Puluhan Negara Protes Kenaikan Tarif Impor Amerika di Sidang WTO

Perwakilan dari berbagai negara menyampaikan protes terhadap kebijakan tarif impor AS dalam rapat WTO di Jenewa, Swiss.
Protes Serempak di Forum Internasional Kebijakan tarif impor Amerika Serikat kembali menuai sorotan tajam dalam rapat Dewan Perdagangan Barang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang digelar pekan ini.
Dalam rapat yang berlangsung intens tersebut, setidaknya 20 negara anggota WTO menyuarakan kritik terhadap langkah sepihak AS yang dinilai merugikan stabilitas perdagangan global.
Informasi ini disampaikan oleh sumber terpercaya yang dekat dengan WTO pada Jumat, 11 April 2025.
Menurut sumber tersebut, sejumlah negara yang menyampaikan protes mencakup berbagai wilayah dan kepentingan ekonomi, di antaranya adalah Cina, Swiss, Norwegia, Kazakhstan, Selandia Baru, Inggris Raya, Australia, Singapura, Kanada, dan Jepang.
Bahkan Rusia turut angkat suara, menyampaikan kekhawatiran mereka terkait dampak kebijakan tarif tersebut terhadap perdagangan global.
Cina Jadi Pengkritik Paling Vokal

Delegasi Cina menjadi salah satu yang paling vokal dalam menentang tarif impor AS yang dianggap mengganggu stabilitas perdagangan global.
Dalam forum tersebut, delegasi dari Cina menjadi salah satu pihak yang paling vokal. Mereka menyoroti kebijakan tarif impor AS sebagai penyebab utama dari meningkatnya ketidakpastian ekonomi global.
Delegasi Cina menyebut bahwa tindakan AS telah menyebabkan “disrupsi baru setiap hari yang mengguncang stabilitas dunia usaha dan negara-negara di seluruh dunia.”
Cina menegaskan bahwa stabilitas merupakan elemen krusial yang selama ini diandalkan oleh berbagai pelaku usaha dan pemerintah di berbagai belahan dunia.
Namun, dengan pemberlakuan tarif baru oleh AS, stabilitas itu kini terancam, menciptakan kekhawatiran besar di berbagai sektor perdagangan internasional.
Respons AS: Tak Banyak Bicara
Menanggapi kritik dari berbagai negara tersebut, perwakilan AS memilih untuk menahan diri.
Delegasi AS menyatakan bahwa mereka tidak akan memberikan komentar lebih lanjut karena persoalan ini telah dibawa ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO.
Sikap AS yang memilih bungkam ini justru menimbulkan spekulasi baru di kalangan negara-negara anggota WTO.
Beberapa pihak menilai bahwa AS menghindari perdebatan publik yang bisa semakin memperkeruh suasana diplomatik, sementara yang lain menilai AS sedang mempersiapkan strategi lanjutan di meja negosiasi WTO.
Latar Belakang Kebijakan Tarif Resiprokal
Pada 2 April 2025, Presiden AS Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menjadi akar dari polemik ini.
Dalam perintah tersebut, AS secara resmi memberlakukan tarif impor “resiprokal” terhadap puluhan negara.
Tarif resiprokal ini berbeda dengan tarif dasar karena dihitung berdasarkan defisit perdagangan yang dialami AS dengan masing-masing negara.
Dengan kata lain, semakin besar defisit yang dialami AS dengan suatu negara, maka semakin tinggi pula tarif yang dikenakan pada produk impor dari negara tersebut.
Selain tarif resiprokal, AS juga menerapkan tarif dasar sebesar 10 persen yang berlaku untuk semua negara secara umum.
Langkah ini memicu reaksi cepat dari banyak negara yang merasa dirugikan, karena kebijakan tersebut dianggap tidak mencerminkan semangat perdagangan bebas dan adil yang menjadi prinsip utama WTO.
Kebijakan Mendadak: Tarif Hanya 10 Persen
Selama 90 Hari Menariknya, pada saat tarif resiprokal seharusnya mulai diberlakukan pada 9 April 2025, Presiden Trump tiba-tiba mengubah arah kebijakan.
Ia mengumumkan bahwa untuk 90 hari ke depan, tarif impor yang diberlakukan oleh AS hanyalah tarif dasar sebesar 10 persen, tanpa menerapkan skema resiprokal.
Trump menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah lebih dari 75 negara yang awalnya masuk dalam daftar tarif tidak menunjukkan respons balasan terhadap kebijakan tersebut.
Banyak dari negara-negara itu justru meminta negosiasi lanjutan agar ketegangan perdagangan bisa diredam.
Meski demikian, perubahan kebijakan ini tidak serta-merta meredakan ketegangan. Negara-negara yang terdampak tetap menyuarakan ketidakpuasan mereka dalam forum WTO karena keputusan tarif dianggap dibuat secara sepihak tanpa melalui proses konsultasi multilateral.
Tarik Ulur Perdagangan AS dan Cina
Khusus untuk hubungan dagang dengan Cina, ketegangan tampaknya terus meningkat.
Meskipun AS menyatakan akan menahan tarif pada angka 10 persen untuk negara-negara lain, khusus untuk produk-produk asal Cina, AS tetap menerapkan tarif tinggi yang bahkan mencapai 145 persen.
Cina pun tidak tinggal diam. Sebagai respons atas tarif tinggi tersebut, pemerintah Cina memberlakukan tarif balasan untuk produk asal Amerika Serikat sebesar 84 persen.
Langkah balas-membalas ini memperkuat kekhawatiran bahwa hubungan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia ini akan semakin memburuk.
Perang tarif antara AS dan Cina selama ini telah menciptakan ketegangan berkepanjangan yang memengaruhi pasar global, rantai pasok internasional, serta harga komoditas strategis di berbagai negara.
Kritik terhadap Kebijakan Unilateral AS
Berbagai pengamat menilai bahwa langkah AS dalam menetapkan tarif secara sepihak menunjukkan kecenderungan kebijakan perdagangan yang semakin unilateral.
Hal ini bertentangan dengan semangat WTO yang menekankan prinsip multilateral dan kerjasama antarnegara.
Negara-negara seperti Swiss dan Selandia Baru bahkan menyatakan bahwa tindakan AS bisa menciptakan preseden buruk di masa depan, di mana negara lain juga bisa mengadopsi pendekatan serupa, yang berujung pada kekacauan sistem perdagangan global.
Langkah Selanjutnya di WTO
Dengan sengketa ini yang sudah diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO, kemungkinan besar proses penyelesaiannya akan memakan waktu lama.
Namun, langkah ini tetap dipandang sebagai upaya positif untuk menyelesaikan konflik dagang secara hukum dan diplomatik, bukan melalui perang dagang terbuka.
Negara-negara anggota WTO berharap agar AS dapat mempertimbangkan kembali kebijakannya dan lebih membuka diri terhadap dialog multilateral.
Stabilitas perdagangan internasional kini sangat bergantung pada bagaimana negara-negara besar seperti AS dan Cina mengambil langkah-langkah strategis ke depan.
Rapat WTO yang memanas ini menjadi refleksi dari meningkatnya kekhawatiran dunia terhadap kebijakan proteksionis Amerika Serikat.
Meskipun AS berdalih bahwa kebijakan tarif mereka bertujuan mengatasi defisit perdagangan, dampaknya justru dirasakan luas oleh negara-negara mitra dagang.
Ketika dunia masih berupaya pulih dari dampak pandemi dan krisis ekonomi global, kebijakan sepihak seperti tarif resiprokal justru dapat menghambat pemulihan ekonomi bersama.
Kini, semua pihak menunggu bagaimana penyelesaian dari sengketa ini akan diarahkan di forum WTO selanjutnya.(vip)