Menteri HAM Natalius Pigai saat menyambangi kantor Tempo, menegaskan pentingnya perlindungan terhadap kebebasan pers.
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai menyambangi kantor Tempo yang berlokasi di Jalan Palmerah Barat pada Jumat, 21 Maret 2025, malam.
Kedatangannya terjadi setelah dirinya menghadiri rapat paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Pigai menjelaskan bahwa kunjungannya ini sebagai respons atas teror yang ditujukan kepada jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana alias Cica.
Ia menegaskan bahwa tindakan teror semacam ini tidak dapat dibiarkan karena merupakan ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia.
“Saya mendapat informasi bahwa Tempo mendapat teror. Saya bilang, ini tidak bisa dibiarkan,” ujar Pigai saat berada di kantor Tempo, Jumat (21/3/2025).
Dewan Pers mengutuk aksi teror kepala babi ke kantor Tempo sebagai ancaman terhadap jurnalis dan kebebasan pers di Indonesia.
Pigai menegaskan bahwa pers adalah pilar utama demokrasi. Ia menilai segala bentuk intimidasi terhadap insan pers adalah tindakan yang mencederai kebebasan berekspresi dan kebebasan pers di Indonesia.
“Saya meminta kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini. Jangan hanya bergerak berdasarkan laporan, tetapi harus memastikan keadilan ditegakkan,” tegasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, Tubagus Hasanuddin, juga menyampaikan pandangannya mengenai insiden ini.
Menurutnya, pers memiliki peran penting dalam mengungkap fakta serta mengawal jalannya pemerintahan.
Oleh sebab itu, keamanan bagi para jurnalis harus menjadi prioritas dan dihormati oleh semua pihak.
“Saya mendukung penuh langkah Dewan Pers dalam menangani kasus ini. Aparat penegak hukum harus segera bertindak dan mengusut tuntas pelaku intimidasi ini. Segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis harus ditindak sesuai hukum yang berlaku,” ujar Hasanuddin, yang juga merupakan politikus PDIP.
Kantor Tempo di Jalan Palmerah Barat Nomor 8 dikirimi kepala babi yang dikemas dalam kotak kardus berlapis styrofoam.
Kotak tersebut pertama kali diterima oleh satuan pengamanan kantor Tempo pada Rabu, 19 Maret 2025, sekitar pukul 16.15 WIB.
Sementara itu, jurnalis Tempo yang menjadi sasaran teror, Francisca Christy Rosana atau Cica, baru menerima paket tersebut keesokan harinya pada Kamis (20/3/2025) pukul 15.00 WIB, setelah kembali dari tugas bersama rekannya, Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran.
Hussein yang pertama kali membuka kotak tersebut sudah memiliki kecurigaan.
Pasalnya, selain tidak ada nama pengirim, kotak itu juga mengeluarkan aroma busuk yang cukup menyengat. Setelah dibuka, ternyata kotak itu berisi kepala babi dengan kedua telinga yang sudah terpotong.
“Kami langsung membawa kotak tersebut keluar gedung setelah melihat isinya. Kedua telinganya sudah terpotong,” ungkap Hussein.
Pemimpin Redaksi Tempo, Setri Yasra, menduga bahwa pengiriman kepala babi ini merupakan upaya teror yang bertujuan menghambat kerja jurnalistik Tempo.
“Kami melihat ini sebagai bentuk intimidasi terhadap kebebasan pers. Ini bukan hanya ancaman terhadap Tempo, tetapi juga terhadap kebebasan pers di Indonesia secara keseluruhan,” ujar Setri.
Ia menegaskan bahwa kerja jurnalistik sudah diatur dalam Undang-Undang Pers yang menjamin perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugasnya.
Oleh karena itu, tindakan teror dan intimidasi semacam ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.
“Kebebasan pers tidak boleh diganggu dengan cara apa pun. Jurnalis bekerja sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Kami berharap aparat penegak hukum dapat bertindak cepat dalam menangani kasus ini,” tegasnya.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, turut mengecam keras tindakan teror yang menimpa Tempo dan jurnalisnya.
Menurutnya, segala bentuk ancaman, intimidasi, dan kekerasan terhadap jurnalis adalah ancaman nyata terhadap independensi dan kemerdekaan pers di Indonesia.
“Tindakan ini merupakan bentuk premanisme yang tidak bisa ditoleransi. Kami mengutuk segala bentuk teror terhadap jurnalis dan perusahaan pers,” kata Ninik dalam konferensi pers yang digelar di kantor Dewan Pers pada Jumat, 21 Maret 2025.
Dewan Pers berharap pihak kepolisian dapat segera mengungkap dalang di balik aksi teror ini agar tidak terjadi hal serupa di masa mendatang.
Selain itu, mereka juga mengimbau seluruh insan pers untuk tetap menjalankan tugas jurnalistik dengan profesional dan tidak takut terhadap ancaman apa pun.
Hingga saat ini, kepolisian masih menyelidiki kasus ini. Menteri HAM Natalius Pigai, Dewan Pers, serta berbagai pihak lainnya terus mendesak agar aparat kepolisian segera mengusut tuntas kasus teror ini.
“Saya berharap aparat kepolisian bisa menangkap pelaku sesegera mungkin dan memberikan kepastian hukum kepada insan pers. Kita harus memastikan bahwa kebebasan pers di Indonesia tetap terjaga,” pungkas Pigai.
Peristiwa ini menjadi pengingat bahwa kebebasan pers harus dilindungi dan segala bentuk ancaman terhadap jurnalis harus ditindak tegas.
Pers sebagai pilar demokrasi tidak boleh dibiarkan bekerja dalam bayang-bayang ancaman dan intimidasi.
Kasus teror ini membuka kembali diskusi mengenai perlindungan jurnalis di Indonesia.
Beberapa kasus serupa sebelumnya juga terjadi, di mana jurnalis mengalami intimidasi baik secara fisik maupun mental akibat pemberitaan yang mereka angkat.
Organisasi pers dan komunitas jurnalistik mendesak pemerintah untuk memperkuat regulasi terkait perlindungan jurnalis.
Selain itu, mereka juga meminta agar aparat penegak hukum bersikap tegas dalam menindak segala bentuk ancaman terhadap kebebasan pers.
Keamanan jurnalis bukan hanya tanggung jawab lembaga pers, tetapi juga seluruh elemen masyarakat.
Dukungan terhadap kebebasan pers harus terus diperjuangkan agar informasi yang disampaikan kepada publik tetap objektif, transparan, dan independen.(vip)