OJK Panggil Aplikator Pinjol Usai Warganet Keluhkan Dana Pinjol Masuk Tanpa Izin

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah tegas dengan memanggil PT Kredit Utama Fintech Indonesia, yang dikenal dengan layanan pinjaman online Rupiah Cepat
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil langkah tegas dengan memanggil PT Kredit Utama Fintech Indonesia, yang dikenal dengan layanan pinjaman online Rupiah Cepat. Pemanggilan ini dilakukan menyusul laporan warganet yang mengaku menerima dana dari aplikasi tersebut tanpa pernah mengajukan pinjaman sebelumnya.
Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menyampaikan bahwa lembaganya sudah menerima aduan resmi dari masyarakat terkait kejadian ini. Menurutnya, OJK telah langsung melakukan koordinasi dengan pihak penyelenggara layanan pinjaman daring tersebut.
“OJK telah memanggil dan meminta klarifikasi dari pihak penyelenggara Rupiah Cepat,” ujar Ismail dalam keterangan tertulis yang diterima pada Rabu (21/5/2025).
Lebih lanjut, OJK juga telah meminta perusahaan fintech tersebut untuk segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi. Perusahaan juga diminta melaporkan hasil dari investigasi tersebut secara resmi kepada OJK untuk proses evaluasi dan tindak lanjut.
Tak hanya itu, OJK turut menginstruksikan agar Rupiah Cepat memberikan klarifikasi serta tanggapan yang memadai terhadap pengaduan konsumen sesuai dengan aturan yang berlaku di industri keuangan digital.
“OJK mengimbau masyarakat untuk selalu berhati-hati dalam menerima tawaran pinjaman dari entitas manapun, dan senantiasa menjaga dengan baik kerahasiaan kata sandi (password)/one time password (OTP) perangkat yang digunakan guna menghindari terjadinya penyalahgunaan dari pihak yang tidak bertanggung jawab,” jelasnya.
Ismail juga menekankan pentingnya peran aktif masyarakat dalam melaporkan segala bentuk pelanggaran atau aktivitas mencurigakan. Masyarakat diimbau untuk segera menghubungi OJK melalui nomor kontak resmi 157, layanan WhatsApp di 081-157-157-157, atau melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) untuk memastikan perlindungan hak-hak mereka tetap terjaga.
Kasus ini mencuat ke publik usai seorang warganet membagikan pengalamannya melalui platform media sosial X. Dalam unggahannya, warganet tersebut mengaku menjadi korban penipuan yang diduga menggunakan datanya untuk mengajukan pinjaman melalui aplikasi Rupiah Cepat tanpa persetujuannya.
Warganet itu menyebut bahwa dirinya awalnya dihubungi melalui WhatsApp oleh seseorang yang mengaku sebagai pegawai Rupiah Cepat. Penelepon tersebut beralasan bahwa sistem sedang mengalami gangguan dan meminta korban untuk mengecek rekening pribadinya.
Setelah melakukan pengecekan, korban terkejut menemukan dana dalam jumlah besar yang masuk ke rekeningnya. Kecurigaan pun muncul setelah korban menerima pesan singkat yang mengonfirmasi bahwa dirinya telah mendaftar pinjaman daring.
Kondisi tersebut membuat korban semakin yakin bahwa data pribadinya telah disalahgunakan untuk mengakses layanan pinjaman online tanpa sepengetahuannya. Ia pun sempat menunda pengembalian dana tersebut karena tidak ingin menjadi bagian dari skema penipuan yang tampaknya sudah terorganisir.
Namun, ketika berusaha mengembalikan dana tersebut kepada pihak Rupiah Cepat, korban justru mendapatkan penolakan. Pihak aplikasi bahkan bersikukuh agar ia tetap membayar cicilan sesuai dengan jumlah dana yang ditransfer serta jadwal jatuh tempo yang telah ditentukan, meskipun korban merasa tidak pernah mengajukan pinjaman tersebut.

OJK sebagai otoritas pengawas sektor jasa keuangan terus menegaskan pentingnya verifikasi dan edukasi digital kepada masyarakat agar lebih waspada
Peristiwa ini menjadi sorotan luas di media sosial dan memicu kekhawatiran masyarakat terkait maraknya penyalahgunaan data pribadi dalam transaksi keuangan digital, terutama pada sektor fintech lending.
OJK sebagai otoritas pengawas sektor jasa keuangan terus menegaskan pentingnya verifikasi dan edukasi digital kepada masyarakat agar lebih waspada terhadap berbagai modus baru yang digunakan pelaku kejahatan finansial. OJK juga mendukung langkah-langkah penegakan hukum jika ditemukan indikasi pelanggaran pidana dalam kasus ini.
Kasus seperti ini membuka mata publik akan pentingnya perlindungan data pribadi dan kehati-hatian saat menggunakan layanan keuangan berbasis teknologi. Terlebih, penggunaan sistem digital yang semakin meluas harus diimbangi dengan sistem keamanan siber yang ketat dari penyedia jasa.
Dengan banyaknya masyarakat yang aktif bertransaksi secara digital, OJK berharap semua pihak, termasuk penyelenggara fintech, terus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam menjalankan bisnisnya agar kepercayaan konsumen tetap terjaga. (WAN)