Donald Trump naikkan tarif impor barang China jadi 145% untuk atasi defisit perdagangan, dampak pada ekonomi global semakin besar.
Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan China kembali memanas. Donald Trump mengumumkan langkah tegas yang berimbas pada perdagangan internasional.
Pemerintah AS kini menetapkan tarif impor sebesar 145% untuk barang-barang yang berasal dari China.
Keputusan ini merupakan bagian dari upaya Trump untuk mengatasi defisit perdagangan yang telah lama terjadi antara kedua negara besar tersebut.
Tarif impor yang diberlakukan Amerika Serikat untuk produk-produk asal China telah mencapai angka yang mencengangkan, yaitu 145%.
Jumlah ini adalah akumulasi dari dua elemen utama: pertama, kenaikan tarif yang sebelumnya diumumkan pada awal minggu menjadi 125%.
Dan kedua, bea masuk sebesar 20% terkait fentanil yang telah diberlakukan oleh Trump sejak Februari lalu.
Semua ini menjadikan tarif total impor barang dari China sangat tinggi, yang tentu akan berdampak signifikan pada hubungan perdagangan antara kedua negara.
Keputusan untuk menaikkan tarif impor menjadi 145% ini merupakan bagian dari kebijakan perdagangan yang lebih luas yang diambil oleh Presiden Donald Trump.
Salah satu tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk menekan defisit perdagangan antara Amerika Serikat dan China.
Selama bertahun-tahun, AS telah mengalami defisit perdagangan yang besar dengan China, yang telah memicu ketegangan diplomatik dan ekonomi antara kedua negara.
Menurut data yang dihimpun dari CNN, Amerika Serikat selama ini mengekspor barang dengan nilai mencapai USD 199 miliar ke China.
Sementara itu, China mengimpor barang dari AS dengan jumlah yang jauh lebih besar, yaitu USD 463 miliar.
Jelas, neraca perdagangan antara AS dan China sangat timpang, dengan AS mengalami defisit perdagangan yang besar.
Kenaikan tarif mempengaruhi ekonomi AS maupun di China
Kenaikan tarif yang sangat signifikan ini tentu akan mempengaruhi berbagai sektor ekonomi, baik di AS maupun di China.
Di satu sisi, AS berharap tarif yang lebih tinggi ini akan mendorong pengurangan defisit perdagangan dengan China, serta memberikan perlindungan lebih bagi industri domestik Amerika.
Namun, Trump sendiri mengakui bahwa langkah ini akan menimbulkan biaya transisi yang cukup besar bagi ekonomi dunia.
Trump menegaskan, “Akan ada biaya transisi dan masalah transisi, tetapi pada akhirnya semuanya akan menjadi hal yang indah. Kami dalam kondisi yang sangat baik.”
Pernyataan ini menunjukkan optimisme Trump bahwa meskipun langkah ini akan menyebabkan manfaat jangka panjang bagi perekonomian Amerika Serikat.
Presiden Trump juga menyatakan bahwa dia optimistis China akan segera datang untuk bernegosiasi.
Menurutnya, China kemungkinan akan tertarik untuk menyelesaikan ketegangan perdagangan ini demi kepentingan bersama.
Trump bahkan menunjukkan sikap yang fleksibel terkait pengecualian tarif bagi negara atau perusahaan tertentu, termasuk kemungkinan pemberian tarif yang lebih rendah.
“Beberapa negara, kita memiliki defisit besar dengan kita atau mereka memiliki surplus besar dengan kita, dan yang lain tidak seperti itu – jadi itu tergantung,” kata Trump.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa meskipun AS mengambil tindakan tegas terhadap China, Trump juga menunjukkan kesiapan untuk bernegosiasi dengan negara lain.
Trump juga menyatakan bahwa dia berencana untuk menghapus hambatan non-tarif dalam perdagangan dengan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan dengan AS.
Hambatan non-tarif ini bisa berupa berbagai regulasi yang menghalangi aliran barang dari AS ke negara tersebut.
Trump menekankan bahwa meskipun dia terbuka untuk negosiasi, AS tetap akan menerapkan tarif yang substansial jika kesepakatan yang dicapai tidak memuaskan selama masa negosiasi.
Sebagai bagian dari strategi untuk mengurangi defisit perdagangan, Trump telah berulang kali menekan China untuk membuat perubahan besar dalam kebijakan perdagangan mereka.
Salah satu komoditas utama yang mempengaruhi ketegangan ini adalah fentanil, obat terlarang yang telah menambah masalah perdagangan antara kedua negara.
Dengan memberlakukan tarif 20% terkait fentanil, Trump berusaha untuk meningkatkan tekanan pada China untuk mengatasi masalah penyelundupan narkoba.
Tarif impor 145% ini juga dipandang sebagai langkah yang lebih agresif dari yang sebelumnya pernah diterapkan.
Meskipun tindakan ini dapat meningkatkan harga barang impor dari China dan menambah beban konsumen di AS, Trump berpendapat bahwa keputusan ini adalah bagian dari strategi.
Meskipun langkah Trump sangat berfokus pada perdagangan impor dari China, sektor ekspor AS ke China juga tidak lepas dari perhatian.
Pada tahun 2024, ekspor utama AS ke China mencakup komoditas-komoditas seperti kacang kedelai, pesawat terbang, farmasi, dan semikonduktor.
Komoditas-komoditas ini telah menjadi sumber utama pendapatan bagi industri Amerika Serikat yang berfokus pada perdagangan dengan China.
Namun, langkah-langkah tarif yang lebih tinggi dapat berdampak pada volume ekspor yang dilakukan oleh Amerika Serikat tersebut.
Jika China membalas dengan mengenakan tarif tinggi pada barang-barang AS, hal ini bisa menyebabkan penurunan permintaan terhadap produk-produk asal AS.
Tidak menunggu lama, China juga merespons kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS dengan langkah serupa.
Pada beberapa kesempatan, China telah menaikkan tarif impor untuk produk-produk asal Amerika Serikat sebagai respons terhadap kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Trump.
Bahkan, dalam beberapa situasi, China juga menerapkan tarif hingga 125% terhadap produk-produk AS sebagai upaya untuk menyeimbangkan defisit perdagangan.
Dinamika ini menunjukkan betapa kompleksnya hubungan perdagangan antara kedua negara yang tentunya dapat memicu respons serupa dari negara lainnya.
Keputusan Presiden Donald Trump untuk menaikkan tarif impor barang dari China menjadi 145% merupakan langkah signifikan dalam upaya mengatasi defisit perdagangan antara kedua negara.
Meskipun kebijakan ini berisiko menimbulkan ketegangan lebih lanjut dan berdampak pada ekonomi global, Trump tetap optimis bahwa kebijakan tersebut akan membuahkan hasil yang positif.
Sementara itu, China kemungkinan akan terus menanggapi dengan kebijakan serupa, menciptakan situasi yang penuh tantangan bagi perdagangan internasional.
Kebijakan ini juga menunjukkan bagaimana hubungan perdagangan antar negara besar seperti AS dan China dapat mempengaruhi perekonomian global.
Dalam konteks ini, negosiasi dan kompromi antara kedua negara mungkin menjadi kunci untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan semua pihak di masa depan. (WAN)