Pinjol dan Paylater Meningkat Tajam, Risiko Gagal Bayar Konsumen Ikut Naik!

Otoritas jasa keuangan (ojk) mencatat bahwa tren penggunaan layanan pinjaman online (pinjol) dan skema bayar nanti (buy now pay laterbnpl) terus menunjukkan pertumbuhan positif

KLIKBERITA24.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa tren penggunaan layanan pinjaman online (pinjol) dan skema bayar nanti (buy now pay later/BNPL) terus menunjukkan pertumbuhan positif. Meski demikian, seiring dengan lonjakan penggunaannya, tingkat gagal bayar atau wanprestasi juga mengalami peningkatan signifikan.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menyampaikan bahwa nilai piutang pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan multifinance mencapai Rp 504,18 triliun pada April 2025. Angka tersebut mencerminkan kenaikan sebesar 3,67% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Rasio perusahaan pembiayaan terjaga dengan rasio non-performing financing atau NPF gross tercatat turun menjadi 2,43%, di Maret yang lalu 2,71%. NPF net 0,82 persen (pada April), di Maret yang lalu 0,82 persen. Gearing ratio perusahaan pembiayaan tercatat sebesar 2,23 kali, di Maret yang lalu 2,26 kali dan ini berada di bawah batas maksimum sebesar 10 kali,” kata Agusman dalam konferensi pers daring pada Senin (2/6/2025).

Meski rasio pembiayaan bermasalah menunjukkan tren menurun di sektor multifinance, peningkatan tajam justru terlihat pada pembiayaan oleh perusahaan fintech peer-to-peer lending dan layanan BNPL.

Secara terperinci, sektor modal ventura juga menunjukkan pertumbuhan positif. Pada April 2025, pembiayaan modal ventura tumbuh 1,04% secara tahunan dan mencapai Rp 16,49 triliun. Sebelumnya, pada Maret 2025, sektor ini sempat mengalami kontraksi dengan nilai pembiayaan sebesar Rp 16,73 triliun.

Kenaikan signifikan juga terjadi di industri fintech peer-to-peer (P2P) lending, terutama selama bulan Ramadan hingga Idulfitri atau pada April 2025. Outstanding pembiayaan pada sektor ini melonjak hingga 29,01% menjadi Rp 80,94 triliun. Namun, di sisi lain, risiko kredit bermasalah atau gagal bayar juga mengalami kenaikan.

“Tingkat risiko kredit macet secara agregat atau TWP 90 berada di posisi 2,93%, di Maret yang lalu 2,77%,” terang Agusman.

Sementara itu, sektor pembiayaan BNPL yang dilakukan oleh perusahaan pembiayaan juga mencatat pertumbuhan signifikan. Pada April 2025, pembiayaan BNPL meningkat hingga 47,11% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan total pembiayaan mencapai Rp 8,24 triliun. Namun, angka ini turut dibarengi oleh meningkatnya rasio pembiayaan bermasalah (NPF Gross) menjadi 3,78%.

Kondisi tersebut menjadi perhatian serius OJK, khususnya terhadap keberlanjutan dan kesehatan ekosistem industri pembiayaan digital. Tidak hanya dari sisi rasio, namun juga dari kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku, termasuk terkait kewajiban ekuitas minimum.

Agusman mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih ada empat perusahaan dari total 105 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar rp 100 miliar

Agusman mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih ada empat perusahaan dari total 105 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp 100 miliar

Agusman mengungkapkan bahwa hingga saat ini masih ada empat perusahaan dari total 105 perusahaan pembiayaan yang belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum sebesar Rp 100 miliar. Di sektor P2P lending, dari 96 penyelenggara yang terdaftar, terdapat 15 yang belum mencapai ketentuan ekuitas minimum Rp 7,5 miliar.

“Dari 15 penyelenggara peer-to-peer lending tersebut 4 di antaranya sedang dalam proses analisis permohonan peningkatan modal disetor. OJK terus melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mendorong pemenuhan kewajiban ekuitas minimum dimaksud baik berupa injeksi modal dari pemegang saham maupun dari strategic investor yang credible termasuk pengembalian izin usaha,” jelasnya.

Selain pemantauan terhadap pemenuhan kewajiban ekuitas, OJK juga terus memperkuat langkah pengawasan dan penegakan aturan di lapangan. Pada Mei 2025, lembaga tersebut telah menjatuhkan sanksi administratif kepada 8 perusahaan pembiayaan, 3 perusahaan modal ventura, dan 5 penyelenggara P2P lending karena terbukti melanggar ketentuan dalam Peraturan OJK (POJK) yang berlaku.

Langkah tegas ini menjadi bagian dari upaya OJK dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan perlindungan konsumen, terutama di tengah meningkatnya tren penggunaan layanan pinjaman digital di Indonesia.

Di sisi lain, meningkatnya minat masyarakat terhadap layanan pinjaman digital dan paylater mengindikasikan kebutuhan akses finansial yang lebih fleksibel. Namun, hal ini juga mengharuskan konsumen untuk lebih bijak dalam mengelola utang agar tidak terjebak dalam risiko gagal bayar yang dapat memengaruhi skor kredit dan kemampuan finansial jangka panjang.

Kenaikan signifikan pada sektor pinjol dan paylater memang membawa dampak positif terhadap pertumbuhan inklusi keuangan nasional. Namun, tantangan pengelolaan risiko kredit dan disiplin keuangan dari pengguna menjadi aspek yang tidak boleh diabaikan.

OJK pun menekankan bahwa pertumbuhan industri keuangan digital harus tetap diimbangi dengan penguatan tata kelola dan mitigasi risiko, baik dari sisi penyelenggara maupun konsumennya. (WAN)