Dampak kebijakan tarif Trump buat dolar tembus Rp17.200 & harga emas anjlok. Simak analisis lengkap efeknya terhadap ekonomi Indonesia.
Kebijakan tarif balasan yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap sejumlah negara, membawa dampak signifikan pada berbagai sektor perekonomian global.
Keputusan ini turut mempengaruhi nilai tukar mata uang dan harga komoditas penting, terutama dolar AS dan emas.
Dalam beberapa hari terakhir, dampak kebijakan tarif resiprokal Trump telah terlihat jelas, dengan nilai tukar dolar AS yang tembus hingga Rp 17.200, serta harga emas yang anjlok.
Donald Trump mengumumkan kebijakan baru yang memberlakukan tarif balasan atau resiprokal terhadap berbagai produk impor dari negara-negara tertentu, termasuk Indonesia.
Kebijakan ini diberlakukan untuk meningkatkan daya saing produk dalam negeri Amerika Serikat dan mengurangi defisit perdagangan dengan negara-negara tersebut.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang terpengaruh, dikenakan tarif sebesar 32% yang mulai berlaku penuh pada 9 April 2025.
Keputusan ini tidak hanya mempengaruhi perdagangan barang, tetapi juga berimbas pada fluktuasi nilai tukar mata uang, terutama terhadap rupiah.
Dolar AS yang sebelumnya sudah cukup kuat terhadap rupiah, kini semakin menguat setelah kebijakan ini diberlakukan.
Dalam hal ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang merasakan dampak langsung dari kebijakan Trump.
Salah satu dampak yang paling terlihat dari kebijakan tarif resiprokal Trump adalah penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Salah satu dampak yang paling terlihat dari kebijakan tarif resiprokal Trump adalah penguatan dolar AS terhadap rupiah.
Mengutip data dari Bloomberg pada Senin, 7 April 2025, nilai tukar dolar AS sempat menyentuh angka Rp 17.200, bahkan sempat menembus Rp 17.217 sekitar pukul 09.15 WIB.
Meskipun angka tersebut hanya bertahan singkat, situasi ini menandakan adanya tekanan besar terhadap mata uang rupiah.
Pada pukul 14.30 WIB, posisi dolar AS stabil di level Rp 16.799,5, dengan kenaikan sebesar 147 poin atau 0,88% dari pembukaan sebelumnya.
Penguatan dolar AS tidak hanya terjadi terhadap rupiah, tetapi juga terhadap sejumlah mata uang Asia lainnya, seperti dolar baru Taiwan, peso Filipina, ringgit Malaysia, yuan China, dan won Korea Selatan.
Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan tarif Trump berdampak luas terhadap perekonomian global, khususnya negara-negara yang tergantung pada perdagangan internasional dengan Amerika Serikat.
Kenaikan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah tentu memberikan dampak signifikan bagi perekonomian Indonesia. Salah satu sektor yang terdampak langsung adalah sektor impor.
Sebagai negara yang banyak mengimpor barang dari luar negeri, penguatan dolar AS dapat meningkatkan biaya impor, yang pada gilirannya dapat menyebabkan kenaikan harga.
Selain itu, penguatan dolar AS juga berpotensi meningkatkan beban utang luar negeri bagi perusahaan-perusahaan Indonesia yang memiliki pinjaman dalam mata uang dolar.
Semakin kuat dolar AS, semakin besar pula jumlah pembayaran utang dalam rupiah yang harus dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.
Hal ini dapat mengganggu stabilitas finansial dan merugikan daya saing produk-produk Indonesia di pasar internasional.
Selain dampak pada nilai tukar mata uang, kebijakan tarif resiprokal Trump juga mempengaruhi harga emas.
Emas, sebagai salah satu komoditas safe haven yang sering dijadikan pilihan investasi di tengah ketidakpastian ekonomi global, tercatat mengalami penurunan harga yang signifikan.
Pada Senin, 7 April 2025, harga emas Logam Mulia Antam 24 Karat turun sebesar Rp 23.000 per gram, menjadi Rp 1.758.000 per gram.
Penurunan harga emas ini sebenarnya tidak terlepas dari beberapa faktor, termasuk kebijakan tarif Trump yang menambah ketidakpastian ekonomi global.
Sebelumnya, harga emas sempat mencapai level tertinggi sepanjang masa, yakni Rp 1.836.000 per gram. Namun, harga emas kini kembali ke kisaran Rp 1,7 juta per gram.
Harga emas dalam satuan terkecil, yakni 0,5 gram, dipatok pada harga Rp 929.500, sementara harga emas 10 gram dijual seharga Rp 17.075.000.
Harga emas 1 kilogram (1.000 gram) tercatat di angka Rp 1.698.600.000. Penurunan harga emas ini mencerminkan ketidakpastian yang terjadi di pasar global akibat kebijakan tarif Trump.
Dalam sepekan terakhir, pergerakan harga emas Antam terpantau berada di rentang Rp 1.758.000 hingga Rp 1.836.000 per gram.
Meskipun ada penurunan dalam jangka pendek, dalam sebulan terakhir harga emas sebenarnya menunjukkan tren naik, berada di rentang Rp 1.672.000 hingga Rp 1.836.000 per gram.
Kenaikan harga emas ini sempat terjadi seiring dengan ketegangan yang meningkat di pasar global, akibat kebijakan proteksionis yang diterapkan oleh Amerika Serikat.
Namun, dengan berlakunya kebijakan tarif resiprokal Trump, ketidakpastian global kembali meningkat, yang pada gilirannya mempengaruhi minat investor terhadap emas.
Sebagai komoditas yang sering dijadikan pelindung nilai, penurunan harga emas ini mencerminkan perubahan sentimen investor yang mulai merespon kebijakan perdagangan internasional.
Selain harga jual emas yang turun, harga buyback emas Antam juga mengalami penurunan. Pada Senin, 7 April 2025, harga buyback emas Antam turun ke Rp 1.608.000 per gram.
Harga buyback ini menunjukkan harga yang akan diterima oleh konsumen jika mereka memutuskan untuk menjual emas mereka kembali kepada Antam.
Penurunan harga buyback ini tentu berdampak pada investor emas, karena mereka tidak akan mendapatkan harga yang sama dengan harga jual ketika memutuskan untuk menjual kembali emas.
Hal ini menunjukkan bahwa dinamika harga emas sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, seperti kebijakan tarif Trump, yang turut menciptakan volatilitas di pasar.
Kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump telah memberikan dampak yang cukup besar pada ekonomi global, termasuk Indonesia.
Penguatan dolar AS terhadap rupiah dan penurunan harga emas menjadi dua indikator yang jelas menunjukkan efek dari kebijakan ini.
Bagi Indonesia, penguatan dolar AS berpotensi meningkatkan biaya impor, sementara penurunan harga emas memberikan sinyal adanya perubahan sentimen di pasar global.
Melihat kondisi ini, masyarakat dan pelaku ekonomi di Indonesia perlu lebih waspada terhadap fluktuasi nilai tukar dan harga komoditas.
Serta siap menghadapi dampak lebih lanjut dari kebijakan perdagangan internasional yang semakin proteksionis. (WAN)