Hotman Paris Sebut Ahok Bisa Dituntut dalam Korupsi Pertamina: Ini Alasannya!

Ahok Dan Hotman Paris

Kasus dugaan korupsi di tubuh PT Pertamina (Persero) yang kini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung semakin menjadi sorotan publik.

Salah satu yang menjadi perbincangan hangat adalah pernyataan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, yang menyebut bahwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, mantan Komisaris Utama Pertamina, bisa dituntut atas kasus ini.

Pernyataan ini mengundang kontroversi, mengingat Ahok tidak disebut sebagai tersangka dalam kasus ini.

Namun, menurut Hotman Paris, sebagai Komisaris Utama, Ahok memiliki tanggung jawab dalam mengawasi jalannya perusahaan, termasuk mencegah terjadinya praktik korupsi.

Hotman Paris

Hotman Paris

Lalu, apa dasar hukum yang membuat Ahok bisa dituntut? Berikut penjelasannya secara lengkap.

Latar Belakang Kasus Korupsi di Pertamina

Kasus korupsi yang tengah diusut oleh Kejaksaan Agung ini berkaitan dengan dugaan penyimpangan dalam tata kelola minyak mentah di Pertamina.

Diduga, korupsi ini telah merugikan negara hingga Rp193,7 triliun. Beberapa nama telah ditetapkan sebagai tersangka, di antaranya Riva Siahaan, Maya Kusmaya, dan Yoki Firnandi.

Ahok sendiri menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina pada periode 2019-2024.

Meskipun tidak secara langsung disebut terlibat, Ahok mengaku siap memberikan keterangan kepada pihak berwenang dan membuka notulen rapat selama masa jabatannya untuk membantu pengusutan kasus ini.

Kritik Tajam Hotman Paris

Hotman Paris, melalui akun media sosialnya, mengkritik sikap Ahok yang terlalu vokal dalam menanggapi kasus ini.

Menurut Hotman, sebagai Komisaris Utama, Ahok seharusnya bertanggung jawab dalam mengawasi dan mencegah terjadinya praktik korupsi di perusahaan.

Hotman menekankan bahwa tugas utama seorang komisaris adalah melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan operasional perusahaan.

Jika ada korupsi dalam skala besar seperti ini, komisaris tidak bisa lepas tangan dan hanya berperan sebagai penonton.

Dasar Hukum yang Bisa Menjerat Ahok

Menurut Hotman Paris, tanggung jawab komisaris dalam mengawasi perusahaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT). Beberapa pasal yang relevan antara lain:

  • Pasal 108 ayat (1) dan (2) UU PT, yang menyatakan bahwa dewan komisaris bertanggung jawab atas pengawasan kebijakan dan jalannya pengurusan perusahaan serta memberikan nasihat kepada direksi.
  • Pasal 114 ayat (4) UU PT, yang menyebutkan bahwa setiap anggota dewan komisaris bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila terbukti bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.

Selain itu, dalam doktrin hukum perusahaan, apabila seorang komisaris lalai dalam menjalankan tugasnya hingga menyebabkan kerugian bagi perusahaan, maka ia dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum.

Tuntutan Hotman Paris terhadap Ahok

Berdasarkan dasar hukum tersebut, Hotman Paris menuntut agar Ahok:

  • Meminta maaf kepada publik atas kelalaiannya dalam mengawasi jalannya perusahaan selama menjabat sebagai Komisaris Utama Pertamina.
  • Mengembalikan seluruh gaji yang diterimanya selama menjabat, sebagai bentuk pertanggungjawaban moral atas kasus korupsi yang terjadi di Pertamina.
  • Hotman berpendapat bahwa meskipun Ahok tidak ditetapkan sebagai tersangka, sebagai komisaris ia tetap memiliki tanggung jawab moral atas kejadian ini.

Respons Ahok terhadap Tuntutan Hotman Paris

Hingga saat ini, Ahok belum memberikan tanggapan resmi terhadap tuntutan yang disampaikan oleh Hotman Paris.

Namun, sebelumnya Ahok telah menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan pihak berwenang dalam mengungkap kasus korupsi di Pertamina dan memberikan keterangan yang diperlukan.

Ahok juga sempat mengklaim bahwa dirinya sudah sering menyuarakan ketidakberesan dalam pengelolaan Pertamina selama menjabat.

Bahkan, ia mengaku telah mengusulkan berbagai perubahan kebijakan, namun tidak semuanya direspons oleh manajemen.

Sementara itu, sejumlah pihak menilai bahwa kritik Hotman Paris terhadap Ahok mungkin terlalu berlebihan.

Sebab, dalam sistem tata kelola perusahaan, tugas komisaris lebih bersifat pengawasan dan bukan eksekutor kebijakan.

Dengan demikian, tidak serta-merta seorang komisaris dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas dugaan korupsi yang dilakukan oleh jajaran direksi.

Di sisi lain, beberapa pakar hukum korporasi menilai bahwa tanggung jawab komisaris tetap harus diuji berdasarkan sejauh mana mereka menjalankan fungsinya.

Jika memang ditemukan adanya kelalaian dalam melakukan pengawasan, maka tanggung jawab tersebut bisa dibawa ke ranah hukum.

Dampak Polemik Ini terhadap Publik

Kasus ini tidak hanya menarik perhatian dari sisi hukum, tetapi juga menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat.

Sebagian orang mendukung pernyataan Hotman Paris dan menuntut transparansi lebih lanjut dalam pengusutan kasus ini.

Mereka berpendapat bahwa siapa pun yang memiliki peran dalam tata kelola Pertamina harus bertanggung jawab jika terjadi penyimpangan besar.

Namun, ada juga yang menilai bahwa Hotman Paris hanya mencari sensasi dengan pernyataannya.

Menurut mereka, Ahok telah berusaha menjalankan tugasnya dengan baik dan telah mengungkap berbagai permasalahan di tubuh Pertamina. Oleh karena itu, mereka menganggap bahwa tuduhan Hotman Paris terlalu tendensius.

Selain itu, kasus ini juga berdampak terhadap persepsi publik terhadap BUMN di Indonesia.

Skandal besar seperti ini memperkuat anggapan bahwa banyak BUMN yang masih bermasalah dalam tata kelola keuangan dan transparansi.

Oleh sebab itu, kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk melakukan reformasi besar-besaran dalam manajemen BUMN, termasuk di Pertamina.

Kasus korupsi di Pertamina terus menjadi perhatian publik, terutama setelah munculnya pernyataan Hotman Paris yang menyebut Ahok bisa dituntut atas kelalaian dalam menjalankan tugasnya sebagai Komisaris Utama.

Berdasarkan UU Perseroan Terbatas, seorang komisaris memang memiliki tanggung jawab untuk mengawasi dan memberikan nasihat terhadap kebijakan perusahaan.

Meski Ahok tidak termasuk dalam daftar tersangka, tuntutan agar ia meminta maaf dan mengembalikan gajinya mencerminkan harapan akan akuntabilitas dan tanggung jawab moral dari seorang pejabat tinggi perusahaan.

Kini, publik menunggu bagaimana perkembangan kasus ini dan apakah Ahok akan merespons tuntutan yang disampaikan oleh Hotman Paris.

Bagaimana menurut Anda? Apakah Ahok memang harus bertanggung jawab atau justru hanya menjadi korban dalam sistem yang lebih besar? (ctr)