Kejaksaan Agung terus mengusut kasus korupsi tata kelola minyak di Pertamina yang merugikan negara hingga Rp 193,7 triliun.
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina.
Kasus ini melibatkan Sub Holding Pertamina serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam periode 2018 hingga 2023.
Dari sembilan tersangka tersebut, enam di antaranya merupakan pejabat di Sub Holding PT Pertamina, sementara tiga lainnya berasal dari pihak broker.
Dalam penyelidikan yang masih berlangsung, ditemukan fakta menarik bahwa enam tersangka dari Sub Holding Pertamina memiliki grup WhatsApp (WA) bernama “Orang-Orang Senang” yang digunakan untuk berkomunikasi.
Informasi ini pertama kali diungkap oleh Tempo dan kini tengah didalami oleh penyidik Kejagung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, mengonfirmasi keberadaan grup WA tersebut, meskipun ia mengaku tidak mengetahui detail percakapan di dalamnya.
Grup WhatsApp “Orang-Orang Senang” diduga menjadi wadah komunikasi para tersangka dalam skandal korupsi Pertamina.
“Saya dengar soal grup itu, tapi saya tidak tahu pasti apa yang dibahas di dalamnya,” ujarnya pada Kamis, 6 Maret 2025.
Diketahui bahwa grup WhatsApp “Orang-Orang Senang” ini hanya beranggotakan enam pejabat dari Sub Holding Pertamina, tanpa keikutsertaan tersangka dari pihak broker.
Kejaksaan saat ini masih fokus menggali lebih banyak informasi dari sembilan tersangka yang sudah ditahan. “Karena ada tenggat waktu, kami fokus di situ dulu,” tambah Harli.
Enam pejabat Sub Holding Pertamina yang tergabung dalam grup WA tersebut antara lain:
Sementara itu, tiga tersangka dari pihak broker adalah:
Penyidik menemukan beberapa modus operandi dalam skandal ini. Salah satu temuan utama adalah adanya dugaan pembayaran atas pembelian bahan bakar minyak (BBM) jenis Ron 92 yang tidak sesuai dengan spesifikasi.
PT Pertamina Patra Niaga, yang bertanggung jawab atas pengadaan BBM, diketahui mengimpor BBM Ron 92 dari luar negeri. Namun, BBM yang diterima justru berjenis Ron 90, yang memiliki kualitas lebih rendah.
Selain ketidaksesuaian spesifikasi, Kejaksaan menemukan bahwa proses pengolahan dari Ron 90 menjadi Ron 92 tidak dilakukan di fasilitas resmi PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), melainkan di PT Orbit Terminal Merak.
Perusahaan ini dimiliki oleh salah satu tersangka dari pihak broker, yaitu Kerry Andrianto Riza. Hal ini menjadi salah satu indikasi kuat adanya praktik ilegal dalam proses pengolahan BBM tersebut.
Lebih lanjut, Kejaksaan juga mengungkapkan adanya dugaan mark-up atau penggelembungan harga dalam kontrak pengadaan minyak mentah dan produk kilang yang dilakukan oleh PT Pertamina Internasional Shipping.
Mark-up tersebut diperkirakan berkisar antara 13 hingga 15 persen dari harga seharusnya, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi negara.
Berdasarkan perhitungan awal, Kejaksaan menyebut bahwa skandal korupsi ini telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun hanya dalam tahun 2023.
Angka ini diperkirakan masih bisa bertambah karena Kejaksaan terus melakukan proses perhitungan dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
Modus operandi yang dilakukan oleh para tersangka bukan hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat luas.
Pasalnya, dengan adanya penyelewengan dalam pengadaan BBM, kualitas bahan bakar yang beredar di pasaran bisa jadi tidak sesuai dengan standar yang seharusnya, sehingga berpengaruh pada kinerja kendaraan serta emisi yang dihasilkan.
Kejaksaan Agung menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengusut tuntas kasus ini. Saat ini, fokus utama penyidik adalah menggali lebih dalam informasi dari sembilan tersangka yang telah ditahan.
Mengingat besarnya nilai kerugian yang ditimbulkan, Kejaksaan juga berupaya melibatkan berbagai instansi untuk membantu proses investigasi dan penghitungan ulang kerugian negara.
Selain itu, Kejaksaan juga sedang menelusuri aliran dana yang berasal dari hasil korupsi ini. Tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru yang terungkap seiring berjalannya penyelidikan.
“Kami masih terus mendalami aliran dana dan keterlibatan pihak lain dalam skandal ini,” ujar seorang penyidik Kejaksaan yang enggan disebut namanya.
Majalah Tempo telah menerbitkan laporan investigasi mendalam mengenai skandal ini dalam edisi 9 Maret 2025. Laporan tersebut berjudul “Bagaimana Para Tersangka Berkomplot Mengimpor dan Mengoplos BBM.”
Dalam laporan tersebut, Tempo mengungkap berbagai skema yang digunakan oleh para tersangka untuk memanipulasi pengadaan BBM, termasuk peran grup WhatsApp “Orang-Orang Senang” dalam koordinasi mereka.
Kasus korupsi di lingkungan Pertamina ini kembali mengingatkan publik akan besarnya tantangan dalam pengelolaan sektor energi di Indonesia.
Dengan nilai kerugian negara yang sangat besar, skandal ini menjadi salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah negeri ini.
Publik kini menunggu langkah tegas dari Kejaksaan Agung dalam menuntaskan kasus ini dan memastikan para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.
Apakah kasus ini akan menjadi titik balik bagi reformasi tata kelola minyak dan gas di Indonesia? Hanya waktu yang akan menjawabnya.
Namun, satu hal yang pasti, masyarakat berharap agar kasus ini tidak berakhir seperti banyak skandal besar lainnya yang menguap tanpa kejelasan.(vip)