Tanggapan Ekonom tentang Formulasi Baru TKDN untuk Jaga Investasi dan Industri
Polemik mengenai aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) kembali mencuat ke permukaan setelah Amerika Serikat menyatakan bahwa kebijakan tersebut menjadi pemicu diberlakukannya tarif resiprokal terhadap produk Indonesia. Pemerintah Indonesia merespons situasi ini dengan rencana relaksasi aturan TKDN sebagai bentuk negosiasi strategis dalam menghadapi tekanan dari negeri Paman Sam.
Perhatian terhadap regulasi TKDN kian meningkat setelah Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan agar kebijakan tersebut dibuat lebih fleksibel dan sesuai realita. Menurut Presiden, jika TKDN diterapkan secara kaku dan memaksa, maka daya saing industri nasional justru akan menurun drastis.
Dalam pernyataannya di acara Sarasehan Ekonom pada Selasa, 8 April 2025, Prabowo menegaskan pentingnya pendekatan realistis dalam mengimplementasikan TKDN. Beliau menyarankan agar kebijakan tersebut diarahkan pada insentif bagi pelaku industri, bukan sekadar kewajiban yang membebani.
“Jika penerapan TKDN terlalu dipaksakan, kita berisiko tertinggal dalam persaingan di pasar global. Presiden Prabowo menyarankan agar sistemnya lebih fleksibel dan mempertimbangkan penggantian dengan skema insentif dalam forum tersebut.
Pernyataan ini langsung mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk para ekonom yang menilai bahwa TKDN tetap memiliki nilai strategis. Namun, mereka sepakat bahwa pendekatan terhadap kebijakan ini perlu disesuaikan dengan kondisi global dan dinamika perdagangan internasional.
Telisa Aulia Falianty, Profesor di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), menegaskan bahwa TKDN tetap memiliki peran krusial dalam mendorong perkembangan industri dalam negeri. Ia menekankan bahwa keberadaan TKDN bisa mendorong investasi pada sektor-sektor baru serta menciptakan lapangan kerja yang lebih luas.
Telisa berpendapat bahwa kebijakan TKDN tidak perlu dihapus, tetapi strateginya perlu disesuaikan agar tetap mampu melindungi industri dalam negeri. Ia mengusulkan agar penyesuaian dilakukan untuk mengikuti dinamika industri dan perdagangan internasional.
“TKDN seharusnya tidak dihapus, melainkan diselaraskan dengan dinamika dan perkembangan terkini. Tujuannya tetap untuk mendukung industri lokal dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional,” kata Telisa kepada media.
Ia juga menyebut bahwa konsep TKDN sejatinya sudah sesuai dengan prinsip World Trade Organization (WTO), khususnya dalam kerangka perlindungan sekuritas nasional. Dengan demikian, Indonesia masih bisa menjaga kepentingan industrinya tanpa melanggar aturan perdagangan global.
Polemik Formulasi Baru TKDN untuk Jaga Investasi dan Industri
Telisa mengusulkan agar istilah TKDN diganti dengan nama yang lebih mencerminkan perlindungan terhadap keamanan dan keberlanjutan industri nasional. Hal ini bertujuan agar kebijakan tersebut tidak dianggap diskriminatif oleh negara mitra dagang.
Menurutnya, istilah seperti “contribution to national security” dapat memberikan kesan yang lebih positif dalam kancah internasional. Strategi pengemasan kebijakan ini menjadi penting untuk menjaga hubungan dagang sambil tetap melindungi industri dalam negeri.
“Kalau namanya diubah, kesannya akan lebih ramah terhadap perdagangan global, tapi tetap menjaga kepentingan nasional. Ini bisa menjadi solusi tengah dalam menghadapi tekanan negara lain,” jelas Telisa.
Ia menambahkan bahwa Indonesia harus lebih waspada terhadap potensi banjir produk impor, terutama di tengah persaingan dagang global yang semakin memanas. Dalam kondisi ini, penguatan industri lokal menjadi semakin penting.
Dengan meningkatnya tensi perang dagang global, sejumlah negara mulai mengalihkan tujuan ekspor mereka ke pasar selain Amerika Serikat. Indonesia harus bersiap dengan strategi perlindungan domestik yang kuat agar tidak menjadi sasaran produk impor berlebih.
TKDN dianggap sebagai salah satu instrumen untuk membendung masuknya barang impor dalam jumlah besar. Kebijakan ini juga mampu menjaga agar pasar lokal tetap dikuasai oleh produk dalam negeri.
Menurut Telisa, yang perlu dilakukan bukanlah penghapusan TKDN, melainkan reformulasi yang adaptif. Strategi ini harus disesuaikan dengan tren dan kebutuhan pasar internasional tanpa mengorbankan daya saing.
Langkah reformulasi juga penting agar kebijakan ini tidak menjadi batu sandungan dalam hubungan dagang dengan negara-negara mitra. Dengan pendekatan yang lebih cerdas, Indonesia bisa tetap menjaga kedaulatan ekonominya.
Salah satu isu tengah menjadi sorotan saat ini adalah terkait TKDN pada produk Apple, yang menjadi fokus utama dalam pembahasan perdagangan. Apple akhirnya mendapatkan perpanjangan sertifikasi TKDN dari Kementerian Perindustrian RI pada Februari 2025.
Namun, prosesnya tidak mudah karena Apple harus melalui negosiasi selama hampir lima bulan. Kendala utama berasal dari ketidaksiapan Apple membangun fasilitas produksi utama di Indonesia.
Walaupun Apple telah berkomitmen mendirikan pabrik aksesoris di Batam, pemerintah Indonesia menilai langkah tersebut masih belum memadai. Proses sertifikasi tetap memerlukan bukti kontribusi langsung terhadap ekonomi nasional.
Kasus Apple menunjukkan bahwa kebijakan TKDN masih menyimpan banyak celah dalam implementasinya. Hal ini memicu perdebatan mengenai efektivitas kebijakan tersebut dalam konteks investasi global.
Andry Satrio Nugroho, Kepala Center of Industry, Trade, and Investment dari INDEF, menjelaskan bahwa masalah utama TKDN adalah regulasi teknis yang belum jelas. Ia menyoroti Permenperin No. 29 Tahun 2017 sebagai dasar hukum yang mengandung tiga skema perhitungan TKDN.
Andry berpendapat bahwa pola inovasi yang dijalankan Apple selama ini justru menjadi kelemahan dalam proses perhitungan TKDN. Skema tersebut dinilai belum memiliki dasar pengukuran yang konkret dan transparan.
“Skema inovasi memang bisa dimanfaatkan, tapi selama ini belum ada kejelasan mengenai bagaimana kontribusi tersebut dihitung. Ini membuat proses negosiasi menjadi rumit dan panjang,” kata Andry.
Ia juga menekankan pentingnya revisi terhadap Permenperin agar lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi dan pola investasi global. Adanya regulasi yang transparan dapat memberikan jaminan hukum yang lebih kuat bagi para investor.
Perdebatan seputar kebijakan TKDN mencerminkan tantangan Indonesia dalam menyeimbangkan antara perlindungan industri lokal dan keterbukaan terhadap investasi asing. Di satu sisi, kebijakan ini penting untuk menciptakan nilai tambah dalam negeri.
Namun, di sisi lain, penerapannya tidak boleh menghambat masuknya investasi yang sangat dibutuhkan untuk pengembangan teknologi dan kapasitas produksi nasional. Oleh karena itu, pendekatan yang realistis dan berbasis insentif menjadi penting.
Presiden Prabowo telah memulai langkah dengan mengusulkan pendekatan yang lebih fleksibel dalam penerapan TKDN. Pemerintah kini dihadapkan pada tugas untuk merumuskan kebijakan yang responsif dan tidak kontraproduktif terhadap industri.
Dengan demikian, TKDN bisa tetap menjadi alat strategis pembangunan ekonomi nasional tanpa menimbulkan konflik dagang baru. Reformasi kebijakan ini menjadi langkah penting dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah global. (Okt)