Categories: Berita Nasional

Kasus Korupsi Pertamina, Ahok Dipanggil Kejagung: Ini Kata Ahok

Mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, memberikan tanggapan terkait pemeriksaannya di Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan subholding Pertamina.

Ahok menegaskan bahwa kasus yang tengah diperiksa oleh Kejagung ini sebenarnya terkait dengan anak perusahaan atau subholding Pertamina, bukan induk perusahaannya.

“Sebetulnya secara struktur kan subholding,” ujar Ahok kepada awak media di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (13/3/2025). Kendati demikian, ia mengaku siap membantu Kejaksaan Agung dengan memberikan keterangan yang dibutuhkan terkait kasus tersebut. “Tapi, saya sangat senang kalau bisa membantu kejaksaan. Apa yang saya tahu akan saya sampaikan,” lanjutnya.

Ahok tiba di Kejaksaan Agung sekitar pukul 08.36 WIB. Ia tampak mengenakan kemeja batik coklat lengan panjang dan membawa sebuah buku berwarna coklat.

Ia ditemani oleh satu orang stafnya, sementara staf lainnya sudah menunggu di dalam gedung pemeriksaan.

Ahok memberikan keterangan kepada awak media usai diperiksa Kejagung, menegaskan kesiapannya membantu mengungkap kasus yang tengah diselidiki.

Kejaksaan Agung sebelumnya telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi di subholding Pertamina.

Dari sembilan tersangka tersebut, enam di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina. Keenam tersangka tersebut adalah:

  • Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.
  • Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi.
  • Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin.
  • VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Agus Purwono.
  • Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya.
  • VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

Selain enam petinggi anak usaha Pertamina tersebut, Kejagung juga menetapkan tiga orang dari sektor swasta yang berperan sebagai broker dalam kasus ini, yakni:

  • Muhammad Kerry Adrianto Riza, beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa.
  • Dimas Werhaspati, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim.
  • Gading Ramadhan Joedo, Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Menurut perhitungan Kejaksaan Agung, kasus ini diperkirakan telah merugikan negara hingga Rp193,7 triliun. Nilai tersebut menjadikannya sebagai salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah industri energi di Indonesia.

Para tersangka dalam kasus ini disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pemeriksaan terhadap Ahok sebagai mantan Komisaris Utama Pertamina dilakukan untuk menelusuri keterkaitan antara kebijakan di tingkat komisaris dan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh pejabat di level anak perusahaan.

Kejagung ingin mengetahui apakah ada keterlibatan atau persetujuan dari dewan komisaris terhadap kebijakan yang berujung pada dugaan korupsi tersebut.

Sebelumnya, Ahok beberapa kali mengkritik kebijakan di internal Pertamina, khususnya terkait tata kelola dan efisiensi perusahaan.

Dalam beberapa kesempatan, ia menyampaikan bahwa masih banyak celah dalam sistem pengelolaan di Pertamina yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi oleh pihak-pihak tertentu.

Oleh karena itu, keterangannya dalam kasus ini dianggap penting untuk menggali lebih dalam mengenai bagaimana keputusan-keputusan strategis dibuat di subholding Pertamina.

Mengenai pemanggilan dirinya, Ahok menegaskan bahwa ia siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum. “Saya sangat terbuka, dan jika ada hal yang saya ketahui, tentu akan saya sampaikan kepada penyidik,” ujarnya.

Ia juga menyatakan komitmennya untuk membantu Kejaksaan Agung dalam mengusut kasus ini secara transparan.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut perusahaan energi terbesar di Indonesia yang memiliki peran penting dalam perekonomian nasional.

Banyak pihak berharap agar Kejagung dapat menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya dan menindak tegas para pelaku yang terbukti bersalah.

Sebab, kasus dugaan korupsi ini bukan hanya merugikan negara dalam jumlah besar, tetapi juga berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan BUMN di sektor energi.

Di sisi lain, sejumlah pakar hukum menilai bahwa kasus ini bisa menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi menyeluruh di tubuh Pertamina dan anak-anak perusahaannya.

Salah satu upaya yang disarankan adalah memperbaiki sistem pengawasan internal agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Pakar ekonomi juga menyoroti perlunya peningkatan transparansi dalam pengelolaan keuangan Pertamina agar bisa lebih akuntabel.

Sementara itu, Kejaksaan Agung memastikan bahwa penyelidikan kasus ini akan terus berjalan tanpa pandang bulu.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan bahwa seluruh pihak yang terlibat, baik dari kalangan internal Pertamina maupun pihak eksternal, akan diperiksa secara menyeluruh.

“Kami berkomitmen untuk mengungkap seluruh pihak yang bertanggung jawab dalam kasus ini. Tidak ada toleransi bagi siapapun yang terbukti bersalah,” tegasnya.

Dalam beberapa hari ke depan, Kejagung masih akan terus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi lainnya guna melengkapi bukti-bukti yang diperlukan.

Jika ditemukan adanya keterlibatan lebih luas, bukan tidak mungkin jumlah tersangka dalam kasus ini akan bertambah.

Kasus dugaan korupsi di subholding Pertamina ini menjadi salah satu sorotan utama di dunia hukum dan bisnis Indonesia.

Dengan nilai kerugian negara yang sangat besar, publik menaruh harapan tinggi agar proses hukum dapat berjalan dengan adil dan transparan.

Kejaksaan Agung diharapkan bisa menyelesaikan kasus ini dengan tuntas demi menegakkan keadilan dan menjaga kredibilitas industri energi nasional.(vip)