
Hotman Paris menyoroti peran Ahok dalam kasus dugaan korupsi Pertamina yang tengah diselidiki Kejagung.
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea bersikeras bahwa mantan Komisaris Utama (Komut) PT Pertamina,
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, bisa dituntut dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina subholding serta Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023 yang tengah diusut Kejaksaan Agung (Kejagung).
Menurut Hotman, Ahok dapat dituntut dengan tuduhan kelalaian dalam melakukan pengawasan sebagai Komisaris Utama Pertamina.
Hotman mendasarkan argumennya pada Undang-Undang Perseroan Terbatas (UU PT) Nomor 40 Tahun 2007, terutama Pasal 108 ayat 1 dan 2 serta Pasal 114 ayat 4.
Dalam postingannya di Instagram, Hotman menjelaskan bahwa Dewan Komisaris memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan dan memberi nasihat kepada Direksi demi kepentingan perseroan.
Dasar Hukum yang Dipakai Hotman Paris
Berikut isi Pasal 108 (1) dan (2) UU PT:
- Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi.
- Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
Sementara itu, Pasal 114 ayat 3 dan 4 berbunyi:
3. Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.
4. Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas dua anggota atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
Hotman juga mengutip pendapat Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Perseroan Terbatas, yang menyatakan bahwa jika Dewan Komisaris lalai dalam tugas pengawasan dan pemberian nasihat sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan, maka setiap anggota Dewan Komisaris bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian tersebut.
Bantahan Hotman terhadap Tuduhan sebagai Buzzer

Hotman Paris menyoroti peran Ahok dalam kasus dugaan korupsi Pertamina yang tengah diselidiki Kejagung.
Dalam unggahannya, Hotman Paris mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki kepentingan politik dan menolak disebut sebagai buzzer pemerintah.
Ia menegaskan bahwa penghasilannya jauh lebih besar dibandingkan gaji seorang menteri, sehingga tidak mungkin menjadi agen pemerintah.
“Jangan masuk penjara untuk yang kedua kalinya!! Lima tahun berapa puluh miliar gajimu? Apa temuan kamu! Sesudah Kejagung berhasil, kamu nebeng viral,” tulis Hotman di akun Instagram resminya, Senin (3/3/2025).
Ia menilai, Ahok tidak seharusnya hanya sekadar berkoar di media jika memang mengetahui ada skandal korupsi di Pertamina.
Pasalnya, dugaan korupsi itu terjadi saat Ahok menjabat sebagai Komisaris Utama, yang seharusnya bertanggung jawab atas pengawasan di perusahaan.
“Komisaris utama itu tugasnya berhak memecat sementara direksi, berhak melakukan pemeriksaan apa pun.
Jadi, kalau ada penyelewengan besar di Pertamina, komisaris tidak tahu, setidak-tidaknya sekarang ini jangan dong cuap-cuap di media, seolah-olah dia tidak salah,” ujar Hotman dalam sebuah video di akun Instagramnya, Minggu (2/3/2025).
Hotman Tantang Ahok untuk Tidak Berkoar di Media
Hotman menduga ada dua kemungkinan kesalahan yang dilakukan Ahok selama menjabat di Pertamina, yakni karena lalai menjalankan tugasnya atau justru mengetahui ada dugaan korupsi tetapi tidak mengambil tindakan.
“Bisa karena gagal melaksanakan tugasnya atau lalai, atau memang tahu, tapi tidak diproses. Saya tidak tahu mana yang benar,” katanya.
Ia juga menuding Ahok lebih memilih diam dan menikmati gaji miliaran rupiah dibandingkan membongkar kasus dugaan korupsi saat masih menjabat.
“Kalau pun dia merasa tidak bersalah, setidak-tidaknya sekarang jangan cuap-cuap seolah-olah dia bersih, seolah-olah dia hebat,” kata Hotman.
Ahok Berpeluang Dipanggil Kejagung
Sementara itu, Kejagung membuka kemungkinan untuk memanggil Ahok guna dimintai keterangan terkait kasus ini.
Ahok sendiri menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina sejak 2019 hingga 2024, sementara dugaan korupsi yang diselidiki terjadi pada 2018-2023.
Menanggapi kemungkinan pemanggilan ini, Ahok menyatakan kesiapannya dan bahkan mengaku memiliki bukti berupa rekaman serta notulen setiap rapat saat ia masih menjabat.
“Saya siap, saya senang membantu, dan saya senang kalau di sidang, semua rekaman rapat saya itu diputar supaya seluruh rakyat Indonesia mendengarkan apa yang terjadi di Pertamina,” ujar Ahok dalam wawancara dengan kanal YouTube Narasi, Sabtu (1/3/2025).
Ahok mengungkapkan bahwa dirinya sebenarnya sudah lama mengetahui adanya dugaan praktik korupsi di Pertamina, tetapi ia merasa tidak berdaya untuk membongkarnya saat itu karena terikat oleh aturan perusahaan.
“Mereka neken saya, saya gak boleh ngomong ke media karena ini rahasia perusahaan. Oke, saya mesti kerjain. Saya harap kalau naik sidang, itu nanti semua rapat saya itu suara diperdengarkan di sidang,” tegasnya.
Dugaan Keterlibatan Petinggi Pertamina
Ahok juga mengungkapkan dugaan keterlibatan Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Ia menduga bahwa Riva bukan satu-satunya yang terlibat dalam skandal ini dan mendesak agar pihak Kejagung juga mengusut kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain, termasuk oknum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Saya kira oknum BPK bisa terlibat. Anda yang mengaudit kok,” ujar Ahok.
Menurutnya, saat masih menjabat, ia pernah mengancam akan memecat Riva karena dinilai tidak menjalankan tugasnya dengan baik.
Namun, sebagai Komisaris Utama, ia tidak memiliki kewenangan untuk memecat seorang Direktur Utama secara langsung.
“Lu tanya ke si Riva, itu pernah gua maki. Kalau gua Dirut, udah gua pecat lu. Benar gua gituin, gue pecat lu!” tegasnya.
Ahok juga menyinggung berbagai kebijakan yang dia ajukan saat menjabat tetapi tidak dijalankan oleh Riva, termasuk kebijakan digitalisasi sistem pengukuran BBM di SPBU yang dianggapnya bisa mencegah praktik kecurangan.
Dengan berbagai pernyataan ini, publik kini menunggu langkah Kejagung selanjutnya, termasuk apakah Ahok benar-benar akan dipanggil untuk memberikan kesaksian dalam kasus ini.(vip)