TKDN dari Presiden Prabowo
Sejak awal diterapkan, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi salah satu alat strategis untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri di Indonesia.
Lewat kebijakan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa produk dan jasa yang digunakan dalam negeri khususnya di proyek-proyek pemerintah yang mengandung sebanyak mungkin elemen lokal, mulai dari bahan baku, proses produksi, hingga tenaga kerja.
Namun, saat ini kebijakan TKDN kembali jadi sorotan setelah Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa aturan tersebut perlu dievaluasi, bahkan kemungkinan diubah.
Langkah ini dianggap penting untuk mempercepat pembangunan, menarik investasi, dan mendorong penguasaan teknologi baru.
Lantas, apa sebenarnya TKDN, mengapa ingin diubah, dan apa konsekuensinya bagi perekonomian nasional?
TKDN adalah ukuran persentase komponen dalam negeri yang digunakan dalam sebuah produk atau jasa. Semakin tinggi persentase TKDN, artinya semakin besar kandungan lokal dalam produk tersebut.
Misalnya, dalam proyek pembangunan pembangkit listrik, jika TKDN-nya 60%, berarti 60% dari nilai total proyek itu berasal dari sumber daya dalam negeri.
Tujuan utama dari TKDN antara lain:
Selama ini, TKDN telah diterapkan di berbagai sektor strategis seperti migas, energi, infrastruktur, pertahanan, dan kesehatan.
Aturan TKDN
Dalam sejumlah kesempatan, Presiden Prabowo menekankan pentingnya investasi dan penguasaan teknologi sebagai fondasi utama pembangunan nasional.
Salah satu hambatan yang disebutkan oleh para investor asing, menurut Prabowo, adalah aturan TKDN yang terlalu kaku dan tidak realistis, terutama dalam proyek-proyek dengan teknologi tinggi seperti energi baru dan terbarukan (EBT), kendaraan listrik, dan proyek-proyek digital.
Prabowo tidak bermaksud menghapus TKDN sepenuhnya. Justru ia ingin mengubah pendekatannya agar lebih fleksibel dan realistis. Beberapa poin penting dari usulan perubahan ini mencakup:
Ada beberapa alasan mengapa pemerintah mempertimbangkan untuk melonggarkan atau menyesuaikan kebijakan TKDN:
Reaksi Beragam: Antara Harapan dan Kekhawatiran
Rencana perubahan kebijakan TKDN menimbulkan beragam tanggapan dari berbagai kalangan.
Di satu sisi, banyak pelaku industri dan pengamat ekonomi menyambut baik langkah Prabowo karena dianggap realistis dan pro-investasi. Namun, tidak sedikit pula yang menyuarakan kekhawatiran.
Ancaman terhadap Industri Lokal Jika relaksasi dilakukan secara luas tanpa pengawasan, produk luar negeri bisa membanjiri pasar dan menyingkirkan produk lokal. Industri dalam negeri yang masih berkembang bisa kalah bersaing dan berhenti tumbuh.
Kontradiksi dengan Tujuan Kemandirian TKDN selama ini menjadi simbol kemandirian ekonomi nasional.
Pelonggaran terlalu besar bisa memundurkan semangat itu, dan menjauhkan Indonesia dari target industrialisasi berbasis teknologi dalam negeri.
Tantangan Implementasi Jika aturan berubah, pemerintah harus memastikan bahwa pelaksanaannya konsisten dan transparan.
Tanpa kontrol yang baik, potensi penyalahgunaan sangat tinggi—misalnya pengakuan palsu soal persentase komponen lokal.
Dampak terhadap UMKM Banyak UMKM lokal yang tumbuh karena kewajiban TKDN. Jika aturan ini dilonggarkan, UMKM bisa kehilangan peluang untuk menjadi bagian dari rantai pasok nasional.
Pemerintah perlu menyeimbangkan antara kebutuhan untuk menarik investasi dan kewajiban membangun industri nasional. Sejumlah solusi bisa menjadi jalan tengah:
Perubahan terhadap kebijakan TKDN yang diusulkan Presiden Prabowo adalah bagian dari strategi besar untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional berbasis investasi dan teknologi.
Meskipun menimbulkan kekhawatiran, langkah ini bisa menjadi lompatan besar jika dijalankan dengan perencanaan dan pengawasan yang tepat.
Kuncinya bukan pada mempertahankan angka TKDN secara kaku, tetapi menjadikan TKDN sebagai alat strategis yang fleksibel, adaptif, dan berpihak pada kemajuan Indonesia.
Dengan begitu, industri lokal tetap terlindungi, investasi asing tetap masuk, dan masyarakat mendapat manfaat optimal dari pembangunan yang berkelanjutan. (ctr)