PT Angkasa Pura Indonesia (Persero) atau InJourney Airports mengalami penurunan pendapatan akibat kebijakan diskon biaya tarif bandara dan diskon harga tiket
PT Angkasa Pura Indonesia (Persero) atau InJourney Airports mengalami penurunan pendapatan akibat kebijakan diskon biaya kebandarudaraan. Direktur Utama InJourney Airports, Faik Fahmi, mengungkapkan bahwa pemotongan sebesar 50% pada biaya jasa penumpang dan pesawat (PJP2U dan PJP4U) selama Lebaran 2025 berdampak pada berkurangnya pemasukan perusahaan.
Kebijakan ini diterapkan untuk membantu menurunkan harga tiket pesawat agar lebih terjangkau bagi masyarakat. Meskipun demikian, Faik Fahmi tidak menyebutkan secara rinci berapa besar penurunan pendapatan yang dialami oleh perusahaan akibat kebijakan tersebut.
Faik Fahmi menjelaskan bahwa meskipun mengalami penurunan pendapatan, jumlah pergerakan penumpang dan pesawat mengalami peningkatan selama musim mudik Lebaran. Lonjakan volume perjalanan udara yang cukup signifikan terlihat di berbagai bandara yang dikelola oleh InJourney Airports.
“Untuk dari sisi diskon itu pastinya sangat berdampak finansial kepada kita dalam khususnya dalam bentuk penurunan pendapatan. Tapi kita juga melihat secara volume traffic-nya itu meningkat,” ujar Faik Fahmi di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Kamis (20/3/2025).
Untuk mengimbangi penurunan pendapatan dari sektor penerbangan, InJourney Airports mengandalkan pendapatan di luar layanan pesawat udara atau nonaero. Faik Fahmi menyebutkan bahwa selama peak season, pendapatan nonaero diproyeksikan mengalami peningkatan yang cukup signifikan.
Pendapatan nonaero mencakup berbagai layanan komersial yang tersedia di bandara, seperti penyewaan tenant, restoran, hingga layanan parkir kendaraan. Saat ini, pendapatan dari sektor nonaero berkontribusi sekitar 40% terhadap total pendapatan perusahaan, sementara sektor aero masih mendominasi dengan 60%.
InJourney Airport andalkan layanan nonaero untuk meningkatkan pendapatan
“Posisi untuk aero itu 60%, dan untuk nonaero 40%,” ungkap Faik Fahmi. Ia menambahkan bahwa peningkatan pendapatan nonaero juga didorong oleh upaya beautifikasi dan transformasi bandara yang terus dilakukan. Berbagai perbaikan serta penambahan fasilitas baru, khususnya di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, turut mendorong peningkatan transaksi di area komersial bandara.
“Semua sudah kita dioperasikan dengan brand baru, nuansa baru, desain baru, itu semua penjualannya sangat meningkat. Jadi saya cukup optimis untuk non-aeronya bisa lebih meningkat dengan bagus lagi,” jelas Faik Fahmi.
Diskon biaya kebandarudaraan bukan pertama kali diterapkan oleh InJourney Airports. Sebelumnya, kebijakan serupa juga diberlakukan selama periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024/2025, yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian hingga Rp200 miliar.
Direktur Utama InJourney, Maya Watono, mengonfirmasi bahwa kebijakan diskon PJP2U dan PJP4U saat Nataru berdampak pada hilangnya pendapatan yang cukup besar. “Kita kurang lebih [Loss] Rp200 miliar,” ujar Maya saat dikonfirmasi oleh Bisnis. Kerugian ini menunjukkan besarnya dampak finansial yang harus ditanggung oleh perusahaan akibat kebijakan diskon tarif kebandarudaraan.
Kini, kebijakan serupa diterapkan kembali selama Lebaran 2025 dengan potongan hingga 50% yang dibagi menjadi tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U) serta tarif Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan, dan Penyimpanan Pesawat Udara (PJP4U). Penurunan tarif ini mulai berlaku di seluruh bandara yang dikelola langsung oleh InJourney Airports.
Penurunan tarif kebandarudaraan memberikan manfaat bagi maskapai dan penumpang. Maskapai penerbangan dapat menekan biaya operasional mereka, sehingga harga tiket pesawat menjadi lebih terjangkau selama musim mudik Lebaran.
Bagi masyarakat, kebijakan ini tentu menjadi kabar baik karena harga tiket pesawat sering mengalami lonjakan saat peak season. Dengan adanya potongan biaya kebandarudaraan, harga tiket diharapkan bisa lebih stabil dan tidak terlalu membebani calon penumpang yang ingin bepergian.
Namun, bagi InJourney Airports, kebijakan ini tetap menjadi tantangan besar karena harus mengelola keuangan dengan lebih efisien. Perusahaan perlu mencari strategi lain untuk mengimbangi potensi penurunan pendapatan akibat diskon tarif kebandarudaraan yang kembali diterapkan.
Untuk menghadapi tantangan ini, InJourney Airports berupaya mengoptimalkan pendapatan dari sektor nonaero. Perusahaan terus mengembangkan fasilitas di bandara agar lebih menarik bagi para penumpang dan pengunjung.
Salah satu langkah yang diambil adalah memperbanyak tenant komersial di area bandara, termasuk restoran, kafe, dan toko ritel. Dengan meningkatkan jumlah tenant dan menghadirkan brand-brand ternama, perusahaan berharap dapat meningkatkan pendapatan dari sektor komersial.
Selain itu, InJourney Airports juga fokus pada transformasi digital untuk meningkatkan pengalaman pengguna di bandara. Peningkatan layanan berbasis teknologi, seperti sistem pembayaran digital dan layanan berbasis aplikasi, diharapkan dapat menarik lebih banyak pelanggan dan meningkatkan transaksi di area bandara.
InJourney Airports mengalami penurunan pendapatan yang cukup drastis akibat dari penerapan kebijakan diskon biaya kebandarudaraan selama Lebaran 2025. Meski begitu, lonjakan jumlah penumpang dan pergerakan pesawat diharapkan dapat membantu mengimbangi dampak finansial yang ditimbulkan.
Pendapatan dari sektor nonaero menjadi tumpuan utama dalam menjaga stabilitas keuangan perusahaan. Dengan berbagai strategi seperti beautifikasi bandara, diversifikasi tenant, dan transformasi digital, InJourney Airports optimis dapat meningkatkan pendapatan di luar layanan penerbangan.
Kebijakan diskon tarif kebandarudaraan memang memberikan manfaat bagi maskapai dan penumpang, tetapi tetap menjadi tantangan bagi perusahaan. Oleh karena itu, strategi inovatif dan pengelolaan keuangan yang efisien menjadi kunci dalam menjaga keberlanjutan bisnis di tengah perubahan kebijakan yang berdampak pada pendapatan perusahaan. (dda)