Dedi Mulyadi Dorong Vasektomi Jadi Syarat Terima Bansos di Jawa Barat

Dedi Mulyadi dorong vasektomi jadi syarat menerima bansos di Jawa Barat.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, baru-baru ini melontarkan wacana baru yang cukup menggemparkan, yaitu menjadikan vasektomi sebagai salah satu syarat utama bagi keluarga penerima bantuan sosial di provinsi tersebut.
Usulan ini langsung menyita perhatian publik karena memuat kebijakan berani dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk melalui keterlibatan aktif pria dalam program keluarga berencana (KB).
Menurut Dedi, kebijakan “Vasektomi Jadi Syarat Terima Bansos di Jawa Barat” lahir dari keprihatinannya terhadap fenomena tingginya angka kelahiran di kalangan keluarga kurang mampu yang justru menjadi penerima utama program bantuan pemerintah.
“Saya selalu menuntut orang yang saya bantu KB dulu. Dan yang harus hari ini dikejar, yang KB harus laki-laki!” ucap Dedi Mulyadi, saat rapat koordinasi kesejahteraan rakyat di Pusdai Jawa Barat, pada Senin, 28 April 2025.
Selama ini, kata Dedi, beban program KB terlalu sering dipikul perempuan, baik melalui pil kontrasepsi, pemasangan alat dalam rahim, hingga suntik hormonal, sedangkan pria kerap menghindari tanggung jawab ini.
Vasektomi Jadi Syarat Terima Bansos di Jawa Barat
Dedi menegaskan bahwa tujuan utama dari menjadikan vasektomi sebagai syarat bansos adalah untuk membangun keluarga yang lebih sejahtera, terencana, dan tidak terus-menerus bergantung pada bantuan negara.
Ia mengungkapkan keprihatinannya setelah menemukan banyak kasus di lapangan, di mana keluarga penerima bansos memiliki anak lebih dari sepuluh orang, bahkan masih berencana menambah lagi.
Dalam sebuah kunjungan ke Majalengka, Dedi bertemu dengan pasangan miskin yang telah memiliki 10 anak dan tengah menantikan kelahiran anak ke-11, situasi ini menurutnya memperlihatkan ketimpangan sosial yang akut.
“Sementara orang kaya susah punya anak. Sampai bayi tabung bayar Rp2 miliar tetap tidak punya anak,” ujar Dedi Mulyadi.
Dengan dasar itulah Dedi meyakini, bahwa program vasektomi wajib bagi keluarga miskin bukan hanya soal kesehatan reproduksi, tetapi lebih jauh adalah strategi untuk memutus rantai kemiskinan struktural.
Ia percaya bahwa dengan membatasi kelahiran yang tidak terencana, kesejahteraan keluarga dapat meningkat, anak-anak mendapatkan kehidupan yang lebih layak, dan beban negara dapat ditekan.
Integrasi Data Bansos dan Program KB
Dalam skema besar yang dicanangkan Dedi, semua bentuk bantuan pemerintah seperti beasiswa pendidikan, subsidi kelahiran, bantuan pangan, bantuan tunai, hingga bantuan perumahan akan diintegrasikan dengan data kepesertaan program KB.

Program vasektomi ditujukan untuk membangun keluarga miskin yang sejahtera.
Artinya, hanya keluarga yang sudah berkomitmen dalam program KB, termasuk menjalani vasektomi bagi pria, yang berhak mengakses bantuan sosial dari pemerintah.
Dedi menekankan bahwa penggunaan dana negara harus berpihak pada keluarga yang memang berusaha memperbaiki kesejahteraannya, bukan pada keluarga yang justru memperbanyak ketergantungan lewat kelahiran anak yang tidak terencana.
“Jadi seluruh bantuan pemerintah nanti akan diintegrasikan dengan KB. Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tapi negara menjamin keluarga itu-itu juga,” lanjutnya.
Kontroversi dan Hak Asasi
Wacana “Vasektomi Jadi Syarat Terima Bansos di Jawa Barat” tentu saja menimbulkan pro dan kontra di masyarakat luas.
Tidak sedikit pihak yang memuji langkah ini sebagai terobosan cerdas dalam mengatasi kemiskinan, tetapi di sisi lain, sejumlah aktivis hak asasi manusia mengingatkan tentang potensi pelanggaran hak reproduksi individu.
Menanggapi hal tersebut, Dedi Mulyadi menegaskan bahwa dirinya tidak pernah berniat melakukan pemaksaan, melainkan menerapkan pendekatan berbasis insentif dan konsekuensi administratif.
Dalam hal ini, mengikuti KB tetaplah keputusan sukarela, namun mereka yang tidak berpartisipasi tentu tidak bisa mengakses fasilitas negara yang berbasis perlindungan sosial.
“Kalau tidak mampu menafkahi dengan baik, berhentilah membuat anak,” tutur Dedi Mulyadi.
Bagi Dedi, negara harus bertindak adil. Bantuan diberikan kepada mereka yang mau bekerja sama membangun masa depan yang lebih baik, bukan kepada mereka yang hanya ingin menerima tanpa upaya perubahan.
Dedi Mulyadi menyadari bahwa perubahan sosial memang membutuhkan keberanian untuk memulai langkah-langkah yang tidak populer.
Ia pun tidak memungkiri bahwa untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat bansos akan diperlukan waktu, sosialisasi yang masif, dan dukungan dari seluruh elemen pemerintahan serta masyarakat sipil.
Namun ia yakin, apabila kebijakan ini berhasil, maka dalam jangka panjang akan terjadi revolusi kesejahteraan di Jawa Barat.
Anak-anak dari keluarga penerima bansos tidak lagi harus terlahir di tengah kemiskinan ekstrem, mereka dapat memiliki akses pendidikan lebih baik, gizi cukup, dan peluang hidup yang lebih layak. (fam)