Categories: Berita Gaya Hidup

Diet Intermittent Fasting Menurut Ahli Nutrisi yang Efektif Turunkan Berat Badan

KLIKBERITA24.COM - Tren diet intermittent fasting (IF) semakin mencuri perhatian masyarakat, terutama bagi mereka yang ingin menurunkan berat badan dan memperbaiki fungsi metabolisme tubuh. Namun, di balik popularitasnya, muncul kekhawatiran terkait keamanan IF jika dijalani dalam jangka panjang.

Melansir dari Johns Hopkins Medicine, pakar saraf Mark Mattson mengungkapkan bahwa tubuh manusia telah berevolusi untuk bisa bertahan tanpa asupan makanan selama berjam-jam, bahkan berhari-hari.

Pada masa prasejarah, sebelum mengenal pertanian, manusia hidup sebagai pemburu dan pengumpul. Gaya hidup ini menuntut manusia untuk mampu bertahan dalam kondisi tanpa makanan dalam waktu lama karena proses mencari makan kala itu sangat menguras tenaga dan waktu.

Kondisi zaman dahulu sangat berbeda dengan kehidupan modern. Gaya hidup lebih aktif, porsi makan kecil, serta minimnya gangguan dari teknologi seperti televisi dan komputer menjadikan berat badan lebih mudah dikendalikan.

Kini, pola hidup masyarakat sudah sangat berubah. Aktivitas lebih banyak dilakukan di dalam ruangan dan konsumsi makanan tinggi kalori kian mudah diakses. Hal ini menjadi salah satu pemicu masyarakat mencari cara alternatif yang efisien untuk menjaga kesehatan dan berat badan ideal, salah satunya melalui IF.

Intermittent fasting sendiri merupakan metode diet yang memberi jeda waktu konsumsi makanan dalam periode tertentu. Mattson menjelaskan bahwa ketika tubuh tidak menerima makanan dalam beberapa jam, maka cadangan gula akan digunakan terlebih dahulu, sebelum akhirnya tubuh mulai membakar lemak sebagai sumber energi.

Dengan kata lain, puasa intermiten bekerja dengan cara memperpanjang durasi tubuh dalam proses pembakaran kalori dari makanan terakhir, lalu berlanjut ke pembakaran lemak. Dalam penelitiannya, Mattson menemukan bahwa tubuh umumnya butuh waktu sekitar dua hingga empat minggu untuk benar-benar beradaptasi dengan pola IF.

Metode IF memiliki beberapa pendekatan yang diklasifikasikan berdasarkan jendela waktu makan

Metode IF memiliki beberapa pendekatan yang diklasifikasikan berdasarkan jendela waktu makan. Pendekatan harian yang umum adalah puasa 16/8, di mana seseorang hanya makan dalam rentang waktu 8 jam dan berpuasa selama 16 jam.

Terdapat pula metode puasa berselang seperti pendekatan 5:2, yakni makan normal selama lima hari dalam seminggu, dan membatasi konsumsi hanya sekitar 500–600 kalori di dua hari sisanya.

Meskipun terdengar menjanjikan, pendekatan IF tidak cocok diterapkan untuk semua orang. Ahli Nutrisi dan Anti Aging, Yovi Yoanita menekankan pentingnya mempertimbangkan kondisi individu sebelum menerapkan metode ini.

“Biasanya yang cocok intermittent fasting itu orang yang insulinnya tinggi dan memang ingin menurunkan berat badan,” jelas Yovi.

Ia mengingatkan bahwa IF bisa menjadi metode yang rumit. Tidak semua tubuh dapat merespons IF dengan baik, terutama jika terdapat gangguan hormon, kecemasan, atau riwayat hipoglikemia.

Bagi perempuan, perlu perhatian khusus terhadap kondisi hormonal saat menjalani IF. Menurut Yovi, fase siklus menstruasi, adanya gangguan tiroid, hingga tingkat stres dan kadar kortisol yang tinggi bisa memperburuk respons tubuh terhadap puasa berkepanjangan.

“Masalahnya, banyak orang menerapkan IF tanpa pemahaman yang mendalam. Puasa hanya dilakukan sekadar memperpanjang waktu tidak makan, tanpa memperhatikan kualitas makanan saat jendela makan terbuka,” katanya.

Yovi mengingatkan bahwa pola seperti itu justru dapat menimbulkan risiko ketidakseimbangan metabolik dan memperburuk kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya. Menurutnya, kesuksesan IF tidak hanya terletak pada durasi puasa, tetapi juga pada keseimbangan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi saat jendela makan tiba.

Karena itu, IF sebaiknya tidak dijalankan sembarangan. Pendekatan ini perlu disesuaikan secara personal dengan mempertimbangkan aspek kesehatan dan gaya hidup masing-masing individu. Yovi pun menyarankan agar siapa pun yang ingin memulai IF, sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli gizi atau tenaga medis yang kompeten.

Tenaga medis dapat membantu mengevaluasi kondisi tubuh, riwayat kesehatan, dan keseimbangan hormon, agar IF bisa dijalankan secara aman dan optimal tanpa memicu gangguan kesehatan di kemudian hari. (WAN)