Ekonomi Melemah, BI Catat Saldo Nasabah Perorangan Turun Drastis hingga Rp3.998 Triliun

Bank Indonesia catat penurunan dana pihak ketiga (DPK) perorangan sebesar Rp3.998,7 triliun
Jumlah simpanan perorangan di Indonesia mengalami penurunan pada Februari 2025. Berdasarkan laporan Bank Indonesia (BI) yang bertajuk Uang Beredar dan Faktor yang Mempengaruhi, dana pihak ketiga (DPK) perorangan tercatat sebesar Rp3.998,7 triliun.
Angka tersebut menunjukkan penurunan dibandingkan posisi Januari 2025 yang mencapai Rp4.012,3 triliun. Secara tahunan, jumlah DPK perorangan juga mengalami kontraksi sebesar 1,8% year on year (yoy) setelah sebelumnya turun 3,4% yoy pada Januari 2025.
Penurunan jumlah simpanan ini mencerminkan berbagai faktor ekonomi yang memengaruhi kebiasaan masyarakat dalam menyimpan uang di bank. Salah satu faktor utama adalah peningkatan kebutuhan konsumsi masyarakat serta tekanan inflasi yang membuat daya beli masyarakat mengalami perubahan.
Rincian Dana Pihak Ketiga Perorangan
Dalam laporan BI, jumlah DPK perorangan terdiri dari berbagai jenis simpanan dengan tabungan sebagai komponen terbesar. Tabungan perorangan pada Februari 2025 tercatat sebesar Rp2.491,1 triliun, mencerminkan sebagian besar dana yang disimpan masyarakat.
Sementara itu, simpanan berjangka tercatat sebesar Rp1.394,9 triliun, menunjukkan preferensi masyarakat untuk menyimpan uang dalam jangka waktu tertentu. Giro perorangan menjadi komponen terkecil dengan jumlah Rp112,6 triliun, yang sebagian besar digunakan untuk transaksi bisnis atau keperluan operasional individu.

Jumlah simpanan perorangan di Indonesia mengalami penurunan pada Februari 2025
Meski jumlah simpanan perorangan mengalami penurunan, kondisi yang berbeda justru terjadi pada sektor korporasi. Simpanan perusahaan dan konglomerasi menunjukkan tren pertumbuhan yang positif di tengah kondisi ekonomi yang dinamis.
Dana Pihak Ketiga Korporasi Mengalami Pertumbuhan
Pada Februari 2025, jumlah DPK yang berasal dari sektor korporasi tercatat sebesar Rp4.190,4 triliun. Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 12,9% setelah pada Januari 2025 mencatat kenaikan sebesar 14,1%.
Jika dibandingkan dengan simpanan perorangan, sektor korporasi justru menunjukkan tren yang lebih optimis. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan besar tetap memiliki likuiditas yang cukup untuk ekspansi bisnis atau menjaga stabilitas keuangan mereka.
Kenaikan ini juga dapat disebabkan oleh kebijakan perusahaan dalam mengelola dana cadangan, termasuk memanfaatkan suku bunga deposito yang lebih menguntungkan. Dengan pertumbuhan DPK korporasi, sektor perbankan tetap mendapatkan aliran dana yang kuat meskipun simpanan individu mengalami penyusutan.
Tren Pertumbuhan Tabungan dan Simpanan Berjangka
Secara keseluruhan, jumlah tabungan di Indonesia pada Februari 2025 mencapai Rp2.842,3 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar 6,8% yoy setelah pada bulan sebelumnya tumbuh 6,2%.
Sementara itu, jumlah simpanan berjangka pada Februari 2025 tercatat sebesar Rp3.178,3 triliun. Pertumbuhan tahunan sektor ini mencapai 3,5% yoy setelah pada Januari 2025 naik 2,6% yoy, menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat dan perusahaan masih tertarik pada instrumen simpanan jangka panjang.
Peningkatan jumlah simpanan berjangka ini juga dapat dikaitkan dengan kebijakan suku bunga yang diterapkan oleh perbankan. Semakin tinggi suku bunga deposito, semakin besar daya tarik masyarakat untuk menyimpan uang dalam bentuk simpanan berjangka.
Perkembangan Jumlah Giro dan Total Dana Pihak Ketiga
Di sisi lain, jumlah giro per Februari 2025 tercatat sebesar Rp2.591,9 triliun. Angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 5,3% yoy setelah pada Januari 2025 tumbuh sebesar 6,2% yoy.
Giro merupakan salah satu indikator yang mencerminkan tingkat transaksi dalam perekonomian, terutama di sektor bisnis dan korporasi. Pertumbuhan yang stabil dalam jumlah giro menunjukkan adanya aktivitas ekonomi yang tetap berjalan dengan baik meskipun ada penurunan simpanan perorangan.
Secara keseluruhan, total penghimpunan DPK nasional pada Februari 2025 mencapai Rp8.612,5 triliun. Angka ini tumbuh sebesar 5,1% yoy dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang tercatat 4,8% yoy, menandakan bahwa likuiditas dalam sistem perbankan tetap kuat.
Perkembangan Uang Beredar di Indonesia
Selain DPK, Bank Indonesia juga mencatat jumlah uang beredar dalam perekonomian yang disebut dengan M2. Pada Februari 2025, jumlah uang beredar M2 tercatat sebesar Rp9.239,9 triliun, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,7% yoy.
Pertumbuhan M2 yang lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, yang tercatat sebesar 5,5% yoy, menunjukkan adanya peningkatan peredaran uang dalam perekonomian. Hal ini bisa terjadi akibat berbagai faktor, termasuk peningkatan transaksi keuangan dan kebijakan moneter yang diterapkan oleh BI.
Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Uang Beredar
Jika dilihat dari komponennya, pertumbuhan M2 didorong oleh dua elemen utama, yaitu uang beredar sempit (M1) dan uang kuasi. Uang beredar sempit atau M1 tumbuh sebesar 7,4% yoy, sementara uang kuasi mengalami pertumbuhan yang lebih lambat sebesar 1,8% yoy.
Komponen M1 memiliki pangsa sebesar 55,7% dari total M2 di Indonesia. Pada Februari 2025, jumlah M1 tercatat sebesar Rp5.146,0 triliun, tumbuh 7,4% yoy setelah pada bulan sebelumnya mencatat pertumbuhan 7,2% yoy.
Pengaruh Uang Kartal dan Tabungan Rupiah
Menurut BI, pertumbuhan M1 terutama dipengaruhi oleh peningkatan uang kartal yang beredar di luar bank umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Selain itu, tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu juga menjadi faktor utama dalam peningkatan jumlah M1.
Peningkatan jumlah uang kartal menandakan adanya peningkatan transaksi tunai di masyarakat. Faktor lain yang berkontribusi adalah meningkatnya penggunaan uang tunai dalam sektor perdagangan dan jasa, terutama di daerah yang belum sepenuhnya terdigitalisasi.
Penurunan jumlah simpanan perorangan pada Februari 2025 mencerminkan adanya pergeseran pola pengelolaan keuangan masyarakat. Faktor inflasi, peningkatan konsumsi, dan perubahan dalam strategi investasi menjadi beberapa penyebab utama fenomena ini.
Namun, di sisi lain, pertumbuhan simpanan korporasi menunjukkan bahwa sektor bisnis masih tetap optimis terhadap perekonomian. Kenaikan jumlah DPK korporasi serta pertumbuhan uang beredar menjadi indikasi bahwa aktivitas bisnis dan investasi tetap berjalan dengan baik.
Dengan kondisi ini, sektor perbankan tetap memiliki peran yang penting dalam menjaga stabilitas keuangan nasional. Kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia diharapkan dapat terus menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kestabilan sistem keuangan. (dda)