Categories: Hiburan

Fakta Perjuangan Eiichiro Oda di Balik One Piece

KLIKBERITA24.COM - Jam dinding tak berdetak di studio kecil itu. Lembaran sketsa berserakan, pena tinta terus menari, dan jarum infus menggantung di sisi tubuh Eiichiro Oda, sang mangaka legendaris Jepang.

Dari ruangan sederhana itu, dunia bajak laut paling ambisius dalam sejarah manga modern, One Piece, tumbuh bukan dari teknologi canggih, melainkan dari obsesi dan dedikasi nyaris ekstrem.

One Piece bukan sekadar cerita petualangan Luffy dan pencarian Grand Line. Ia adalah kisah tentang kerja keras seorang seniman yang tak pernah bersedia kompromi terhadap visinya.

Salah satu fakta paling mencengangkan adalah rutinitas menggambar Oda yang ekstrem dengan bekerja hingga 21 jam setiap hari, menyisakan hanya tiga jam untuk tidur.

Bahkan, jam dinding sengaja disembunyikan agar ia tak menyadari waktu terus berjalan.

Dalam wawancara eksklusif, Oda pernah mengaku, “Aku lebih bebas saat tak tahu waktu. Aku tak ingin dikendalikan oleh angka di dinding.” Kebiasaan ini telah ia jalani selama lebih dari dua dekade.

Seorang editor dari Weekly Shonen Jump menegaskan, “Dia bisa bertahan dengan tidur 2–3 jam per hari. Kami khawatir, tapi dia menolak cuti.”

Di era digital saat banyak mangaka beralih ke perangkat lunak dan tablet, Oda justru tetap bertahan dengan cara tradisional.

Setiap panel dalam One Piece One Piece digambar manual menggunakan pena tinta dan alat penggaris konvensional.

Latar belakang dikerjakan oleh asisten, namun karakter utama dan ekspresi wajah tetap dikerjakan langsung oleh Oda.

“Aku ingin pembaca merasakan bahwa ini benar-benar aku,” ungkapnya dalam Jump Ryu! Volume 1.

Bahkan dialog pun masih diketik menggunakan mesin tik. Komitmen ini memperlihatkan seberapa besar ia menghargai proses dan ketulusan dalam setiap karya.

Dedikasi ekstrem ini pernah membawa Oda ke titik kritis. Tahun 2020, ia sempat dilarikan ke rumah sakit karena kelelahan akut usai menggambar tanpa henti selama hampir seminggu.

Eiichiro Oda

Meski sedang dirawat, ia tetap menggambar dari ranjang rumah sakit. “Eiichiro Oda tetap menggambar meski dalam kondisi medis, dan kami harus memaksanya beristirahat,” ungkap tim redaksi Weekly Shonen Jump.

Seorang editor bahkan menceritakan, “Ia bahkan minta sketchbook dibawakan ke ruang rawatnya.” Kondisi ini mempertegas betapa tak tergantikan peran Oda dalam tiap bab One Piece.

Sejak awal serialisasi One Piece pada tahun 1997, Oda telah merancang kerangka cerita lengkap hingga akhir. Ia sudah tahu apa itu “One Piece” dan bagaimana kisahnya akan berakhir.

“Aku tahu dari awal apa itu One Piece. Tapi dunia terlalu luas untuk disingkat,” katanya dalam SBS Volume 82.

Produksi manga biasanya selesai tiga sampai lima minggu sebelum tanggal rilis. Namun perfeksionisme Oda membuat proses itu fleksibel.

Pernah dalam dokumenter “The Road to Laugh Tale” disebutkan bahwa ia meminta seluruh panel dikembalikan hanya karena satu ekspresi karakter dianggap tak sesuai. Semua dicetak ulang hanya demi menjaga nuansa narasi.

Inspirasi dunia One Piece pun tak muncul begitu saja. Oda banyak merujuk buku sejarah laut, peta bajak laut kuno, hingga mitologi lintas budaya.

Dalam One Piece 100 Treasures Interview, ia menyebut lebih dari 80 literatur menjadi referensinya, termasuk The Book of Pirates karya Howard Pyle dan jurnal pelaut dari abad ke-17.

Popularitas One Piece yang mendunia juga membuat kekayaan Oda melonjak drastis. Data dari Yahoo Japan pada 2024 mencatat kekayaan bersihnya mencapai US$200 juta atau sekitar Rp3,26 triliun.

Sebagian besar kekayaan itu berasal dari penjualan manga fisik dan digital, royalti anime dan film, lisensi merchandise, serta kolaborasi internasional.

Menurut GoodStats, penjualan One Piece telah menembus 500 juta eksemplar. Angka ini mengungguli banyak judul ikonik seperti Dragon Ball, Detective Conan, Naruto, hingga Slam Dunk. Dari manga saja, Oda meraup sekitar US$26 juta per tahun atau Rp423 miliar.

Meski terkenal lewat One Piece, Oda juga memiliki karya lain seperti Wanted!, Monsters, God’s Present for the Future, hingga Cross Epoch yang ia garap bersama Akira Toriyama, kreator Dragon Ball.

Beberapa karyanya, seperti Monsters, bahkan telah diadaptasi menjadi anime oleh Netflix.

Oda lahir di Kumamoto, Jepang pada 1 Januari 1975. Sejak kecil, ia sudah dekat dengan dunia gambar karena pengaruh sang ayah.

Pada usia 17 tahun, naskah pertamanya berjudul Wanted! berhasil menarik perhatian Shueisha dan meraih Tezuka Award.

Penghargaan itu membuka jalan baginya untuk menjadi asisten mangaka senior seperti Shinobu Kaitani, Masaya Tokuhiro, dan Nobuhiro Watsuki.

Tahun 1996, ia memperkenalkan Romance Dawn yang menjadi cikal bakal One Piece. Hanya berselang setahun, One Piece debut di Shonen Jump pada 22 Juli 1997 dan menjadi fenomena global yang terus berlayar hingga kini. (ctr)