Kaesang Pangarep memilih diam ketika ditanya soal gugatan mobil Esemka yang melibatkan ayahnya, Presiden Jokowi, dalam kunjungannya ke Salatiga.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Kaesang Pangarep, akhirnya angkat bicara—atau lebih tepatnya, memilih untuk tidak bicara—soal gugatan hukum yang menyeret nama sang ayah, Presiden Joko Widodo (Jokowi), terkait mobil Esemka.
Saat melakukan kunjungan ke Rumah Dinas Wali Kota Salatiga pada Kamis (10/4/2025), Kaesang mendapat pertanyaan dari awak media mengenai gugatan tersebut.
Namun, alih-alih menjawab, putra bungsu Jokowi itu hanya merespons dengan gestur menangkupkan tangan di depan dada dan langsung berpamitan.
Reaksi Kaesang yang memilih diam ini tentu mengundang sorotan, apalagi isu gugatan mobil Esemka sedang hangat dibicarakan publik.
Sementara sebagian orang menganggap sikap Kaesang sebagai bentuk kehati-hatian, sebagian lainnya menilai diamnya Kaesang menambah spekulasi mengenai potensi dampak politik terhadap keluarga Jokowi.
Pengadilan Negeri Solo telah resmi mendaftarkan gugatan wanprestasi terkait mobil Esemka yang menyasar Jokowi, Ma’ruf Amin, dan PT SMK.
Kasus yang memicu keheningan Kaesang ini bermula dari gugatan hukum yang dilayangkan oleh seorang warga Solo, Aufaa Luqmana Re A. Ia merupakan anak dari aktivis Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman.
Gugatan yang diajukan bukan hanya menyasar PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK) sebagai produsen mobil Esemka, namun juga langsung menyertakan nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagai tergugat.
Menurut informasi yang disampaikan Humas Pengadilan Negeri (PN) Solo, Bambang Aryanto, gugatan tersebut telah resmi didaftarkan pada Rabu (9/4/2025) dan teregistrasi dengan nomor perkara 96/Pdt.G/2025/PN Skt.
Gugatan ini dikualifikasikan sebagai perkara wanprestasi atau ingkar janji.
“Benar, gugatan masuk kemarin hari Rabu. Nomor perkaranya 96/Pdt G/2025/PN Skt. Gugatan wanprestasi yang diajukan oleh Aufaa Luqmana Re A terhadap tiga tergugat, yakni Presiden Jokowi, Wapres Ma’ruf Amin, dan PT SMK,” jelas Bambang saat ditemui di kantor PN Solo.
Inti gugatan yang diajukan Aufaa adalah dugaan wanprestasi terkait janji produksi massal mobil Esemka.
Sebagaimana diketahui, mobil Esemka sempat menjadi sorotan publik sejak awal kemunculannya yang penuh harapan sebagai simbol kebangkitan industri otomotif nasional.
Namun, hingga kini mobil tersebut belum menunjukkan hasil nyata dalam bentuk produksi massal dan distribusi luas ke pasar.
Menurut Aufaa, janji-janji yang dulu sempat dikampanyekan oleh Jokowi saat menjabat sebagai Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden RI terkait mobil Esemka, tidak terealisasi.
Ia menilai bahwa masyarakat telah dibuat berharap terhadap mobil karya anak bangsa, namun yang terjadi justru kekecewaan.
Kuasa hukum penggugat, Arif Sahudi dan tim, menyatakan bahwa klien mereka menuntut kejelasan dan tanggung jawab moral serta hukum dari pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas mandeknya proyek mobil Esemka.
Pengadilan Negeri Solo telah membentuk majelis hakim untuk menangani perkara ini.
Tiga hakim yang ditunjuk adalah Putu Gede Hariadi selaku ketua majelis, dan dua anggota yaitu Subagyo dan Joko Waluyo.
Majelis ini akan memimpin proses persidangan yang rencananya dimulai pada Kamis, 24 April 2025.
“Penetapan hari sidang pertama sudah dilakukan, yaitu tanggal 24 April. Ini merupakan pemanggilan pertama terhadap pihak-pihak tergugat dan penggugat,” tambah Bambang.
Sidang nantinya bersifat terbuka untuk umum, memungkinkan publik dan media mengawal langsung prosesnya.
Meski demikian, kehadiran para tergugat, khususnya Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin, masih menjadi tanda tanya.
Menurut Bambang, tergugat secara hukum memang wajib hadir, namun dalam praktiknya masih dimungkinkan untuk diwakilkan oleh kuasa hukum masing-masing.
Kasus ini menjadi menarik bukan hanya karena menyeret nama besar Presiden dan Wakil Presiden, tetapi juga karena menggugah kembali wacana tentang transparansi janji politik.
Mobil Esemka yang dulu sempat digadang-gadang sebagai kebanggaan Indonesia, kini justru menjadi subjek gugatan perdata.
Beberapa pengamat politik menyebut, meskipun gugatan ini tergolong kecil secara substansi hukum, dampaknya bisa cukup signifikan dalam mempengaruhi persepsi publik, terutama menjelang masa transisi kepemimpinan nasional.
Isu ini juga menjadi ujian moral bagi para elite politik dalam mempertanggungjawabkan janji-janji mereka kepada rakyat.
Sementara itu, Kaesang yang kini terjun ke dunia politik dengan menjadi ketua umum PSI, tentu tak bisa lepas dari sorotan ketika ada isu yang menyangkut ayahnya.
Meski memilih untuk tidak berkomentar, sikapnya tetap menjadi berita. Publik tentu menunggu bagaimana PSI dan tokoh-tokoh muda lainnya akan menyikapi gugatan ini.
Perkara gugatan mobil Esemka ini menjadi satu dari sekian banyak dinamika hukum dan politik yang sedang bergulir di Indonesia.
Terlepas dari hasil persidangan nantinya, kasus ini menunjukkan bahwa masyarakat kini semakin kritis terhadap janji politik, dan berani menggunakan jalur hukum sebagai sarana untuk mencari keadilan.
Apakah gugatan ini akan menjadi awal dari babak baru pengawasan publik terhadap proyek-proyek pemerintah?
Ataukah hanya akan berakhir sebagai isu yang menguap seiring waktu? Waktu yang akan menjawabnya.(vip)