Indonesia Tawarkan Kerja Sama Dagang Jumbo ke AS di Awal Negosiasi

Airlangga hartarto

Pemerintah Indonesia tengah bersiap menghadapi salah satu negosiasi dagang paling krusial tahun ini dengan Amerika Serikat (AS), menyusul pemberlakuan tarif resiprokal oleh pemerintah AS yang mencapai 32 persen terhadap produk-produk asal Indonesia.

Dalam agenda diplomasi ekonomi yang berlangsung pada 16–23 April 2025 di Washington DC, Indonesia akan mencoba meredam dampak kebijakan proteksionis tersebut melalui pendekatan intensif dan tawaran dagang bernilai besar.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diundang untuk melakukan negosiasi langsung dengan pemerintah AS terkait kebijakan tarif baru.

Pertemuan penting tersebut akan melibatkan sejumlah tokoh penting dari AS, termasuk perwakilan dari United States Trade Representative (USTR), Kementerian Keuangan AS (Secretary of Treasury), serta Kementerian Perdagangan AS (Secretary of Commerce).

“Indonesia mendapatkan giliran pertama dalam proses negosiasi ini. Itu tentu bukan kebetulan, melainkan hasil dari langkah-langkah diplomasi yang telah kami lakukan selama ini, termasuk surat resmi dari pemerintah Indonesia kepada tiga kementerian penting di AS, sesuai arahan langsung dari Bapak Presiden,” ujar Airlangga dalam konferensi pers usai rapat koordinasi terbatas di kantornya, Senin (14/4/2025).

Diplomasi Aktif Melawan Proteksionisme

Diplomasi aktif

Indonesia Tak Balas Tarif AS, Pilih Jalur Negosiasi

Langkah cepat pemerintah Indonesia ini merupakan respons langsung terhadap kebijakan tarif tinggi Presiden AS Donald Trump yang dinilai dapat memukul ekspor nasional, terutama dari sektor manufaktur dan pertanian.

Untuk mengantisipasi kerugian lebih jauh, Indonesia telah menyiapkan strategi diplomasi ekonomi yang agresif, termasuk proposal kerja sama bernilai miliaran dolar AS.

Airlangga menyebut, Indonesia telah menyiapkan dokumen non-paper proposal yang lengkap, mencakup berbagai aspek kerja sama perdagangan, penurunan tarif, penghapusan hambatan non-tarif (Non-Tariff Measures/NTMs), serta perluasan investasi kedua negara.

“Kami tidak datang dengan tangan kosong. Kami membawa paket usulan yang substansial dan komprehensif, mulai dari keseimbangan neraca dagang hingga kerja sama jangka panjang di sektor keuangan dan industri strategis,” jelasnya.

Tawaran Kompensasi Impor Produk AS

Salah satu langkah yang akan diambil pemerintah Indonesia adalah menawarkan kompensasi berupa pembelian produk-produk dari Amerika Serikat senilai 18–19 miliar dolar AS.

Tawaran ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan delta ekspor-impor antara kedua negara serta menunjukkan komitmen Indonesia dalam menjaga hubungan dagang yang adil dan saling menguntungkan.

Produk-produk yang kemungkinan akan dibeli Indonesia mencakup berbagai sektor, termasuk teknologi tinggi, pertanian, energi, dan peralatan industri.

Strategi ini juga diharapkan dapat meredam tekanan politik domestik di AS, yang selama ini sering mempersoalkan defisit perdagangan dengan negara-negara mitra, termasuk Indonesia.

Namun demikian, Airlangga menegaskan bahwa semua rencana tersebut masih akan sangat bergantung pada hasil negosiasi mendatang.

“Tawaran-tawaran ini masih dalam bentuk draft. Realisasinya akan bergantung pada sejauh mana pemerintah AS bisa menerima usulan dari Indonesia dan bersedia menyesuaikan kebijakan tarifnya,” kata Airlangga.

Fokus pada Investasi Bilateral

Selain membahas soal perdagangan, agenda pertemuan juga akan menyentuh aspek investasi langsung.

Pemerintah Indonesia ingin memperluas peluang kerja sama dengan perusahaan-perusahaan AS yang ingin menanamkan modal di Indonesia.

Sektor-sektor prioritas yang ditawarkan meliputi energi terbarukan, semikonduktor, kendaraan listrik (EV), dan manufaktur berorientasi ekspor.

Tak hanya itu, pemerintah juga berencana memperkuat investasi Indonesia di AS. Beberapa perusahaan nasional disebut-sebut tengah menjajaki peluang ekspansi pasar Amerika, terutama di sektor tekstil, makanan olahan, dan industri kreatif digital.

“Investasi dua arah ini penting untuk membangun kepercayaan dan memperkuat konektivitas ekonomi antara kedua negara. Indonesia siap membuka ruang investasi yang lebih besar, asalkan prinsip-prinsip fair trade dan kepastian hukum dijaga,” ucap Airlangga.

Persiapan Domestik: Satgas PHK dan Deregulasi

Selain diplomasi dagang, rapat koordinasi terbatas juga membahas arahan Presiden Prabowo Subianto terkait dengan penanganan isu ketenagakerjaan dan perbaikan iklim usaha di dalam negeri.

Pemerintah saat ini tengah merumuskan pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) dan Satgas Deregulasi.

Kedua satuan tugas ini bertujuan untuk memperluas lapangan kerja, merespons tren pengurangan tenaga kerja di beberapa sektor industri, serta menyederhanakan regulasi yang menghambat investasi.

“Satgas PHK dan Deregulasi ini akan bergerak cepat. Dalam waktu dekat, kami akan luncurkan beberapa paket kebijakan yang bisa jadi solusi cepat atau low-hanging fruit, baik untuk menarik investor maupun mengatasi PHK massal,” jelas Airlangga.

Misi Khusus di Washington

Dalam lawatan diplomatik ke Washington nanti, delegasi Indonesia tidak hanya akan bernegosiasi secara formal, tetapi juga melakukan sejumlah pertemuan dengan pelaku bisnis dan asosiasi industri di AS.

Tujuannya adalah membangun pemahaman bersama dan memperkuat dukungan terhadap posisi Indonesia dalam kebijakan perdagangan bilateral.

Pemerintah berharap negosiasi ini akan menghasilkan kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak dan mampu meredam eskalasi perang dagang yang bisa merugikan perekonomian global.

“Ini adalah momen penting bagi Indonesia untuk menunjukkan kapabilitas diplomasi ekonomi kita. Kami optimistis bahwa dengan pendekatan yang tepat, Indonesia bisa menghindari dampak negatif dari tarif tinggi ini dan justru memperkuat kemitraan ekonomi dengan Amerika Serikat,” pungkas Airlangga.(vip)