Categories: Berita Bisnis & Ekonomi

Dolar AS Menguat 0,25%, Rupiah Kembali Turun ke Rp16.857: Apa yang Terjadi?

Pada hari Senin, 28 April 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka mengalami penurunan di level Rp16.857. Pelemahan tersebut terjadi seiring dengan penguatan dolar AS yang tercatat naik 0,25% ke level 99,72, berdasarkan data yang dihimpun oleh Bloomberg.

Meskipun dolar AS menguat, pergerakan rupiah cenderung berfluktuasi, dan pada akhirnya diperkirakan akan mengalami perbaikan pada akhir hari tersebut.

Secara umum, sebagian besar mata uang Asia juga mengalami penurunan. Yen Jepang tercatat melemah 0,06%, sementara yuan China turun 0,15%. Di sisi lain, rupee India dan ringgit Malaysia juga terdepresiasi masing-masing sebesar 0,21% dan 0,08%.

Dengan kondisi ini, banyak pengamat ekonomi, termasuk Ibrahim Assuaibi, yang memprediksi bahwa rupiah akan mengalami pergerakan yang fluktuatif, tetapi pada akhirnya akan cenderung menguat di rentang antara Rp16.780 hingga Rp16.830.

Salah satu faktor utama yang mempengaruhi pergerakan rupiah dalam beberapa hari terakhir adalah adanya kemungkinan Bank Indonesia (BI) akan memangkas suku bunga. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah aspek, seperti stabilitas nilai tukar rupiah, proyeksi inflasi yang terjaga, serta upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.

BI berfokus pada kebijakan yang dapat menjaga stabilitas rupiah tanpa mengabaikan kebutuhan untuk mendorong perekonomian nasional yang terus tumbuh. Bank Indonesia juga terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui berbagai instrumen yang ada.

Salah satu langkah yang diambil adalah intervensi di pasar uang, yang dilakukan melalui transaksi non-deliverable forward (NDF) di pasar internasional, serta transaksi spot dan NDF domestik di pasar dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi volatilitas yang berpotensi merugikan perekonomian, serta menjaga kepercayaan pasar terhadap stabilitas nilai tukar rupiah.

Sejauh ini, kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia memberikan dampak yang positif bagi nilai tukar rupiah. Meskipun tekanan eksternal dari ekonomi global tetap ada, rupiah berhasil dipertahankan dalam kondisi yang relatif stabil dan bahkan sedikit menguat.

Ibrahim Assuaibi, dalam laporan riset yang dirilis pada Jumat, 25 April 2025, menyampaikan bahwa Bank Indonesia tetap percaya pada kekuatan dasar ekonomi Indonesia, meskipun terdapat tantangan yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif dari Amerika Serikat.

Ibrahim juga menambahkan bahwa Indonesia memiliki sejumlah faktor pendukung yang solid, salah satunya adalah defisit transaksi berjalan yang diprediksi akan tetap berada pada tingkat yang aman, yakni sekitar 0,5–1,3% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Defisit ini diperkirakan dapat ditutupi oleh surplus transaksi modal dan finansial yang berasal dari berbagai sumber, seperti arus masuk investasi portofolio, penanaman modal asing, serta aliran dana asing lainnya. Faktor-faktor ini diharapkan dapat menjaga kestabilan neraca pembayaran Indonesia dan memberi ruang untuk pemulihan nilai tukar rupiah.

Selain itu, stabilitas eksternal Indonesia turut diperkuat oleh tingginya cadangan devisa negara. Hingga akhir Maret 2025, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar USD 157,1 miliar, yang cukup untuk membiayai impor selama 6,7 bulan atau 6,5 bulan jika ditambah dengan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Jumlah ini jauh melebihi standar kecukupan internasional, yang umumnya hanya setara dengan tiga bulan impor. Cadangan devisa yang tinggi ini memberikan ketahanan terhadap guncangan eksternal, serta menunjukkan bahwa Indonesia memiliki ruang yang cukup untuk mengelola tekanan dari luar.

Kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah ini menunjukkan upaya serius untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global. Penguatan cadangan devisa dan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasi defisit transaksi berjalan membuktikan bahwa Indonesia memiliki pondasi yang cukup kokoh dalam menghadapi gejolak eksternal yang mungkin timbul.

Dalam jangka panjang, kebijakan-kebijakan ini dapat membantu Indonesia untuk tetap stabil dan mengurangi ketergantungan terhadap fluktuasi nilai tukar yang dipengaruhi oleh faktor eksternal. Dengan kondisi perekonomian global yang penuh ketidakpastian, langkah-langkah stabilisasi yang dilakukan oleh Bank Indonesia menjadi sangat penting.

Kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk menjaga nilai tukar rupiah, tetapi juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Meskipun ada tekanan dari kebijakan tarif AS dan faktor lainnya, Indonesia tetap memiliki potensi untuk terus tumbuh, berkat kebijakan moneter yang hati-hati dan proaktif.

Stabilitas ekonomi yang tercipta melalui kebijakan yang bijaksana ini akan memberikan dampak positif pada perekonomian Indonesia ke depannya. Dengan cadangan devisa yang cukup, defisit transaksi berjalan yang terkontrol, dan dukungan dari berbagai sektor ekonomi, Indonesia berada pada posisi yang baik untuk menghadapinya tantangan global yang mungkin terjadi dalam waktu dekat.

Ke depan, Bank Indonesia tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas rupiah sekaligus memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan. (dda)