Larangan Study Tour di Jawa Barat dan Dampaknya
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengeluarkan kebijakan kontroversial dengan melarang sekolah-sekolah di wilayahnya mengadakan kegiatan study tour.
Kebijakan ini mulai menimbulkan dampak signifikan, terutama terhadap sektor pariwisata.
Banyak destinasi wisata yang selama ini menjadi tujuan utama study tour mengalami lonjakan pembatalan kunjungan, yang berimbas pada pendapatan usaha wisata di daerah tersebut.
Sejumlah destinasi wisata, termasuk di kawasan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), mengalami lonjakan pembatalan kunjungan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) KBB, Eko Suprianto, mengungkapkan bahwa kebijakan ini telah menyebabkan banyak sekolah membatalkan rencana kunjungan mereka.
Larangan Study Tour di Jawa Barat dan Dampaknya
Salah satu kawasan yang terdampak cukup parah adalah Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Menurut Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) KBB, Eko Suprianto, banyak sekolah yang membatalkan rencana kunjungan mereka setelah kebijakan ini diterapkan.
“Sudah banyak sekolah yang cancel,” ujar Eko pada Selasa (25/2/2025).
Berdasarkan data dari enam objek wisata di wilayah tersebut, terdapat 18 pembatalan kunjungan wisata sekolah selama bulan Februari 2025.
Total peserta yang batal hadir mencapai 4.300 orang. Pembatalan dalam jumlah besar ini tentu berdampak langsung pada pendapatan tempat wisata, hotel, dan restoran yang biasanya menjadi bagian dari paket study tour.
“Jadi ada 18 event yang batal dengan total pesanan 4.300 pax, itu data bulan Februari,” jelasnya lebih lanjut.
Kebijakan larangan study tour ini diambil oleh Gubernur Dedi Mulyadi dengan alasan utama mencegah beban ekonomi bagi orang tua siswa.
Ia menilai bahwa biaya study tour yang sering kali tinggi membuat banyak keluarga harus berutang demi memenuhi permintaan sekolah.
Menurutnya, kegiatan ini seharusnya tidak menjadi beban bagi orang tua, terutama bagi mereka yang memiliki kondisi ekonomi terbatas.
Sebagai bentuk keseriusan dalam menerapkan kebijakan ini, Dedi bahkan mencopot Kepala Sekolah SMAN 6 Depok karena tetap melaksanakan study tour meskipun telah dilarang.
Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra. Sebagian masyarakat mendukung langkah ini karena dianggap dapat melindungi keluarga dari tekanan ekonomi yang tidak perlu.
Namun, di sisi lain, para pelaku industri pariwisata mengeluhkan dampak negatif yang cukup besar terhadap bisnis mereka.
Banyak orang tua dan organisasi pendidikan mendukung kebijakan ini. Mereka berpendapat bahwa study tour bukan kebutuhan utama dalam pendidikan, dan sering kali menjadi ajang pemborosan.
“Saya setuju dengan kebijakan Pak Gubernur. Anak saya tahun lalu diminta bayar hampir satu juta rupiah untuk study tour ke luar kota. Itu memberatkan,” kata Fitri, seorang orang tua siswa di Bandung.
Selain itu, ada kekhawatiran mengenai keselamatan siswa dalam perjalanan study tour.
Beberapa insiden kecelakaan yang melibatkan bus pariwisata sebelumnya juga menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan ini.
Di sisi lain, para pelaku usaha di sektor pariwisata merasakan pukulan besar akibat kebijakan ini.
Mereka berpendapat bahwa study tour telah menjadi bagian penting dalam industri mereka dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak pekerja, termasuk pemandu wisata, pemilik hotel, restoran, dan penyedia transportasi.
“Kalau sekolah-sekolah tidak lagi mengadakan study tour, tentu industri ini akan terguncang. Banyak usaha kecil yang mengandalkan kunjungan dari sekolah-sekolah,” kata Rudi, pemilik salah satu hotel di Lembang.
Beberapa pengelola tempat wisata bahkan mengusulkan agar ada solusi lain, seperti pengaturan ulang mekanisme study tour agar lebih terjangkau bagi siswa tanpa harus menghilangkannya sepenuhnya.
Sejumlah pihak mengusulkan alternatif agar study tour tetap dapat dilakukan tanpa membebani orang tua siswa secara finansial. Beberapa solusi yang diajukan antara lain:
Program Study Tour Bersubsidi – Pemerintah daerah dapat memberikan subsidi atau insentif bagi sekolah yang ingin mengadakan study tour agar biayanya lebih terjangkau.
Kunjungan Edukatif Lokal – Mengarahkan study tour ke tempat-tempat edukatif di dalam kota agar biaya transportasi dan akomodasi lebih murah.
Kemitraan dengan Industri Pariwisata – Mengajak tempat wisata bekerja sama dengan sekolah untuk memberikan diskon atau paket khusus bagi siswa.
Penggalangan Dana Sekolah – Sekolah dapat mengadakan kegiatan penggalangan dana atau sponsor untuk membantu siswa yang kurang mampu agar tetap bisa mengikuti study tour.
Virtual Study Tour – Memanfaatkan teknologi dengan mengadakan tur virtual ke tempat-tempat wisata edukatif yang bisa diakses tanpa biaya perjalanan.
Kebijakan larangan study tour di Jawa Barat yang diterapkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi menimbulkan dampak yang cukup luas.
Di satu sisi, kebijakan ini bertujuan melindungi keluarga dari beban ekonomi yang tidak perlu, namun di sisi lain, sektor pariwisata mengalami kerugian besar akibat pembatalan kunjungan dalam jumlah besar.
Solusi kompromi antara pemerintah, sekolah, dan pelaku usaha pariwisata perlu ditemukan agar pendidikan dan pariwisata dapat berjalan seimbang.
Jika tidak, kebijakan ini berpotensi menimbulkan efek jangka panjang yang merugikan banyak pihak, baik dalam bidang pendidikan maupun ekonomi lokal.(taa)