IHSG Anjlok, Inilah Sektor Saham yang Masih Menjanjikan di Tengah Volatilitas Pasar

Ihsg anjlok hingga menyebabkan bei berlakukan trading halt

Pada Selasa, 18 Maret 2025, pasar saham Indonesia mengalami guncangan signifikan yang dijuluki “Black Swan Tuesday”.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami anjlok hampir 7 persen pada sesi satu perdagangan.

Akibatnya, Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan penghentian sementara perdagangan saham atau dikenal trading halt.

Perlu diketahui, trading halt merupakan sebuah mekanisme yang otomatis diterapkan saat indeks turun terlalu dalam.

Kebijakan ini pertama kalinya terjadi sejak Maret 2020 lalu, tepatnya saat pandemi COVID-19 mengguncang pasar, IHSG kembali mengalami circuit breaker seperti ini.

Penyebab Anjloknya IHSG

Beberapa faktor utama yang memicu penurunan tajam IHSG, antara lain sebagai berikut.

  • Tekanan Jual Berkelanjutan

Selama empat hari berturut-turut, terjadi tekanan jual yang intens, dengan sektor teknologi mengalami kejatuhan terbesar.

Saham DCI Indonesia terkena auto reject bawah (ARB) selama tiga hari berturut-turut, sedangkan laporan keuangan Chandra Asri Pacific yang kurang memuaskan menambah kekhawatiran pasar.

  • Penurunan Peringkat oleh Lembaga Keuangan Global

Goldman Sachs menurunkan peringkat saham Indonesia dari ‘overweight’ menjadi ‘market weight’ dan obligasi negara tenor 10-20 tahun menjadi ‘neutral’ karena kekhawatiran risiko fiskal.

Di samping itu, Morgan Stanley juga menurunkan peringkat saham Indonesia dari ‘equal weight’ menjadi ‘underweight’.

Hal ini memicu kekhawatiran bahwa lembaga pemeringkat global, seperti S&P dan Moody’s, juga akan mengikuti langkah serupa.

  1. Rumor Politik

Munculnya rumor bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani yang akan mengundurkan diri justru memperburuk ketidakpastian, sehingga menciptakan gelombang kepanikan di kalangan investor ritel dan institusional.

Dampak Penurunan IHSG

Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P Sasmita, menyampaikan bahwa kondisi pasar saham Indonesia saat ini menjadi tanda bahwa perekonomian tengah memburuk.

Menurutnya, banyak investor saham yang tidak yakin dengan aset yang dipegang di Indonesia.

Akibatnya, para investor memilih untuk menjual aset secara besar-besaran dibandingkan harus mengalami kerugian.

Kondisi perekonomian yang sedang memburuk ini dapat dilihat dari berbagai hal, seperti minat pembelian yang melemah hingga penerimaan negara yang menurun.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan tercatat bahwa sektor setoran pajak dua bulan pertama tahun 2025 baru mencapai Rp187,8 triliun atau sekitar 8,6 persen dari target.

Penerimaan ini anjlok sebesar 30,19 persen dari tahun ke tahun, menilik penerimaan pajak pada awal tahun 2024 saja sudah mendapatkan Rp269,02 triliun.

Dengan problematika yang ada, banyak investor menilai Indonesia bukan tempat yang menguntungkan untuk berinvestasi.

Alhasil, perputaran uang yang digunakan untuk menggerakkan ekonomi akan membuat lapangan kerja di Indonesia semakin berkurang.

Jika dibiarkan terus menerus, ini bisa berdampak ke berbagai sektor, salah satunya angka pengangguran dan kemiskinan meningkat.

Sektor Saham yang Masih Menjanjikan

Meskipun saat ini tekanan pasar cukup tinggi akibat gejolak global dan ketidakpastian dalam negeri, tetapi ada beberapa saham yang tetap layak dikoleksi untuk investasi jangka panjang.

Managing Director Research and Digital Production PT Samuel Sekuritas Indonesia, Harry Su, mengungkap beberapa saham yang masih menjanjikan di tengah kondisi pasar ini.

Menurutnya, saham yang kini masih menarik adalah Indofood CBP (ICBP), Sumber Alfaria Trijaya (AMRT), dan Japfa Comfeed Indonesia (JPFA).

Mengetahui saham saham yang masih menjanjikan di tengah volatilitas pasar

Mengetahui saham-saham yang masih menjanjikan di tengah volatilitas pasar.

Dari keterangan Harry, saham-saham di sektor tersebut cenderung lebih stabil, karena memiliki permintaan yang kuat di tengah kondisi ekonomi yang tertekan.

Selain itu, saham dengan dividen tinggi yang lebih defensif terhadap volatilitas pasar juga dapat menjadi pertimbangan bagi para investor.

Beberapa saham yang dimaksud, meliputi Astra Internasional (ASII), HM Sampoerna (HMSP), dan Unilever Indonesia (UNVR).

Saham di sektor tersebut dinilai memiliki kinerja yang stabil di tengah kondisi pasar yang tidak pasti.

Adapun untuk saham dari sektor teknologi, semen, infrastruktur, dan energi terbarukan, hendaknya dihindari karena dianggap kurang stabil.

Strategi Investasi di Tengah Volatilitas

Menghadapi volatilitas pasar, investor perlu menerapkan strategi yang bijak untuk meminimalkan risiko dan memaksimalkan potensi keuntungan.

Berikut beberapa strategi yang dapat dipertimbangkan bagi para investor.

1. Diversifikasi Portofolio

Menyebar investasi ke berbagai sektor dan instrumen keuangan dapat membantu mengurangi risiko.

Diversifikasi memastikan bahwa penurunan di satu sektor tidak secara signifikan mempengaruhi keseluruhan portofolio.

2. Investasi Bertahap

Daripada menginvestasikan seluruh dana sekaligus, pertimbangkan untuk berinvestasi secara bertahap.

Strategi ini dapat membantu mengurangi dampak volatilitas pasar terhadap investasi.

3. Fokus pada Fundamental

Pilih saham berdasarkan fundamental perusahaan, seperti kinerja keuangan, manajemen yang kompeten, dan prospek pertumbuhan.

Perusahaan dengan fundamental kuat cenderung lebih mampu bertahan di tengah gejolak pasar.

4. Tetap Tenang dan Hindari Panic Selling

Volatilitas pasar seringkali memicu emosi negatif yang dapat mengarah pada keputusan investasi yang tidak rasional.

Oleh sebab itu, tetaplah tenang dan hindari menjual aset dengan panik hanya karena penurunan sementara.

Itulah, informasi mengenai IHSG anjlok hingga menyebabkan trading halt. Namun, dengan adanya sektor saham yang masih menjanjikan, peluang investasi sejatinya masih ada selama cermat dalam menyusun strategi. (fam)