Danantara Tinjau Ulang 888 BUMN, Apa Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia?

Danantara Tinjau Ulang 888 BUMN, Apa Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia?
Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) tengah mempersiapkan langkah besar dalam transformasi sektor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan melakukan peninjauan ulang terhadap seluruh perusahaan pelat merah yang tercatat aktif. Proses ini akan mencakup evaluasi menyeluruh terhadap fundamental bisnis 888 perusahaan BUMN.
Chief Operating Officer (COO) Danantara, Dony Oskaria, mengungkapkan bahwa proses ini merupakan bagian dari strategi yang bertujuan memperkuat fondasi bisnis BUMN. Dalam acara Outlook Ekonomi DPR yang berlangsung di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (20/5), Dony menyampaikan bahwa proses review fundamental bisnis akan menjadi titik awal dari pembaruan menyeluruh terhadap arah dan strategi BUMN di masa depan.
“Kita lakukan fundamental business review. Kita review ke 888 BUMN kita,” ujarnya.
Evaluasi ini tidak hanya bersifat administratif, melainkan juga bisa berdampak langsung pada kelangsungan operasional sejumlah perusahaan pelat merah. Dony tidak menutup kemungkinan akan adanya penutupan BUMN yang dinilai tidak layak untuk dilanjutkan. Tahap awal dari proses ini ditargetkan akan rampung pada Oktober 2025.
“Kita reprofiling bisnis dan turn around dan ada yang mungkin tutup. Ini yang tahap satu diharap selesai Oktober 2025,” sebutnya.
Dalam penjelasannya, Dony menjabarkan bahwa peninjauan dilakukan dengan membangun matriks khusus dan menerapkan konsolidasi pada sektor-sektor bisnis yang memiliki kesamaan. Langkah ini dinilai perlu karena selama ini banyak BUMN membentuk anak usaha yang justru menyimpang dari fokus bisnis utama mereka.
Situasi ini menjadi tantangan besar karena kurangnya konsolidasi historis di dalam struktur BUMN. Dony menyebutkan bahwa publik selama ini lebih mengenang masalah seperti korupsi, keterlambatan pembayaran ke vendor, hingga gaji karyawan yang tertunda, dibanding kontribusi besar BUMN terhadap negara.
“Dulu BUMN tak terkonsolidasi di satu perusahaan itu yang menyulitkan. Jadi yang diingat orang-orang itu korupsi, tak bayar vendor, dan tak gaji karyawan. Padahal BUMN kontribusi banyak, hampir Rp 500 T ke negara. Tapi ini hilang karena ada noise hal kecil,” ungkapnya.
Menurut Dony, permasalahan tersebut berakar dari sistem pengelolaan yang tidak sepenuhnya berada di tangan Kementerian BUMN. Secara legal, banyak keputusan penting hanya bisa dijalankan melalui kewenangan Kementerian Keuangan, sehingga membuat manuver strategis menjadi terbatas.
“Jadi walau Mandiri untung, nggak bisa buat bayar ke vendor Istaka Karya. Jadi BUMN bangun konglomerasi sendiri. TLKM mungkin anak usahanya 200, itu lah tahap satu kita bangun matriks,” ucapnya.
Langkah ini juga akan membuka jalan bagi pembentukan holding BUMN yang lebih kuat dan sehat secara finansial. Proses transformasi ini menargetkan untuk menyaring ratusan perusahaan menjadi hanya sekitar dua ratus entitas yang benar-benar memiliki daya saing dan ketahanan bisnis.

Danantara Tinjau Ulang 888 BUMN, Apa Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia?
“Ini kita harap dari 888 perusahaan jadi 200 kurang yang perusahaan dengan daya kuat. Holding preparation nantinya akan punya perusahaan kuat sehat,” pungkasnya.
Dengan pendekatan fundamental dan data-driven yang dilakukan oleh BPI Danantara, strategi ini diyakini dapat memberikan efisiensi investasi yang signifikan dalam jangka panjang. Langkah ini sekaligus membuka peluang bagi investor domestik dan asing untuk melihat BUMN sebagai instrumen investasi yang potensial, sehat, dan lebih transparan.
Transformasi ini mencerminkan tekad Danantara dalam mengembalikan kepercayaan publik terhadap BUMN, serta menjadikan sektor ini lebih adaptif terhadap dinamika pasar global. Penataan ulang ini juga akan memperkuat basis ekonomi Indonesia melalui perusahaan-perusahaan yang memang layak dan mampu bersaing secara global.
Melalui pembaruan sistemik dan pembentukan ekosistem yang berkelanjutan, BPI Danantara mendorong arah baru pengelolaan BUMN agar tak hanya menjadi tulang punggung negara, tapi juga menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi masa depan yang berbasis pada efisiensi dan profitabilitas jangka panjang.(amp)