Lucky Hakim Ngaku Siap Dicopot dari Jabatan, Ini Alasan Liburan Tanpa Izin

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menegaskan bahwa setiap kepala daerah tetap harus tunduk pada regulasi yang berlaku.
Aksi Bupati Indramayu, Lucky Hakim, yang memilih liburan ke Jepang saat libur Lebaran 2025 tanpa izin resmi kini menjadi sorotan nasional.
Tak hanya publik yang menyoroti, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi bahkan angkat bicara dengan nada kecewa.
Bahkan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun mulai turun tangan menanggapi hal ini.
Dedi Mulyadi—yang kerap disapa KDM—tak bisa menyembunyikan kekesalannya.
Menurutnya, perjalanan Lucky Hakim ke luar negeri saat masa libur Lebaran dilakukan tanpa izin baik dari dirinya sebagai Gubernur maupun dari Menteri Dalam Negeri.
Padahal, aturan tegas sudah dikeluarkan dalam bentuk surat edaran yang melarang kepala daerah untuk bepergian ke luar negeri tanpa izin, khususnya pada saat hari besar keagamaan seperti Idul Fitri.
Tak tinggal diam, KDM pun menyindir Lucky Hakim secara terbuka di media sosial, hingga akhirnya membuat polemik ini viral.
Tak butuh waktu lama, Lucky pun buka suara dan mengklarifikasi langsung di hadapan media.
Lucky Hakim Klarifikasi: “Saya Baru Tahu Ada Larangan”

Lucky Hakim akhirnya buka suara soal liburannya ke Jepang tanpa izin resmi.
Saat menghadiri apel pagi di kantor Bupati Indramayu pada Selasa (8/4/2025), Lucky menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya.
Ia mengaku tidak mengetahui adanya surat edaran Mendagri yang melarang kepala daerah bepergian ke luar negeri di momen hari besar keagamaan.
“Saya baru tahu tentang surat edaran itu justru setelah saya sampai di Jepang. Katanya enggak boleh pergi ke luar negeri saat Lebaran, mungkin saya yang salah karena tidak aware. Saya enggak tahu bahwa itu adalah waktu yang dilarang,” kata Lucky, dikutip dari tayangan SCTV.
Lucky mengaku, di hari pertama Lebaran, dirinya masih berada di Indramayu dan menjalankan tugas sebagai bupati, termasuk melakukan patroli dan bertemu masyarakat. Barulah di hari kedua ia memutuskan terbang ke Jepang.
Menurut pengakuannya, sebelum pergi pun ia sudah berkoordinasi dengan Wakil Bupati.
Bahkan, jabatan bupati sempat ia delegasikan kepada wakilnya untuk sementara waktu demi memastikan tidak terjadi kekosongan kepemimpinan.
“Pas saya mau pergi, saya teleponan sama Pak Wabup. Saya bilang, ‘Pak, saya titip semua ke Bapak’. Dan Pak Wabup ini luar biasa, dia langsung siap dan saya delegasikan sepenuhnya. Jadi saya rasa waktu itu tidak ada yang salah,” ujar Lucky.
Namun, persepsi Lucky ternyata berbeda dari aturan yang berlaku. Baru setelah ramai dibicarakan publik dan pemerintah, ia menyadari bahwa tindakannya bisa menimbulkan konsekuensi serius.
“Saya Salah Persepsi, Harusnya Lebih Cerdas”
Mengakui kesalahannya, Lucky tak menutupi bahwa dirinya memang lalai memahami aturan.
Ia mengira larangan bepergian ke luar negeri itu hanya berlaku pada hari kerja dan tidak mengira momen cuti Lebaran termasuk di dalamnya.
“Apakah saya salah? Iya, saya salah. Salah dalam memahami definisi waktu. Di kepala saya, itu hari libur, bukan hari kerja. Saya juga masih belum tahu sebenarnya itu hitungannya seperti apa. Karena dalam UU No. 23 tahun 2014 disebutkan bahwa kepala daerah tidak boleh tujuh hari berturut-turut tidak berada di tempat tanpa izin, nanti bisa diberi sanksi,” ungkap Lucky.
Lucky pun mengakui bahwa seharusnya ia bisa lebih bijak dan memahami aturan yang berlaku. Ia menyebut dirinya “kurang cerdas” dalam menafsirkan peraturan tersebut.
Siap Terima Konsekuensi, Termasuk Dicopot
Dengan nada pasrah, Lucky mengatakan bahwa ia siap menerima apa pun konsekuensi atas tindakannya, termasuk kemungkinan dicopot sementara dari jabatannya.
“Saya tidak bermaksud melanggar. Tapi kalau memang saya dianggap bersalah oleh Mendagri dan harus dijadikan contoh, saya siap. Semua tindakan ada konsekuensinya, saya akan tanggung,” kata Lucky.
Wamendagri: Bisa Diberhentikan Sementara 3 Bulan
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, juga angkat bicara soal polemik ini. Ia mengaku langsung menghubungi Lucky Hakim setelah kasus tersebut viral.
“Setelah saya dengar kabar itu, saya langsung hubungi Pak Lucky. Saat itu beliau masih di Jepang dan menyampaikan permohonan maaf. Saya minta beliau segera pulang dan memberikan klarifikasi resmi ke Kemendagri,” ujar Bima Arya, dikutip dari tayangan TV One News.
Menurut Bima Arya, Kemendagri akan menelaah penjelasan resmi dari Lucky sebelum menjatuhkan sanksi.
Namun ia menegaskan bahwa sanksi pemberhentian sementara bisa diberlakukan berdasarkan UU No. 23 Tahun 2014 jika kepala daerah bepergian ke luar negeri tanpa izin resmi.
“Kita akan sesuaikan sanksi berdasarkan tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh Pak Bupati. Dalam UU sudah jelas, sanksi bisa berupa pemberhentian sementara selama tiga bulan,” tegasnya.
Dedi Mulyadi: “Hak Pribadi Tetap Harus Tunduk pada Aturan”
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menegaskan bahwa setiap kepala daerah tetap harus tunduk pada regulasi yang berlaku.
Meski liburan adalah hak pribadi, namun jika menyangkut jabatan publik, aturan tetap harus dijalankan.
“Setiap orang memang punya hak untuk berlibur, apalagi saat momen cuti bersama Lebaran. Tapi untuk pejabat daerah seperti Gubernur, Bupati, Wali Kota, dan jajarannya, kalau mau ke luar negeri harus mengantongi izin dari Mendagri dan surat pengajuan harus melalui Gubernur,” tegas KDM.
Ia pun menambahkan bahwa aturan ini dibuat untuk memastikan tidak ada kekosongan pemerintahan dan agar fungsi pelayanan publik tetap berjalan dengan baik.(vip)