Razman Nasution Tolak Minta Maaf ke Hotman Paris Usai Kericuhan di Persidangan

Razman Tolak Minta Maaf

Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Bersatu menggelar sidang etik buntut insiden dalam persidangan antara advokat Razman Nasution dan pengacara senior Hotman Paris.

Insiden yang terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara itu berujung pada teguran keras bagi Razman Nasution dari organisasi advokat tempatnya bernaung.

Dalam sidang etik tersebut, Peradi Bersatu menjatuhkan teguran lisan dan tertulis kepada Razman Nasution.

Selain itu, mereka juga menghimbau agar Razman menyampaikan permintaan maaf secara tertulis kepada lembaga terkait, termasuk Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, atas tindakan yang dinilai mencoreng etika profesi advokat.

“Menyampaikan permintaan maaf secara tertulis kepada pengadilan, penegak hukum lainnya, dan masyarakat,” ujar Ketua Umum Peradi Bersatu, Zevrijn Boy Kanu, dalam konferensi pers di kantor Peradi Bersatu di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Tangerang, Jumat (14/2/2025).

Meski mendapatkan sanksi tersebut, Razman mengaku menerima keputusan itu dengan sikap legowo. Ia berjanji akan menjaga marwah profesinya sebagai advokat dan berusaha lebih etis dalam menjalankan tugasnya di persidangan.

“Saya akan menerima dengan ikhlas, tulus, legowo keputusan ini. Jadi kami akan mem-follow-up. Kami akan melakukan tindakan yang lebih bermartabat, bermarwah, beretika di ruang persidangan,” kata Razman Nasution.

Namun, ketika ditanya apakah dirinya juga akan meminta maaf kepada Hotman Paris, Razman dengan tegas menolak.

“Gak perlu, kenapa urusan saya sama Hotman? Dia kan pelapor. Ya sudah, dia datang saja di persidangan,” tegas Razman.

“Kalau kepada Hotman, saya mana ada minta maaf,” tambahnya.

Razman Ogah Minta Maaf

Razman Nasution mendapat teguran keras dari Peradi Bersatu usai insiden ricuh dengan Hotman Paris di persidangan.

Sebagai informasi, kericuhan terjadi dalam persidangan kasus dugaan pencemaran nama baik yang menyeret nama Razman Nasution sebagai terdakwa.

Sidang yang digelar di PN Jakarta Utara pada 6 Februari 2025 lalu itu sempat diwarnai ketegangan setelah majelis hakim memutuskan untuk menggelar sidang secara tertutup.

Keputusan itu mendapat penolakan keras dari pihak Razman, yang bersikeras agar persidangan dilakukan secara terbuka.

Penolakan tersebut kemudian berujung pada ketegangan di ruang sidang. Razman Nasution terlihat emosional dan bahkan nyaris adu jotos dengan Hotman Paris, yang hadir sebagai saksi dalam persidangan tersebut.

Situasi semakin panas ketika Razman berusaha mendekati Hotman yang tengah duduk di kursi saksi, hingga sempat terjadi kontak fisik.

Tim pengacara yang mendampingi Razman pun ikut bereaksi dengan berteriak dan menaikkan tensi persidangan.

Akibat insiden tersebut, majelis hakim memutuskan untuk menunda jalannya persidangan dan memanggil petugas keamanan guna mengendalikan situasi.

Kejadian ini pun menjadi sorotan publik dan menimbulkan perdebatan terkait etika advokat di ruang sidang.

Tak hanya itu, insiden ini juga berimbas pada status profesi Razman Nasution sebagai advokat.

Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Ambon, Aroziduhu Waruru, mengeluarkan penetapan nomor 44/KPT.W27-U/HM.1.1.1/II/2025 tentang pembekuan Berita Acara Sumpah Advokat atas nama Razman Arif Nasution pada Selasa (11/2/2025).

Dengan adanya keputusan tersebut, Razman Nasution tidak lagi dapat menjalankan profesinya sebagai pengacara. Artinya, ia kehilangan hak untuk beracara di pengadilan hingga statusnya sebagai advokat dipulihkan.

Keputusan ini juga mencerminkan ketegasan lembaga peradilan dalam menegakkan disiplin di dalam persidangan.

Mahkamah Agung (MA) melalui juru bicaranya, Yanto, menegaskan bahwa tindakan tegas perlu dilakukan demi menjaga integritas peradilan.

“Hakim harus tetap teguh dan konsisten dalam memimpin sidang, berpedoman pada hukum acara dan pedoman teknis judicial. Tidak boleh goyah terhadap ancaman atau intimidasi dari siapa pun,” ujar Yanto.

Pihaknya juga meminta seluruh elemen peradilan untuk selalu berkoordinasi dengan kepolisian guna memastikan keamanan persidangan, terutama dalam kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan ketegangan.

Sementara itu, Hotman Paris yang menjadi pelapor dalam kasus ini memilih untuk tidak terlalu menanggapi sikap Razman yang enggan meminta maaf kepadanya.

Hotman menilai, keputusan hukum yang telah berjalan sudah cukup untuk membuktikan siapa yang benar dan siapa yang bersalah dalam kasus ini.

“Biar hukum yang bicara. Saya sudah cukup melihat bagaimana kasus ini berjalan dan saya yakin keadilan akan ditegakkan,” kata Hotman dalam sebuah wawancara.

Terkait nasib Razman Nasution ke depan, belum ada kepastian apakah ia akan mengajukan banding terhadap keputusan pembekuan sumpah advokatnya atau mengambil langkah hukum lain guna memulihkan statusnya.

Namun, dengan sanksi yang telah dijatuhkan, masa depan kariernya sebagai pengacara kini dipertanyakan.

Insiden ini menjadi pengingat penting bagi para praktisi hukum bahwa menjaga etika dan profesionalisme dalam menjalankan profesi adalah hal yang tidak bisa ditawar.

Dalam dunia peradilan, tindakan emosional yang tidak terkendali bisa berujung pada konsekuensi serius, termasuk kehilangan hak untuk menjalankan profesinya sendiri.

Lebih lanjut, kasus ini juga memunculkan diskusi di kalangan akademisi dan praktisi hukum mengenai batasan antara pembelaan klien dan etika profesional di dalam persidangan.

Sejumlah pihak menilai bahwa advokat memang memiliki hak untuk membela kliennya dengan maksimal, tetapi tetap harus dalam batasan yang ditentukan oleh etika dan hukum yang berlaku.

Pakar hukum dari Universitas Indonesia, Dr. Bambang Suharto, menyatakan bahwa kasus ini harus menjadi pelajaran bagi para advokat agar tetap mengedepankan profesionalisme.

“Advokat memiliki peran penting dalam sistem peradilan, tetapi tetap ada aturan main yang harus diikuti. Jika emosi mendominasi, maka kepercayaan publik terhadap profesi ini bisa menurun,” kata Bambang.

Tak hanya di dalam negeri, kasus ini juga menarik perhatian komunitas hukum internasional.

Beberapa pengamat dari luar negeri menilai bahwa langkah Mahkamah Agung dan Peradi Bersatu dalam menegakkan etika profesi advokat merupakan langkah yang tegas dan patut diapresiasi.

Kini, publik menunggu langkah berikutnya dari Razman Nasution.

Apakah ia akan menerima konsekuensi ini sebagai pelajaran dan mencoba memperbaiki citranya, atau justru memilih untuk melawan keputusan yang telah diambil?

Yang jelas, kasus ini telah menyoroti pentingnya menjaga integritas dan disiplin dalam dunia hukum.(vip)