Fenomena Kafe dan Restoran Tak Putar Musik karena Takut Kena Royalti

Imbas dari Royalti Lagu di Cafe dan Restoran
KLIKBERITA24.COM - Fenomena yang terjadi di sebuah restoran mie di Jalan Tebet Raya, Jakarta Selatan, menjadi sorotan banyak pihak setelah para karyawan mengungkapkan rasa jenuh mereka akibat larangan memutar musik di tempat kerja.
Larangan tersebut datang langsung dari pihak manajemen yang khawatir akan tersandung masalah terkait pembayaran royalti lagu.
Gusti, salah satu karyawan restoran, mengungkapkan, “Iya, jenuh. Tapi, kita nurut saja sama atasan.”
Menurut Gusti, suasana di tempat kerjanya menjadi sangat sepi dan hampa tanpa adanya musik yang diputar. “Jadi, benar-benar anyep,” tambahnya dengan nada kecewa.
Keterbatasan dalam berekspresi lewat musik ini menjadi masalah yang dirasakan banyak karyawan di restoran dan kafe di Tebet, yang terpaksa harus tunduk pada aturan yang mereka anggap membatasi kebebasan suasana tempat kerja.
Berbeda dengan restoran tempat Gusti bekerja, sebuah kafe di Jalan Tebet Barat memilih untuk tetap memutar musik meski tidak memutar lagu Indonesia.
Karyawan kafe tersebut, yang bernama Ririn, mengungkapkan, “Tapi, sejauh ini enggak ada pengunjung yang protes, karena tetap setel lagu hits, meski barat.”
Namun, Ririn menyebutkan bahwa pihak manajemen tetap mengingatkan agar lebih berhati-hati dalam memilih lagu, terutama untuk menghindari masalah royalti.
Sebelum adanya peraturan yang lebih ketat terkait royalti ini, Ririn mengaku bahwa kafe tersebut kerap memutar lagu-lagu Indonesia.
Namun, peraturan terbaru membuat mereka harus mematuhi kebijakan baru. “Iya, dulu sering setel lagu Indonesia. Tapi, manajernya bilang enggak boleh karena nurutin peraturan,” kata Ririn dengan penyesalan.
Larangan Pemutaran Lagu dan Masalah Royalti

Banyaknya Cafe dan Restoran yang Tidak Memutar Lagu
Peraturan yang membuat beberapa kafe dan restoran di kawasan Tebet memilih untuk tidak memutar lagu Indonesia berasal dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM.
Aturan ini mengharuskan pelaku usaha yang memutar musik di ruang publik, termasuk restoran, kafe, hotel, pusat kebugaran, dan toko untuk membayar royalti kepada pencipta dan pemilik hak cipta terkait.
Direktur Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Agung Damarsasongko, menjelaskan bahwa aturan ini tetap berlaku meski pelaku usaha sudah berlangganan layanan musik streaming seperti Spotify, YouTube Premium, atau Apple Music.
Layanan streaming pribadi tersebut tidak mencakup hak pemutaran musik untuk tujuan komersial di ruang publik.
“Layanan streaming bersifat personal. Ketika musik diperdengarkan kepada publik di ruang usaha, itu sudah masuk kategori penggunaan komersial, sehingga dibutuhkan lisensi tambahan melalui mekanisme yang sah,” jelas Agung.
Penerapan aturan ini tentunya memberikan tantangan baru bagi kafe dan restoran yang selama ini mengandalkan musik untuk menciptakan suasana hidup.
Banyak pelaku usaha yang kini merasa terbebani oleh biaya royalti yang harus mereka bayar. Agung juga menyebutkan bahwa pembayaran royalti dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN), yang bertugas untuk menghimpun dan mendistribusikan royalti kepada pencipta dan pemilik hak terkait.
Meskipun sebagian besar pelaku usaha merasa tertekan dengan aturan ini, ada juga yang melihatnya sebagai langkah penting untuk melindungi hak para pencipta lagu dan musisi.
Dengan semakin maraknya tren musik yang digunakan untuk tujuan komersial, penting untuk ada mekanisme yang memastikan hak-hak pencipta tetap dihormati.
Namun, fenomena ini juga mencerminkan ketegangan antara kebebasan berekspresi dan regulasi yang mengatur penggunaan konten budaya populer.
Di satu sisi, pelaku usaha berusaha untuk mempertahankan suasana hidup di tempat mereka dengan memainkan musik yang disukai pengunjung, namun di sisi lain, mereka harus memastikan bahwa segala bentuk penggunaan lagu memenuhi ketentuan hukum yang ada.
Di tengah perdebatan ini, lembaga-lembaga terkait seperti LMKN akan terus berperan dalam menjaga distribusi royalti yang adil bagi musisi dan pencipta lagu.
Dengan begitu, meskipun para karyawan restoran dan kafe merasa jenuh tanpa musik, aturan ini tetap memberikan tantangan tersendiri dalam dunia usaha kreatif Indonesia. (ctr)