Komdigi Ungkap Worldcoin Kumpulkan 500.000 Data Retina WNI Sejak 2021

Worldcoin

Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menemukan bahwa layanan pengelola mata uang kripto World App atau Worldcoin, yang berada di bawah naungan perusahaan teknologi Tools for Humanity (TFH), telah beroperasi di Indonesia sejak 2021.

Padahal, kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pengawasan Ruang Digital Komdigi Brigjen Pol Alexander, TFH baru terdaftar resmi sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE) pada 2025.

Aktivitas Pengumpulan Data Retina

Maka dari itu, pihak Komdigi saat ini tengah mendalami secara teknis aktivitas yang telah dilakukan TFH, terutama karena informasi yang diterima menyebutkan bahwa layanan tersebut telah mengumpulkan data biometrik, termasuk data retina mata, masyarakat Indonesia sejak 2021.

“Nah, untuk saat ini kami sedang mendalami secara teknis apa yang sebenarnya mereka lakukan. Karena informasinya mereka sudah melakukan pengumpulan data itu sejak tahun 2021,” kata Alexander di Komdigi, Jumat (9/5/2025).

Lebih lanjut, Alexander menyampaikan bahwa sejak 2021 pihak dari World telah mengumpulkan lebih dari 500.000 retina code dari masyarakat Indonesia.

“TFH kemudian menyampaikan bahwa mereka telah mengumpulkan lebih dari 500.000 retina code dari pengguna di Indonesia,” ujarnya.

Kasus worldcoin

Kasus Worldcoin ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam mengawasi pengumpulan data biometrik oleh perusahaan teknologi global.

Fenomena Worldcoin di Indonesia

Fenomena Worldcoin mulai nampak pada awal 2024, ketika perusahaan Tools for Humanity secara agresif membuka titik-titik pendaftaran Worldcoin di kota-kota besar Indonesia.

Dengan iming-iming token yang bisa menjadi uang, ribuan warga rela antre untuk memindai bola mata mereka di perangkat berbentuk bulat futuristik yang disebut “Orb”.

Setelah memindai iris mata melalui perangkat Orb, pengguna akan mendapatkan World ID, serta hadiah token Worldcoin (WLD) yang nilainya berkisar ratusan ribu rupiah.

Namun, kehadiran Worldcoin mulai menuai sorotan dari otoritas dan pakar teknologi di Indonesia. Kekhawatiran utama adalah pengumpulan data biometrik, terutama retina mata, yang sangat sensitif dan tidak bisa diubah jika bocor.

Pembekuan Sementara Worldcoin

Sebelumnya, Komdigi telah membekukan sementara tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (TDPSE) layanan Worldcoin dan WorldID.

Komdigi juga berniat memanggil PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk memberikan klarifikasi atas dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.

Alexander menjelaskan bahwa langkah ini diambil menyusul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan yang berkaitan dengan layanan Worldcoin dan WorldID.

“Pembekuan ini merupakan langkah preventif untuk mencegah potensi risiko terhadap masyarakat. Kami juga akan memanggil PT Terang Bulan Abadi untuk klarifikasi resmi dalam waktu dekat,” tegas Alexander Sabar di Jakarta, Minggu (4/4/2025).

Legalitas dan Pemanggilan Pihak Terkait

Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik (PSE) dan tidak memiliki TDPSE sebagaimana diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan.

Di sisi lain, layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yaitu PT Sandina Abadi Nusantara.

“Layanan Worldcoin tercatat menggunakan TDPSE atas nama badan hukum lain, yakni PT Sandina Abadi Nusantara,” ungkap Alexander.

Komdigi menegaskan akan melakukan audit dan pemeriksaan lebih mendalam terhadap legalitas dan aktivitas pengumpulan data biometrik yang dilakukan oleh TFH maupun entitas terkait lainnya.

Proses Investigasi Berkelanjutan

Proses investigasi ini juga melibatkan koordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk memastikan bahwa pengumpulan data biometrik oleh Worldcoin tidak melanggar regulasi data pribadi di Indonesia.

Komdigi juga akan melibatkan pakar keamanan siber guna memastikan adanya langkah pencegahan terhadap potensi kebocoran data retina pengguna di masa depan.

“Kami tidak hanya fokus pada aspek legalitas, tetapi juga pada potensi risiko keamanan yang mungkin muncul dari pengumpulan data biometrik secara masif ini. Pemerintah akan terus memantau dan melakukan evaluasi menyeluruh,” lanjut Alexander.

Komdigi mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memberikan data pribadi, terutama data biometrik, kepada platform yang belum terverifikasi secara resmi.

Hal ini penting agar tidak ada penyalahgunaan data oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Tantangan Pengawasan Data di Era Digital

Kasus Worldcoin ini menyoroti tantangan besar yang dihadapi pemerintah dalam mengawasi pengumpulan data biometrik oleh perusahaan teknologi global.

Meskipun teknologi blockchain dan cryptocurrency terus berkembang, aspek perlindungan data pribadi tetap menjadi perhatian utama yang tidak boleh diabaikan.

Pemerintah juga diharapkan segera menerbitkan regulasi khusus yang lebih ketat terkait pengumpulan data biometrik oleh aplikasi berbasis blockchain agar tidak menimbulkan kerentanan bagi warga Indonesia.

Dengan investigasi yang masih berlangsung, masyarakat diimbau untuk waspada dan tidak terburu-buru menggunakan aplikasi yang mengharuskan pemindaian data biometrik tanpa adanya jaminan perlindungan data pribadi.(vip)