Harga Bitcoin Melonjak: Faktor Sentimen Positif dan Dampaknya pada Pasar Kripto

Harga bitcoin melonjak

Harga Bitcoin kembali mencatatkan lonjakan signifikan hingga menembus angka 105.000 dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp1,7 miliar per koin. Kenaikan ini dipicu oleh serangkaian sentimen positif, mulai dari meningkatnya permintaan institusi besar, meredanya ketegangan geopolitik global, hingga data inflasi Amerika Serikat yang menunjukkan tren penurunan.

Sentimen Positif Mendorong Lonjakan Harga Bitcoin

Faktor eksternal juga turut meningkatkan harga Bitcoin. Faktor seperti meredanya ketegangan dagang global, khususnya pasca tercapainya kesepakatan tarif antara Amerika Serikat dan Cina, juga memberikan angin segar bagi pelaku pasar. Di sisi lain, kepastian regulasi di berbagai negara, termasuk Indonesia, turut mendorong rasa aman investor. Sentimen pasar yang terus membaik ini membuat banyak pihak optimistis akan keberlanjutan tren positif Bitcoin.

Meningkatnya Permintaan Institusi Besar

Kenaikan harga Bitcoin ini juga tidak terlepas dari meningkatnya permintaan dari institusi besar. Beberapa lembaga keuangan ternama mulai kembali melirik Bitcoin sebagai instrumen investasi jangka panjang. Hal ini disebabkan oleh adanya pandangan bahwa Bitcoin dapat menjadi aset lindung nilai ketika terjadi gejolak ekonomi global. Selain itu, perkembangan kebijakan di beberapa negara juga memudahkan akses institusi terhadap investasi kripto.

Tidak hanya itu, sejumlah perusahaan teknologi besar juga menunjukkan ketertarikan untuk menyimpan sebagian asetnya dalam bentuk kripto, termasuk Bitcoin. Mereka percaya bahwa Bitcoin dapat memberikan perlindungan terhadap depresiasi mata uang akibat ketidakpastian ekonomi. Langkah ini memberikan sinyal positif bagi investor ritel yang selama ini mengikuti jejak institusi besar.

Harga bitcoin naik tajam

Investor makin percaya diri, adopsi kripto makin meluas. Tapi ingat, volatilitas Bitcoin tetap tinggi — riset tetap wajib!

Data Inflasi AS dan Pengaruhnya pada Bitcoin

Selain permintaan institusi, data inflasi Amerika Serikat yang menunjukkan tren penurunan juga berdampak signifikan. Investor melihat kondisi ini sebagai peluang, mengingat ketika inflasi turun, daya beli meningkat dan aset berisiko seperti Bitcoin dianggap lebih menarik. Inflasi yang terkendali juga menunjukkan adanya pemulihan ekonomi yang stabil, sehingga kepercayaan investor terhadap pasar kripto pun ikut meningkat.

Di sisi lain, adanya sinyal bahwa The Fed tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat juga disambut positif. Dengan demikian, biaya pinjaman tetap rendah dan likuiditas di pasar tetap terjaga. Situasi ini memperkuat posisi Bitcoin sebagai instrumen alternatif di tengah inflasi yang melambat.

Adopsi Kripto yang Makin Meluas

Perluasan adopsi kripto juga memainkan peran penting dalam kenaikan harga Bitcoin. Banyak perusahaan besar mulai mengintegrasikan teknologi blockchain ke dalam sistem pembayaran mereka. Misalnya, sejumlah platform e-commerce global mulai menerima Bitcoin sebagai metode pembayaran. Hal ini meningkatkan penggunaan Bitcoin dalam transaksi harian, sehingga secara tidak langsung meningkatkan permintaan dan harga.

Beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, juga mulai membuka diri terhadap penggunaan kripto dalam transaksi tertentu. Hal ini memberikan keyakinan lebih pada investor lokal, terutama yang sebelumnya ragu karena adanya ketidakpastian regulasi. Dengan adopsi yang semakin luas, harapan agar Bitcoin bisa lebih stabil dalam jangka panjang semakin menguat.

Optimisme Investor Terhadap Bitcoin

Oscar, seorang analis kripto, pun optimis tren positif ini akan berlanjut, selama didukung oleh permintaan institusi yang terus meningkat, inflasi yang terkendali, serta adopsi kripto yang makin meluas. Namun, Oscar tetap mengingatkan agar investor berhati-hati karena volatilitas Bitcoin sangat dipengaruhi oleh dinamika global. “Investor harus terus melakukan riset dan memahami risiko yang ada sebelum berinvestasi,” tegasnya.

Oscar juga menambahkan bahwa saat ini investor lebih selektif dalam memilih aset kripto. Mereka cenderung memilih proyek yang memiliki fundamental kuat dan utilitas nyata, sehingga tidak mudah terpengaruh oleh FOMO (fear of missing out) atau hype sementara. Pendekatan ini membuat pasar lebih stabil dibandingkan beberapa tahun lalu.

Risiko yang Masih Mengintai

Meski prospek terlihat cerah, para investor tetap harus mewaspadai potensi risiko yang datang dari perubahan kebijakan global maupun sentimen negatif yang bisa muncul sewaktu-waktu. Salah satu ancaman besar bagi Bitcoin adalah kebijakan pengetatan moneter dari bank sentral utama dunia. Selain itu, apabila terjadi lonjakan inflasi kembali, bukan tidak mungkin harga Bitcoin akan mengalami koreksi.

Ketidakpastian di pasar saham global juga bisa memicu aksi jual Bitcoin, terutama ketika investor merasa lebih aman beralih ke aset konvensional seperti emas atau obligasi. Hal ini terjadi beberapa kali pada masa pandemi, ketika kepanikan pasar membuat aset digital ikut terpuruk.

Secara keseluruhan, kenaikan harga Bitcoin ke angka 105.000 dolar AS didorong oleh kombinasi sentimen positif, mulai dari meningkatnya permintaan institusi, data inflasi AS yang terkendali, hingga adopsi yang makin meluas. Meskipun begitu, volatilitas yang tinggi tetap mengintai, sehingga investor disarankan untuk selalu waspada dan melakukan analisis mendalam sebelum mengambil keputusan investasi.(vip)