.

Salah satu langkah konkret yang diambil sebagai respons atas kebijakan tarif impor sebesar 32 persen terhadap produk-produk dari Indonesia adalah dengan meningkatkan nilai impor dari Amerika Serikat, khususnya di sektor energi dan sumber daya mineral (ESDM).

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa Indonesia siap mengalihkan strategi dagangnya dengan meningkatkan pembelian produk-produk ESDM dari AS, seperti gas alam cair (LPG) dan minyak mentah (crude oil).

Total nilai impor tambahan yang direncanakan mencapai USD 10 hingga 14 miliar atau setara dengan Rp 168 triliun hingga Rp 235 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.814 per dolar AS).

Langkah ini menjadi salah satu bentuk penyesuaian pemerintah terhadap tekanan tarif tinggi dari AS, yang menargetkan Indonesia karena memiliki surplus neraca perdagangan terhadap negeri Paman Sam.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2024 Indonesia mencatatkan surplus perdagangan terhadap AS sebesar USD 14,6 miliar.

Hal inilah yang disebut menjadi pemicu utama keputusan Trump mengenakan bea masuk yang tinggi.

Strategi Negosiasi Ala Bahlil

Bahlil Lahadalia paparkan strategi dagang baru: tambah impor sektor ESDM dan tawarkan kerja sama mineral kritis sebagai respons atas tarif tinggi dari AS.

Menurut Bahlil, pendekatan yang dilakukan Indonesia tidak melulu bersifat konfrontatif.

Ia menjelaskan bahwa kebijakan Trump, meskipun terkesan provokatif, sesungguhnya adalah manuver bisnis yang lazim dilakukan oleh para pengusaha.

Trump dikenal luas sebagai tokoh yang berlatar belakang bisnis, sehingga strategi tekanan seperti ini dinilai sebagai taktik untuk membuka ruang negosiasi.

“Dia (Trump) buat dulu gerakan, lalu suruh orang kompromi. Ini menurut saya biasa saja, jangan dianggap terlalu serius seolah dunia ini mau kiamat,” ujar Bahlil dalam acara Halal bi Halal Partai Golkar, Rabu (16/4).

Ia menegaskan bahwa pemerintah Indonesia tidak akan terpancing oleh retorika keras Trump.

Sebaliknya, Bahlil melihat ini sebagai peluang untuk memikirkan ulang struktur perdagangan Indonesia dan membangun posisi yang lebih strategis dalam hubungan bilateral dengan AS.

Menawarkan Kerja Sama Mineral Kritis

Selain peningkatan impor sektor ESDM, Bahlil juga mengungkap bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan untuk menawarkan kerja sama dalam pengelolaan mineral kritis sebagai bagian dari strategi negosiasi dagang dengan AS.

Mineral kritis, seperti nikel, kobalt, dan tembaga, menjadi komoditas penting dalam industri kendaraan listrik (EV) dan teknologi tinggi, yang sangat dibutuhkan oleh AS.

Meski belum memberikan rincian teknis terkait bentuk kerja samanya, Bahlil menilai bahwa Indonesia memiliki posisi tawar yang tinggi di bidang ini.

Pasalnya, Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia—bahan utama dalam pembuatan baterai kendaraan listrik.

“Saya katakan itu bukan hal yang harus dikonsensuskan, tapi kita harus membuka diri untuk semua negara, termasuk Amerika. Kita senang bisa membawa mineral kritis sebagai bagian dari kerja sama bilateral,” jelasnya.

Membuka Ruang Kompromi Tanpa Mengorbankan Kepentingan Nasional

Pendekatan yang diambil pemerintah sejauh ini lebih menekankan pada penciptaan ruang kompromi dan dialog, bukan sekadar respons emosional terhadap tarif tinggi dari AS.

Bahlil menyebut bahwa negosiasi ini akan tetap berpijak pada kepentingan nasional dan tidak boleh merugikan posisi Indonesia dalam jangka panjang.

Ia menekankan bahwa impor produk dari AS, terutama sektor ESDM, tidak akan dilakukan secara serampangan.

Pemerintah akan memastikan bahwa langkah ini memiliki nilai tambah strategis bagi Indonesia, baik dalam hal pasokan energi maupun stabilitas harga komoditas dalam negeri.

Menghindari Dampak Ekonomi Jangka Panjang

Salah satu tujuan dari strategi ini adalah menjaga stabilitas perdagangan dan mencegah konflik dagang yang berkepanjangan.

Jika tidak ditangani dengan tepat, perang dagang antara Indonesia dan AS bisa berdampak langsung pada pelaku industri ekspor nasional, terutama di sektor tekstil, furnitur, dan produk manufaktur lainnya yang selama ini banyak masuk ke pasar Amerika.

Langkah Bahlil juga dinilai sebagai upaya untuk menghindari pembalasan dagang yang lebih luas.

Dengan mengurangi surplus perdagangan secara bertahap melalui peningkatan impor, diharapkan AS akan melonggarkan kembali tarif atau bahkan mencabutnya secara bertahap.

Daya Saing dan Posisi Global Indonesia

Di sisi lain, Indonesia juga tengah membangun posisi strategis dalam rantai pasok global, khususnya di sektor pertambangan dan energi.

Dengan menjadikan mineral kritis sebagai alat negosiasi, Indonesia bisa meningkatkan daya tawar dalam forum-forum ekonomi internasional dan memperkuat peran dalam transisi energi global.

Menurut sejumlah pengamat ekonomi, strategi Bahlil ini bisa memberikan dua keuntungan sekaligus: meredam tensi dagang dengan AS dan memperluas pasar bagi produk-produk unggulan Indonesia, terutama di sektor energi dan mineral.

Namun tentu saja, langkah ini harus dibarengi dengan pengawasan ketat agar tidak justru merugikan produsen dan konsumen dalam negeri.

Menjaga Keseimbangan Hubungan Dagang

Kebijakan Trump dalam mengenakan tarif tinggi bukanlah hal baru.

Sebelumnya, dalam periode kepresidenan pertamanya (2016–2020), Trump juga pernah memicu perang dagang besar dengan China yang berujung pada ketegangan global.

Maka dari itu, Indonesia perlu menanggapi isu ini dengan kepala dingin dan strategi matang.

Pemerintah Indonesia, melalui kementerian terkait, termasuk Kementerian ESDM dan Kementerian Perdagangan, diharapkan bisa terus menjaga keseimbangan hubungan dagang agar tidak terlalu bergantung pada satu negara.

Diversifikasi pasar ekspor dan penguatan industri dalam negeri menjadi kunci untuk menghadapi tekanan global seperti ini.

Ketika Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump kembali mengobarkan kebijakan tarif impor yang agresif, Indonesia memilih untuk menempuh jalur kompromi strategis.

Dengan meningkatkan impor dari sektor ESDM dan membuka peluang kerja sama mineral kritis, Indonesia menunjukkan fleksibilitas tanpa kehilangan arah kebijakan nasional.

Langkah ini sekaligus mempertegas bahwa diplomasi dagang bukan soal kalah atau menang, melainkan soal mencari titik temu yang saling menguntungkan.(vip)