Tak Sesuai Harapan, Ekonom UGM Ungkap Faktor Penyebab Coretax Bermasalah Meski Menelan Anggaran yang Fantastis

Ekonom Ugm Jelaskan Mengapa Coretax Bermasalah Meski Menelan Anggaran Yang Cukup Fantastis

Penerapan sistem Coretax yang digadang-gadang sebagai solusi digitalisasi perpajakan justru menuai banyak kritik. Meski dikembangkan dengan anggaran yang fantastis, sistem ini dianggap tidak berjalan optimal dan menyulitkan pengguna.

Ekonom dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (FEB UGM), Rijadh Djatu Winardi, mengungkapkan beberapa permasalahan mendasar dalam Coretax. Ia menilai bahwa kegagalan sistem ini menunjukkan adanya kelemahan dalam perencanaan serta eksekusi proyek digitalisasi perpajakan.

Banyak pihak mempertanyakan bagaimana sistem dengan anggaran besar justru memiliki banyak kendala teknis. Keberadaan bug, keterbatasan kapasitas, serta penggunaan software siap pakai yang kurang fleksibel menjadi sorotan utama dalam permasalahan ini.

 

Kenapa Coretax Bermasalah Meskipun Menelan Anggaran Yang Cukup Fantastis

Kenapa Coretax Bermasalah Meskipun Menelan Anggaran Yang Cukup Fantastis

 

Penyebab Coretax Bermasalah Menurut Rijadh Djatu Winardi Ekonom UGM

Berikut adalah beberapa permasalahan utama yang diungkap oleh ekonom FEB UGM, Rijadh Djatu Winardi:

1. Sistem belum siap menangani lonjakan traffic secara real-time

Coretax dirancang untuk mengelola jutaan transaksi perpajakan dalam skala nasional. Namun, ketika jumlah pengguna melonjak tajam, sistem justru mengalami keterlambatan yang signifikan.

Kondisi ini menyebabkan banyak wajib pajak kesulitan mengakses layanan perpajakan secara daring. Beberapa di antaranya bahkan mengalami gagal transaksi atau kehilangan data akibat server yang tidak mampu menangani beban kerja tinggi.

Permasalahan ini menunjukkan bahwa infrastruktur Coretax belum dioptimalkan untuk mengakomodasi peningkatan jumlah pengguna. Padahal, digitalisasi perpajakan seharusnya mampu memberikan layanan yang lebih cepat dan efisien bagi masyarakat.

Pemerintah harus segera melakukan perbaikan agar sistem dapat berjalan secara real-time tanpa hambatan. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah meningkatkan kapasitas server dan mengimplementasikan teknologi yang lebih scalable.

2. Banyak bug pada beberapa fungsi penting

Salah satu kelemahan terbesar Coretax adalah keberadaan bug yang mengganggu berbagai fungsi utama. Bug ini menyebabkan kesalahan dalam penghitungan pajak, validasi data, hingga proses pembayaran yang seharusnya berjalan otomatis.

Beberapa wajib pajak melaporkan bahwa sistem sering mengalami error ketika mereka mencoba mengunggah dokumen atau mengisi formulir elektronik. Hal ini tidak hanya menyulitkan pengguna, tetapi juga dapat menyebabkan ketidaksesuaian data yang berdampak pada sanksi administratif.

Keberadaan bug menunjukkan bahwa pengujian sistem sebelum peluncuran tidak dilakukan dengan maksimal. Padahal, sistem perpajakan digital seharusnya diuji secara menyeluruh agar dapat berfungsi dengan baik saat digunakan oleh masyarakat luas.

Pemerintah perlu segera melakukan audit sistem untuk mengidentifikasi dan memperbaiki bug yang ada. Langkah ini sangat penting agar Coretax bisa berjalan dengan stabil dan tidak menimbulkan kerugian bagi pengguna.

3. Kapasitas sistem yang tidak mencukupi

Selain masalah bug, kapasitas Coretax juga menjadi perhatian utama. Sistem ini tidak mampu menangani volume data dalam jumlah besar, sehingga sering mengalami crash atau penurunan performa.

Banyak pengguna melaporkan bahwa mereka harus menunggu lama hanya untuk menyelesaikan satu transaksi pajak. Bahkan, dalam beberapa kasus, sistem tiba-tiba keluar (log out) sendiri, sehingga pengguna harus mengulang proses dari awal.

Ketidaksiapan infrastruktur ini sangat disayangkan, mengingat anggaran yang dikeluarkan untuk pengembangan Coretax tergolong sangat besar. Seharusnya, sistem yang dibangun dengan dana fantastis mampu menangani beban kerja yang lebih tinggi tanpa kendala.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah harus meningkatkan kapasitas penyimpanan dan komputasi dari Coretax. Solusi berbasis cloud atau infrastruktur hybrid dapat menjadi pilihan agar sistem dapat beradaptasi dengan kebutuhan pengguna yang terus berkembang.

4. Kelemahan dari pemakaian Commercial Off-The-Shelf (COTS) software

Coretax menggunakan Commercial Off-The-Shelf (COTS) software, yakni perangkat lunak siap pakai yang dikembangkan oleh pihak ketiga. Meskipun solusi ini dapat mempercepat pengembangan sistem, namun dalam jangka panjang memiliki banyak kelemahan.

Salah satu kelemahan utama dari COTS adalah kurangnya fleksibilitas dalam menyesuaikan dengan kebutuhan perpajakan Indonesia. Sistem ini tidak dirancang khusus untuk regulasi pajak di Indonesia, sehingga sering kali memerlukan banyak modifikasi yang justru memperumit implementasi.

Selain itu, ketergantungan terhadap vendor luar juga menjadi permasalahan tersendiri. Jika terjadi masalah teknis, pemerintah harus menunggu respons dari penyedia software, yang sering kali membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan perbaikan.

Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan untuk mengembangkan sistem perpajakan berbasis teknologi lokal. Dengan demikian, fleksibilitas dan kontrol terhadap sistem bisa lebih baik, serta tidak bergantung pada pihak luar dalam pengelolaannya.

 

Permasalahan yang terjadi pada Coretax menunjukkan bahwa proyek digitalisasi perpajakan ini belum dirancang dengan matang. Lonjakan traffic yang tidak dapat ditangani, bug dalam sistem, kapasitas yang terbatas, serta penggunaan COTS yang kurang optimal menjadi faktor utama kegagalannya.

Meskipun telah menghabiskan anggaran fantastis, hasil yang diberikan oleh Coretax masih jauh dari harapan. Keadaan ini tentu menimbulkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan efektivitas dalam pengelolaan dana publik untuk proyek teknologi.

Pemerintah harus segera mengambil langkah konkret untuk memperbaiki sistem ini agar dapat berfungsi dengan baik. Jika tidak, kepercayaan masyarakat terhadap digitalisasi perpajakan akan semakin menurun dan dapat berdampak pada kepatuhan wajib pajak.

Ke depan, pengembangan sistem perpajakan digital harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih strategis dan transparan. Penggunaan anggaran harus benar-benar diarahkan untuk membangun sistem yang optimal dan dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. (dda)