OJK Tegaskan Tak Ada Kartel Bunga di Industri Pinjol, Komitmen Awasi!

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi tudingan praktik kartel bunga dalam industri pinjaman online atau fintech lending yang sedang diselidiki oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
KLIKBERITA24.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menanggapi tudingan praktik kartel bunga dalam industri pinjaman online atau fintech lending yang sedang diselidiki oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Dalam pernyataannya, OJK menepis dugaan tersebut dan menegaskan bahwa pengaturan batas maksimum bunga atau manfaat ekonomi dalam sektor pinjol bukan hasil kesepakatan antar pelaku usaha, melainkan kebijakan yang datang langsung dari otoritas pengawas.
Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, menekankan bahwa sejak awal OJK telah memberikan arahan jelas terkait penetapan batas suku bunga. Menurutnya, langkah tersebut telah dirancang untuk memberikan kejelasan dan perlindungan terhadap konsumen dalam industri fintech lending.
Ia menjelaskan bahwa sebelum SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 diterbitkan, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sudah terlebih dahulu menjalankan pengaturan manfaat ekonomi berdasarkan arahan dari OJK.
Hal ini kemudian ditegaskan lebih lanjut dalam surat OJK nomor S408/NB.213/2019 tertanggal 22 Juli 2019, yang membahas pelaksanaan rapat pleno dan transparansi kinerja lembaga pinjaman berbasis aplikasi, sistem elektronik, dan media resmi lainnya.
“Penetapan batas maksimum manfaat ekonomi tersebut ditujukan demi memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi sekaligus membedakan pinjaman online legal (Pindar) dengan yang ilegal (Pinjol),” kata Agusman dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (10/6/2025).
Dalam konteks ini, OJK menjelaskan bahwa tujuan utama dari penetapan batas tersebut adalah untuk menciptakan pembeda yang jelas antara penyedia jasa pinjaman online yang telah terdaftar dan diawasi, dengan pihak ilegal yang tidak memiliki izin resmi. Upaya ini dinilai penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap industri fintech yang sedang tumbuh pesat.

Agusman juga menambahkan bahwa OJK mengikuti dengan cermat proses hukum yang tengah berjalan di KPPU
Agusman juga menambahkan bahwa OJK mengikuti dengan cermat proses hukum yang tengah berjalan di KPPU. Menurutnya, langkah KPPU adalah bagian dari sistem hukum yang perlu dihormati, dan OJK tetap akan menjalankan tugas pengawasan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
“OJK mencermati dan menghormati jalannya proses hukum yang tengah dilakukan oleh KPPU terkait dugaan pelanggaran kartel suku bunga pada industri pindar. OJK juga berkomitmen untuk melakukan pengawasan, seperti penegakan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku serta evaluasi berkala,” lanjutnya.
Lebih lanjut, OJK menyatakan akan terus memperkuat sistem pengawasan terhadap fintech lending dengan memperhatikan setiap dinamika yang terjadi di lapangan. Evaluasi berkala atas batas manfaat ekonomi akan terus dilakukan guna memastikan kepatuhan penyelenggara dan melindungi hak konsumen.
“Selain itu, OJK terus melakukan langkah-langkah pengawasan, antara lain penegakan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku serta evaluasi berkala atas penetapan batas manfaat ekonomi Pindar. Dengan demikian, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap pindar dapat terjaga dengan baik,” imbuh Agusman.
Sementara itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) juga telah menampik tuduhan yang dilayangkan KPPU terkait dugaan adanya kartel bunga. Tuduhan ini menyebut adanya praktik kesepakatan harga atau suku bunga antara pelaku usaha pinjol yang tergabung dalam asosiasi selama periode 2020 hingga 2023.
“Tuduhan KPPU itu kan terjadinya kartel, atau kesepakatan harga antara pelaku industri itu memang tidak terjadi,” kata Sekjen AFPI Ronald Andi Kasim di Jakarta, Rabu (14/5/2024).
Pernyataan Ronald menegaskan bahwa tidak pernah ada kesepakatan kolektif antar anggota asosiasi dalam menentukan besaran bunga. Ia menyebut bahwa setiap penyelenggara fintech lending memiliki kebijakan dan strategi masing-masing yang tidak diatur bersama-sama, melainkan berlandaskan regulasi yang berlaku dan arahan dari otoritas.
Dalam sorotan publik yang makin tinggi terhadap industri pinjaman online, baik OJK maupun AFPI sepakat bahwa transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi adalah kunci untuk menjaga keberlangsungan dan kredibilitas sektor ini. Hal ini penting mengingat semakin banyaknya masyarakat yang bergantung pada layanan pinjaman digital untuk kebutuhan finansial jangka pendek maupun jangka panjang. (WAN)