Gaya “Ngartis” Kades Wiwin di Medsos, Dedi Mulyadi Beri Teguran Tegas

Wiwin Komalasari

Kepala Desa Gunung Menyan, Kabupaten Bogor, Wiwin Komalasari, belakangan ini menjadi sorotan publik.

Hal ini terjadi setelah videonya yang bercanda soal bingkisan nasi boks dalam acara pelantikan Bupati Bogor beredar luas di media sosial.

Kejadian ini memicu beragam tanggapan dari warganet, bahkan menarik perhatian Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.

Dalam sebuah wawancara eksklusif yang ditayangkan di kanal YouTube Kang Dedi Mulyadi Channel, dengan judul “Viral gara-gara Tenteng Nasi Bingkisan – KDM Tegur Kades Wiwin | Ini Penjelasannya”, Wiwin memberikan klarifikasi terkait videonya yang viral tersebut.

Ia menjelaskan bahwa tindakan membawa nasi boks sambil bercanda dengan rekan-rekannya hanyalah spontanitas belaka dan tidak memiliki maksud untuk menyinggung siapa pun.

“Itu hanya seru-seruan saja dengan teman-teman,” ungkap Wiwin, dikutip pada Kamis (27/2/2025).

Ia menambahkan bahwa nasi boks tersebut ia bawa keluar untuk disantap bersama dengan sopir dan kepala desa lainnya di area parkiran. “Tidak ada maksud lain, saya hanya merasa senang dan spontan membawanya,” tegasnya.

Namun, Dedi Mulyadi menyoroti bahwa unggahan di media sosial bisa menimbulkan beragam persepsi di masyarakat.

Ia mengingatkan bahwa sebagai seorang pemimpin, seorang kepala desa harus berhati-hati dalam bersikap dan menjaga citra di hadapan publik.

“Kesannya, Ibu seolah-olah melecehkan bingkisan itu, seakan-akan kecewa hanya mendapat nasi boks tanpa ada yang lain,” kata Dedi.

Ia menekankan bahwa warganet bisa menafsirkan tindakan tersebut dengan berbagai cara, termasuk menilai bahwa Wiwin tidak bersyukur atas apa yang diberikan dalam acara resmi tersebut.

Selain insiden nasi boks, Dedi Mulyadi juga mengangkat isu lain terkait citra Wiwin di media sosial. Ia menyoroti bahwa banyak orang menilai Wiwin terlihat seperti “ngartis” dalam berbagai unggahannya di platform digital.

“Tapi di media sosial, Ibu terkesan seperti ngartis,” ujar Dedi secara lugas.

Menanggapi hal itu, Wiwin membantah anggapan bahwa dirinya sengaja membangun citra ala selebriti di media sosial.

Ia menegaskan bahwa dirinya tetap aktif dalam menjalankan tugas sebagai kepala desa dan lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dibandingkan pencitraan pribadi.

“Itu hanya penafsiran orang, Pak. Saya lebih mengutamakan masyarakat dan bagaimana saya bisa mencintai serta dicintai oleh mereka,” jawabnya dengan yakin.

Dedi pun memberikan nasihat kepada Wiwin agar lebih bijak dalam bersikap dan mengelola citranya di media sosial.

Sebagai seorang pemimpin, menurut Dedi, penting bagi seorang kepala desa untuk bisa membedakan kapan harus tampil sebagai pemimpin dan kapan bisa lebih santai dalam berinteraksi dengan warganet.

“Karena ini sudah abad medsos, ke depan Ibu segera dituruni tensinya. Karena Ibu pemimpin, tensi penampilan harus dibedakan, kapan berpakaian sebagai kepala desa, kapan sebagai artis,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dedi menekankan bahwa kepala desa sebaiknya menampilkan citra yang lebih sederhana dan tidak terlalu menonjol dalam hal gaya hidup.

Menurutnya, kesederhanaan seorang kepala desa sangat penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan menghindari kesalahpahaman yang bisa muncul akibat unggahan di media sosial.

“Jangan bikin heboh lagi, ya, karena Ibu selalu bikin heboh media sosial,” tegasnya sambil mengingatkan agar Wiwin lebih berhati-hati dalam setiap tindakan yang berpotensi menjadi konsumsi publik.

Mendengar teguran dari Dedi, Wiwin pun mengaku menerima nasihat tersebut dengan lapang dada.

Ia menyatakan bahwa dirinya akan lebih memperhatikan perilakunya di media sosial dan berjanji untuk lebih berhati-hati dalam setiap unggahan yang dibuatnya.

“Siap, Pak!” ujar Wiwin singkat namun penuh kesadaran.

Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi para pemimpin daerah lainnya, terutama dalam menghadapi era digital yang semakin transparan.

Setiap gerakan, ucapan, dan tindakan seorang pemimpin kini bisa dengan mudah diabadikan dan disebarluaskan melalui media sosial.

Oleh karena itu, penting bagi kepala desa maupun pejabat publik lainnya untuk lebih selektif dalam bersikap dan lebih peka terhadap persepsi yang bisa muncul di masyarakat.

Tak hanya Wiwin, banyak pejabat publik yang sebelumnya juga pernah menjadi sorotan karena unggahan di media sosial.

Hal ini menunjukkan bahwa di era digital saat ini, citra seorang pejabat tidak hanya dibentuk oleh kerja nyata di lapangan, tetapi juga oleh bagaimana mereka berinteraksi di dunia maya.

Sejumlah pakar komunikasi publik menilai bahwa pejabat yang aktif di media sosial harus memiliki strategi komunikasi yang baik agar tidak terjerumus dalam kontroversi yang tidak perlu.

Salah satu caranya adalah dengan tetap menampilkan keseharian yang positif, tetapi tidak berlebihan hingga menimbulkan kesan berlebihan atau “ngartis” seperti yang disinggung Dedi Mulyadi kepada Wiwin.

Masyarakat kini memang semakin kritis dalam menilai para pemimpinnya. Oleh karena itu, transparansi dan kesederhanaan menjadi kunci utama dalam membangun citra yang baik di era digital.

Sebagai seorang kepala desa, Wiwin tentu memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga kepercayaan warganya, bukan hanya melalui kerja nyata di lapangan, tetapi juga dalam setiap unggahan yang ia buat di media sosial.

Dengan adanya teguran dari Dedi Mulyadi ini, diharapkan Wiwin dan para pemimpin lainnya bisa lebih bijak dalam memanfaatkan media sosial sebagai sarana komunikasi dengan masyarakat.

Sehingga, alih-alih menimbulkan kontroversi, kehadiran mereka di dunia digital justru bisa memberikan dampak positif bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat yang mereka pimpin.(vip)