Donald Trump Siap Turunkan Tarif Impor China, Sinyal Baru Negosiasi Dagang AS-China

Donald trump

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengungkapkan keterbukaannya untuk mengurangi tarif impor terhadap China di waktu yang akan datang. Pernyataan ini muncul seiring tingginya tarif saat ini yang dianggap telah memicu kebuntuan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia.

Trump sebelumnya telah memberlakukan tarif impor dari China hingga mencapai 145 persen. Sebagai tanggapan, Pemerintah China turut memberlakukan tarif balasan sebesar 125 persen untuk produk-produk asal Amerika Serikat.

Kebijakan saling balas ini telah mengguncang pasar internasional. Banyak pihak khawatir karena tarif tinggi ini bisa menaikkan harga barang kebutuhan masyarakat Amerika seperti mainan, pakaian, hingga peralatan industri.

Dalam wawancara bersama Kristen Welker di program Meet the Press yang ditayangkan oleh NBC, Trump memaparkan rencana jangka panjangnya. Ia mengindikasikan bahwa pengurangan atau penghapusan tarif bisa saja dilakukan demi memulihkan hubungan perdagangan dengan China.

“Kalau tarif ini tidak diturunkan, hubungan dagang akan terus mandek,” ujar Trump dikutip Bloomberg pada Senin (5/5/2025). Ia juga menyinggung kondisi ekonomi China yang sedang tidak stabil dan menunjukkan tanda-tanda pelemahan.

Trump merujuk pada penurunan tajam dalam indeks manufaktur China yang menunjukkan perlambatan signifikan sejak 2023. Indeks Purchasing Managers’ (PMI) resmi mencatat penurunan aktivitas pabrik di China ke level terendah dalam dua tahun terakhir.

Data PMI tersebut juga mencatat bahwa pesanan ekspor baru dari China menyentuh titik terendah sejak Desember 2022. Penurunan terbesar bahkan tercatat sejak April 2022, saat lockdown total diberlakukan di Shanghai karena pandemi COVID-19.

Trump menambahkan bahwa sejumlah pernyataan terbaru dari pihak China mengindikasikan adanya sinyal yang menggembirakan. Meski begitu, dia tetap menegaskan bahwa setiap perjanjian baru harus memberikan keuntungan yang adil bagi kedua belah pihak.

“China ingin kembali berdagang. Tapi kita perlu memastikan bahwa kesepakatannya adil,” ucap Trump tegas.

Dari sisi China, muncul pula sinyal keterbukaan terhadap dialog perdagangan dengan AS. Kementerian Perdagangan China menyampaikan bahwa mereka sedang mengevaluasi kemungkinan membuka kembali pembicaraan setelah pengumuman tarif Trump bulan lalu.

“China saat ini sedang menilai situasinya,” demikian bunyi pernyataan resmi dari otoritas perdagangan Tiongkok. Ini menjadi sinyal pertama yang menunjukkan potensi dimulainya kembali negosiasi antara Beijing dan Washington.

Isu tarif dagang antara AS dan China telah lama menjadi sorotan sejak masa kepemimpinan Trump. Kebijakan proteksionis yang dijalankannya berdampak langsung pada rantai pasok global dan harga konsumen di kedua negara.

Selama masa pemerintahannya, Trump sering menggunakan tarif sebagai alat tekanan untuk mencapai kesepakatan dagang yang menurutnya lebih adil bagi Amerika. Situasi ini memicu ketegangan diplomatik, tetapi juga mendorong sejumlah perusahaan global untuk memindahkan basis produksi mereka dari China.

Di sisi lain, China juga menghadapi tantangan internal yang cukup berat. Perlambatan sektor industri dan menurunnya permintaan ekspor menambah tekanan pada perekonomian Negeri Tirai Bambu.

Kondisi ini membuat Beijing harus mempertimbangkan ulang kebijakan perdagangannya, termasuk membuka kembali dialog dengan AS. Pasalnya, jika ketegangan terus berlanjut, dampaknya bukan hanya dirasakan oleh dua negara, tetapi juga oleh pasar global.

Pakar ekonomi menilai bahwa langkah Trump membuka peluang menurunkan tarif merupakan sinyal penting bagi pasar. Hal ini bisa menjadi titik balik bagi hubungan dagang dua negara jika benar-benar diwujudkan dalam bentuk negosiasi formal.

Namun, banyak pihak masih bersikap hati-hati menanti tindak lanjut nyata dari kedua belah pihak. Pasalnya, retorika politik dan kepentingan strategis bisa saja menghambat proses dialog yang konstruktif.

Walaupun jadwal resmi belum ditetapkan, rencana pembicaraan dagang antara AS dan China kembali mencuri perhatian pasar global. Investor global kini menanti arah kebijakan berikutnya yang bisa memengaruhi kestabilan ekonomi dunia. (dda)