Polemik Pungutan Wisatawan Mancanegara di Bali, DPRD Pertanyakan Kerja Sama dengan Pihak Ketiga

Pungutan wisatawan mancanegara di Bali akan dilakukan oleh pihak ketiga
Pemerintah Provinsi Bali tengah merancang langkah strategis dalam pengelolaan pungutan terhadap wisatawan mancanegara (wisman). Salah satu opsi yang digodok adalah bekerja sama dengan pihak ketiga untuk mempermudah proses penarikan dana.
Gubernur Bali, Wayan Koster, mengungkapkan bahwa pihak ketiga yang akan terlibat merupakan mitra manfaat atau agen pengumpul. Nantinya, kriteria objektif pihak yang dapat menjadi mitra tersebut akan diatur secara rinci dalam Peraturan Gubernur (Pergub).
Koster mengutarakan pernyataan tersebut dalam Rapat Paripurna DPRD Bali pada Senin, 14 April 2025. Penjelasan tersebut merupakan tanggapan atas pandangan umum berbagai fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang perubahan Perda Nomor 6 Tahun 2023.
Perda yang dimaksud berkaitan dengan pungutan terhadap turis asing demi pelindungan budaya dan lingkungan alam Bali. Rencana perubahan aturan ini dinilai penting guna memperkuat fondasi hukum dan pelaksanaan kebijakan yang sudah berlaku.
Dalam kesempatan itu, Koster menekankan pentingnya pembinaan dan pengawasan dalam kerja sama tersebut. Menurut dia, penerapan pungutan bagi wisatawan mancanegara harus berlangsung dengan efektif, efisien, dan akuntabel.
Untuk itu, Pemprov Bali akan membentuk tim khusus yang melibatkan berbagai instansi terkait. Tim ini bertugas memastikan bahwa seluruh proses kerja sama dengan pihak ketiga berjalan sesuai regulasi dan tujuan awal.
Kerja sama dengan pihak luar dalam pengelolaan pungutan turis asing sebelumnya menjadi sorotan Fraksi Gerindra-PSI di DPRD Bali. Mereka menyoroti Pasal 13A dalam draf perubahan Ranperda yang mengatur kemungkinan kerja sama Pemprov dengan pihak lain.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa Pemprov dapat menggandeng mitra manfaat atau collecting agent dalam pelaksanaan pungutan wisatawan asing. Namun, fraksi ini mempertanyakan siapa sebenarnya yang dimaksud sebagai pihak lain itu.

Gubernur Bali I Wayan Koster
Anggota DPRD dari Fraksi Gerindra-PSI, I Kade Darma Susila, meminta penjelasan mendalam terkait pasal tersebut. Ia menilai penting untuk mengetahui parameter objektif apa yang digunakan dalam memilih pihak ketiga.
Selain itu, Darma Susila juga menyoroti mekanisme pengawasan agar pelaksanaan kerja sama tetap berada dalam koridor transparansi. Ia ingin memastikan bahwa proses ini tidak menimbulkan masalah hukum atau potensi penyalahgunaan.
Menurutnya, jika pungutan untuk wisatawan asing dijalankan melalui pihak ketiga, maka harus ada pengawasan yang ketat. Ini agar dana yang masuk benar-benar digunakan untuk pelindungan budaya dan alam Bali.
Darma Susila menyampaikan bahwa Fraksi Gerindra-PSI sebenarnya mendukung perubahan Perda tentang Pungutan Wisatawan Asing tersebut. Namun mereka memberi catatan penting agar perubahan itu dilakukan secara menyeluruh, bukan setengah-setengah.
Ia menekankan perlunya evaluasi pada seluruh aspek, mulai dari penamaan judul perda hingga isi materi yang diatur. Dengan begitu, regulasi ini akan lebih komprehensif dan proporsional dalam pelaksanaannya di lapangan.
Fraksi Gerindra-PSI mendorong agar Perda baru ini mencerminkan kepentingan Bali secara luas, khususnya dalam menjaga kelestarian budaya dan lingkungan. Sebab, pungutan terhadap turis asing harus sejalan dengan misi menjaga Bali tetap lestari.
Pungutan ini sebelumnya telah menjadi bagian dari strategi Pemprov Bali dalam menjaga warisan budaya dan lingkungan. Turis mancanegara yang berkunjung ke Bali diwajibkan memberikan kontribusi sebagai wujud tanggung jawab terhadap keberlanjutan destinasi
Langkah ini tidak hanya bertujuan meningkatkan pendapatan daerah, tetapi juga memperkuat identitas lokal. Dana yang terkumpul akan digunakan untuk pemeliharaan pura, peninggalan budaya, hingga pelestarian alam.
Namun dalam pelaksanaannya, Pemprov Bali menganggap penting untuk melibatkan mitra yang memiliki kemampuan teknis dan integritas tinggi. Oleh karena itu, kehadiran mitra manfaat atau collecting agent menjadi opsi yang dipertimbangkan.
Dalam praktiknya nanti, pihak ketiga ini akan menjalankan peran teknis dalam proses penarikan pungutan. Misalnya, mereka bisa terlibat melalui sistem tiket online, aplikasi digital, atau mekanisme pembayaran lain yang memudahkan turis.
Gubernur Koster menegaskan bahwa kerja sama ini tetap akan berada dalam pengawasan ketat pemerintah. Dengan demikian, tidak akan ada celah penyalahgunaan wewenang atau potensi bocornya dana.
Peraturan Gubernur yang akan mengatur hal ini juga disusun secara hati-hati agar tidak bertentangan dengan regulasi pusat. Selain itu, masukan dari DPRD juga akan menjadi pertimbangan penting dalam proses finalisasi aturan.
Dari sisi transparansi, Pemprov Bali berkomitmen menyampaikan laporan secara berkala terkait pungutan ini. Laporan ini akan mencakup jumlah dana yang masuk, penggunaannya, hingga dampak langsung terhadap budaya dan lingkungan.
Langkah Bali ini menjadi contoh inovatif dalam pengelolaan pariwisata berkelanjutan di Indonesia. Pendekatan ini dinilai mampu menciptakan ekosistem pariwisata yang tidak hanya menguntungkan ekonomi, tapi juga menjaga kelestarian alam dan budaya.
Namun tentu, setiap kebijakan perlu diawasi agar pelaksanaannya sesuai tujuan. Terlebih, sektor pariwisata Bali merupakan tulang punggung ekonomi daerah yang tidak boleh terganggu oleh praktik yang tidak akuntabel.
Dukungan legislatif sangat penting dalam hal ini agar pengawasan berjalan maksimal. DPRD diharapkan terus aktif dalam mengawal proses penerapan kerja sama ini, termasuk evaluasi rutin terhadap collecting agent.
Partisipasi publik juga menjadi faktor krusial dalam keberhasilan kebijakan pungutan wisatawan asing. Masyarakat dan pelaku pariwisata bisa memberi masukan atau bahkan kritik jika menemukan penyimpangan di lapangan.
Dengan pendekatan kolaboratif ini, kebijakan pungutan bagi turis asing bisa menjadi contoh model governance yang baik. Tidak hanya dari sisi administrasi, tapi juga manfaat nyata yang dirasakan masyarakat Bali.
Pada akhirnya, semua pihak berharap kebijakan ini bisa memperkuat posisi Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia yang berkelanjutan. Dengan pengelolaan yang baik, sektor pariwisata tidak hanya memberi keuntungan ekonomi, tapi juga menjadi pilar pelestarian budaya. (Okt)