Kenapa Algoritma Blockchain & Kripto Terus Berkembang? Ini Penjelasan Lengkapnya

Algoritma blockchain

Teknologi blockchain dan mata uang kripto telah mengalami pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, hingga kini belum ada satu pun solusi yang benar-benar mampu menyeimbangkan tiga aspek utama: skalabilitas, keamanan, dan desentralisasi—yang dikenal sebagai “Blockchain Trilemma”.

Kondisi inilah yang memicu terus munculnya inovasi di sektor algoritma konsensus.

Bagi investor berani yang menyukai risiko tinggi dan memiliki ketertarikan terhadap teknologi masa depan, fenomena ini justru menjadi peluang.

Pasalnya, perkembangan ekosistem blockchain yang dinamis memunculkan banyak proyek baru yang menjanjikan terobosan.

Berpartisipasi lebih awal dalam proyek semacam ini bisa memberikan potensi keuntungan besar seiring naiknya valuasi jika proyek tersebut berhasil.

Blockchain

Ilustrasi sistem konsensus blockchain: masing-masing mekanisme seperti PoW dan PoS berperan penting dalam menjaga jaringan tetap berjalan aman dan efisien.

Proof-of-Work (PoW): Aman tapi Boros Energi

Bitcoin (BTC) adalah contoh utama dari sistem konsensus Proof-of-Work (PoW).

Model ini terbukti aman dan sangat terdesentralisasi karena melibatkan ribuan komputer di seluruh dunia yang bersaing menyelesaikan teka-teki matematika untuk memvalidasi transaksi dan membentuk blok baru.

Namun, PoW punya kelemahan besar: konsumsi energi yang sangat tinggi. Proses mining membutuhkan perangkat keras khusus dan pasokan listrik besar, sehingga biaya operasionalnya membengkak.

Semakin ramai jaringan Bitcoin, biaya transaksi pun ikut melonjak dan skalabilitas jadi tantangan tersendiri.

Menurut laporan dari Cambridge Centre for Alternative Finance (CCAF), penggunaan energi tahunan untuk menambang Bitcoin mencapai 138 terawatt-jam (TWh) pada 2025.

Angka ini setara dengan 0,54% dari konsumsi listrik global. Bahkan, sekitar 80% dari biaya operasional para miner berasal dari listrik.

Jika dihitung, biaya listrik saja berkisar di US$45 per MWh, dan bisa mencapai US$55,5 per MWh bila termasuk investasi infrastruktur listrik.

Proof-of-Stake (PoS): Hemat Energi, Tapi Rawan Sentralisasi

Sebagai alternatif PoW, banyak proyek kripto kini mengadopsi sistem Proof-of-Stake (PoS). Ethereum, misalnya, sudah beralih ke PoS dalam upaya meningkatkan efisiensi dan menurunkan emisi karbon.

Di sistem ini, validator dipilih berdasarkan jumlah aset kripto yang mereka “kunci” dalam jaringan, dikenal dengan istilah staking.

PoS memiliki keunggulan dari sisi kecepatan dan biaya transaksi yang lebih rendah, serta konsumsi energi jauh lebih kecil dibanding PoW.

Tapi di sisi lain, jika terlalu banyak aset dikuasai oleh segelintir pihak, sistem ini bisa menjadi lebih tersentralisasi, bertolak belakang dengan semangat desentralisasi blockchain.

Inovasi Hybrid dan Modular: Mencari Keseimbangan Baru

Karena tidak ada algoritma konsensus yang benar-benar sempurna, muncul berbagai variasi baru untuk menjawab tantangan Blockchain Trilemma.

Beberapa proyek mencoba menggabungkan fitur terbaik dari beberapa model dalam bentuk sistem hybrid atau modular.

Contohnya, mekanisme Delegated Proof-of-Stake (DPoS) yang digunakan oleh EOS dan TRON adalah modifikasi dari PoS yang memilih sejumlah kecil delegasi untuk menjadi validator berdasarkan suara komunitas.

Sementara Solana menggunakan kombinasi unik antara Proof-of-History (PoH) dan PoS untuk mencapai efisiensi transaksi sangat tinggi.

Bahkan, Binance mengembangkan model gabungan antara Proof-of-Stake dan Proof-of-Authority (PoA).

Meskipun model ini menurunkan tingkat desentralisasi karena hanya mempercayakan validasi transaksi pada sekelompok validator tertentu, namun keuntungannya adalah kecepatan dan efisiensi transaksi yang jauh lebih baik.

Proof-of-Authority (PoA): Efisien, tapi Kurang Terbuka

PoA diperkenalkan oleh Gavin Wood sebagai solusi untuk blockchain privat yang membutuhkan kecepatan dan efisiensi.

Di sistem ini, hanya validator tertentu yang memiliki reputasi dan latar belakang terpercaya yang diberi wewenang untuk memvalidasi transaksi.

Kelebihan PoA termasuk daya komputasi rendah, kecepatan tinggi, dan tahan terhadap serangan 51%.

Namun, karena bergantung pada identitas validator dan otoritas tertentu, sistem ini cenderung lebih sentralistik, sehingga tidak cocok untuk blockchain publik yang mengedepankan keterbukaan dan anonimitas.

Menurut penjelasan dari Pintu Academy, validator dalam sistem PoA dipilih berdasarkan kredibilitas dan komitmen mereka terhadap jaringan.

Transaksi yang masuk diverifikasi oleh node khusus secara acak, sebelum dicatat dalam blok baru. Keamanan dijaga melalui proses seleksi ketat dan reputasi yang dipertaruhkan oleh para validator.

Konsensus Alternatif: Proof-of-Burn dan PoET

Selain model-model utama, ada pula algoritma konsensus alternatif seperti Proof-of-Burn (PoB) dan Proof-of-Elapsed Time (PoET). Dalam PoB, miner harus “membakar” sejumlah koin—artinya mengirim ke alamat yang tidak bisa digunakan kembali—untuk mendapatkan hak memvalidasi transaksi.

Model ini menciptakan kelangkaan sebagai bentuk investasi jangka panjang.

Sementara PoET, yang dikembangkan oleh Intel, menggunakan sistem undian berbasis waktu yang adil untuk memilih validator berikutnya.

Sistem ini lebih hemat energi dan cocok untuk blockchain privat, tetapi belum banyak diadopsi oleh jaringan publik.

Terus berkembangnya algoritma konsensus di dunia blockchain mencerminkan bahwa teknologi ini belum mencapai titik ideal.

Masing-masing mekanisme punya kelebihan dan kekurangannya sendiri, tergantung pada prioritas pengguna dan pengembang: apakah lebih mengutamakan keamanan, efisiensi, atau desentralisasi.

Bagi investor dan penggemar teknologi, dinamika ini bukanlah hambatan, melainkan peluang.

Proyek-proyek baru yang mencoba menjawab tantangan Blockchain Trilemma mungkin saja menjadi bintang masa depan di dunia kripto dan blockchain.(vip)