Inilah Daftar Negara yang Putuskan Balas Tarif Perdagangan AS

Perang Dagang
Konflik dagang antara Amerika Serikat dan berbagai negara kembali mencuat ke permukaan. Setelah Washington memberlakukan tarif tambahan terhadap sejumlah produk impor dari negara-negara tertentu, respons balasan pun bermunculan.
Negara-negara mitra dagang utama tidak tinggal diam. Mereka mulai mengumumkan kebijakan serupa—sebagai bentuk perlawanan terhadap langkah-langkah proteksionis yang diambil AS.
Tarif atau bea masuk tambahan ini bukan hanya berdampak pada hubungan diplomatik, tetapi juga merambat ke sektor industri, harga barang, dan ketidakstabilan pasar global.
Dan berikut ini merupakan pemembahasan tentang negara-negara yang memilih untuk membalas tarif AS dan alasan di balik kebijakan mereka.
Latar Belakang: Perang Tarif Amerika Serikat
Amerika Serikat di bawah beberapa administrasi—baik dari Partai Demokrat maupun Republik—semakin gencar menggunakan tarif sebagai alat negosiasi perdagangan.
Isu ketidakseimbangan neraca dagang, pencurian kekayaan intelektual, serta subsidi industri dari negara lain menjadi alasan utama AS untuk menerapkan tarif tambahan, terutama terhadap China, Uni Eropa, dan negara-negara lain seperti Meksiko, Kanada, dan India.
Namun, tarif yang dikenakan AS tidak hanya menyasar produk manufaktur, tetapi juga produk makanan, otomotif, baja, aluminium, dan barang teknologi tinggi. Akibatnya, negara-negara mitra merasa dirugikan dan mulai menerapkan tindakan balasan.
Negara-Negara yang Membalas Tarif AS

Kenaikan Tarif Dagang AS
1. China
Sebagai mitra dagang terbesar AS, China adalah pihak yang paling terlibat dalam perang dagang ini.
Setelah AS menaikkan tarif terhadap ratusan miliar dolar barang dari China, Beijing segera merespons dengan tarif balasan yang menargetkan produk-produk pertanian AS, kendaraan, dan bahan kimia.
Pemerintah China bahkan merancang “daftar hitam” perusahaan AS yang dianggap merugikan kepentingan ekonomi mereka, serta membatasi ekspor bahan baku penting seperti tanah jarang ke Amerika Serikat.
Perang dagang ini pun menjadi titik panas hubungan kedua negara.
2. Uni Eropa
Uni Eropa merespons tarif AS terhadap baja dan aluminium dengan kebijakan yang seimbang. Mereka menaikkan tarif terhadap produk khas Amerika seperti bourbon, sepeda motor, dan pakaian jeans.
Selain itu, Uni Eropa juga mengajukan gugatan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas kebijakan AS yang dianggap melanggar aturan perdagangan internasional.
Beberapa negara anggota seperti Jerman dan Prancis bahkan mendorong penguatan aliansi dagang dengan Asia untuk mengurangi ketergantungan terhadap pasar AS.
3. India
India adalah salah satu negara yang terdampak tarif tinggi AS terhadap baja dan aluminium. Setelah negosiasi tak membuahkan hasil, India menetapkan tarif balasan terhadap 28 produk asal Amerika Serikat, termasuk almond, apel, dan kacang-kacangan.
Langkah ini juga mencerminkan upaya India dalam melindungi petani dan industri dalam negerinya dari dampak negatif perang dagang.
4. Turki
Sebagai respons terhadap tarif AS, khususnya terhadap baja dan aluminium, Turki langsung menetapkan bea masuk tinggi pada barang-barang asal AS seperti kendaraan bermotor, alkohol, dan tembakau.
Ketegangan ini sempat memperburuk nilai tukar lira Turki dan menciptakan gejolak ekonomi dalam negeri.
Namun, pemerintah Turki menegaskan bahwa mereka tidak akan diam menghadapi langkah sepihak dari negara mana pun, termasuk AS.
5. Rusia
Meskipun hubungan dagang antara Rusia dan AS tidak sebesar China atau Uni Eropa, Rusia tetap mengambil tindakan balasan.
Pemerintah Rusia mengenakan tarif tambahan terhadap barang-barang tertentu asal AS dan memperketat regulasi teknis sebagai bentuk hambatan non-tarif.
Langkah Rusia ini lebih bernuansa politis, mencerminkan ketegangan geopolitik yang semakin meningkat.
Dampak Global Perang Tarif
Perang dagang tidak hanya memengaruhi dua negara yang berseteru. Efek domino dari kebijakan tarif ini meluas ke negara-negara berkembang, investor global, serta konsumen.
- Harga Naik: Tarif menyebabkan kenaikan harga barang impor, yang pada akhirnya dibebankan kepada konsumen.
- Pasar Bergejolak: Pasar saham dan mata uang menjadi sangat sensitif terhadap perkembangan kebijakan dagang.
- Gangguan Rantai Pasok: Perusahaan multinasional harus menyesuaikan strategi rantai pasok global mereka karena biaya logistik dan bahan baku meningkat.
- Ancaman Resesi Global: Dalam skala besar, konflik dagang yang tak terselesaikan bisa menjadi salah satu pemicu pelemahan ekonomi dunia.
Upaya Penyelesaian dan Masa Depan Perdagangan Global
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) menjadi tempat utama bagi negara-negara yang mengajukan keberatan atas kebijakan tarif AS.
Meski begitu, WTO juga mendapat tekanan besar akibat tidak mampu menyelesaikan sengketa secara cepat dan efektif.
Sementara itu, banyak negara mulai beralih ke perjanjian dagang bilateral atau multilateral tanpa melibatkan AS—seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) di Asia atau perjanjian dagang UE dengan Jepang dan Kanada.
Perang dagang yang berkepanjangan antara Amerika Serikat dan negara-negara mitra telah memicu gelombang balasan tarif yang menciptakan ketidakpastian dalam perekonomian global.
Dari China hingga Rusia, berbagai negara mengambil sikap tegas untuk melindungi kepentingan nasional mereka.
Dalam jangka panjang, diperlukan pendekatan diplomasi yang lebih inklusif agar kerja sama ekonomi global tidak semakin terfragmentasi. (ctr)