China Desak AS Hapus Tarif Impor dan Perbaiki Kebijakan Dagang

Perang dagang as vs china

Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China kembali memanas setelah pemerintah China secara resmi meminta Presiden AS Donald Trump untuk membatalkan seluruh kebijakan tarif resiprokal yang telah diberlakukan dalam beberapa pekan terakhir.

Permintaan ini disampaikan menyusul lonjakan tarif impor yang dikenakan AS terhadap produk-produk asal China, yang memicu kekhawatiran eskalasi perang dagang global.

Desakan Resmi dari Beijing

Dalam pernyataan resminya pada Minggu (13/4/2025), Kementerian Perdagangan China menegaskan bahwa AS harus mengambil langkah serius untuk menghentikan kebijakan proteksionis yang dinilai keliru.

Pemerintah China mendesak agar semua tarif resiprokal dicabut demi menghindari dampak ekonomi yang lebih luas, baik bagi kedua negara maupun bagi stabilitas perdagangan global secara keseluruhan.

“Kami mendesak AS untuk mengambil langkah besar untuk memperbaiki kesalahannya, membatalkan sepenuhnya praktik tarif resiprokal yang salah, dan kembali ke jalur yang benar yaitu saling menghormati,” ujar juru bicara Kementerian Perdagangan China.

Pernyataan ini datang setelah Presiden Trump mengumumkan bahwa tarif global yang sebelumnya direncanakan akan ditunda selama 90 hari.

Namun, pada saat bersamaan, ia justru menaikkan tarif impor barang-barang dari China menjadi 145 persen, sebuah langkah yang dinilai kontradiktif dengan semangat negosiasi dan de-eskalasi.

Langkah AS Menuai Kecaman

Meski sempat ada harapan bahwa AS akan memberikan sejumlah konsesi, nyatanya pemerintah AS kembali menunjukkan sikap keras.

Pada Jumat (11/4/2025), pemerintahan Trump sempat mengumumkan bahwa beberapa produk elektronik, termasuk yang diproduksi di China, akan dikecualikan dari tarif tambahan.

Namun, harapan itu pupus setelah Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menyatakan bahwa pengecualian tersebut bersifat sementara.

Ia menegaskan bahwa produk-produk tersebut hanya akan dipindahkan ke skema tarif baru dalam kategori “tarif semikonduktor”, yang akan diumumkan pada tahap berikutnya.

“Kita perlu membuat barang-barang ini di Amerika,” ujar Lutnick dalam wawancara bersama ABC News, Minggu (13/4/2025). Menurutnya, produksi domestik semikonduktor dan perangkat elektronik strategis merupakan bagian penting dari upaya keamanan nasional dan kemandirian ekonomi AS.

Trump Bantah Ada Pengecualian

Donald Trump

Presiden AS Donald Trump berbicara soal strategi tarif baru terhadap produk China dalam konferensi pers di Gedung Putih.

Sementara itu, Presiden Trump sendiri membantah bahwa pemerintahannya telah memberikan pengecualian khusus terhadap produk-produk dari China.

Dalam pernyataan di media sosial, Trump menegaskan bahwa laporan mengenai pengecualian tarif adalah keliru.

Ia menyebut produk-produk tersebut hanya dipindahkan ke kelompok tarif lain, bukan dibebaskan sepenuhnya.

“Kita sedang melihat Semikonduktor dan SELURUH RANTAI PASOKAN ELEKTRONIK dalam Investigasi Tarif Keamanan Nasional yang akan datang,” tulis Trump di akun media sosialnya.

Hal ini semakin menambah ketidakpastian pasar terkait arah kebijakan perdagangan AS.

Komentar Trump tersebut menyiratkan bahwa semua produk strategis, termasuk telepon pintar, komputer, dan komponen elektronik lainnya, akan tetap berada dalam radar tarif tambahan.

Ini tentu menjadi pukulan bagi banyak perusahaan global yang menggantungkan rantai pasokannya pada manufaktur di China.

Respons Beijing dan Sikap Tegas China

Menanggapi pernyataan Trump dan Lutnick, pemerintah China menilai bahwa pengecualian tarif yang diumumkan oleh AS tidak cukup signifikan.

Beijing menganggap langkah tersebut hanya sebagai upaya kecil yang tidak menyentuh akar persoalan.

“Kami sedang mengevaluasi dampak dari langkah AS tersebut,” ungkap juru bicara Kementerian Perdagangan China, sembari menyatakan bahwa China akan terus mempertimbangkan langkah-langkah balasan jika AS tetap bersikeras memicu perang dagang.

Pada Sabtu (12/4/2025), tarif balasan dari China mulai berlaku. Pemerintah China menaikkan tarif impor produk-produk asal AS dari 84 persen menjadi 125 persen.

Sebelumnya, pada awal April 2025, tarif tersebut hanya berada di angka 34 persen sebelum secara bertahap dinaikkan sebagai respons terhadap kebijakan Trump.

China juga menegaskan komitmennya untuk terus berjuang hingga akhir jika AS tetap memaksakan kebijakan tarif agresif.

“Jika AS terus memprovokasi perang tarif, maka China tidak akan ragu untuk melawan dan mempertahankan kepentingan nasionalnya,” tegas pernyataan resmi dari Kementerian Perdagangan China.

Ketidakpastian Membayangi Pasar Global

Ketegangan yang terus meningkat antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia ini membawa dampak besar terhadap pasar global.

Bursa saham di berbagai negara menunjukkan fluktuasi tajam menyusul ketidakpastian soal arah kebijakan perdagangan AS dan potensi balasan dari China.

Banyak pihak khawatir bahwa perpanjangan konflik ini akan memicu perlambatan pertumbuhan ekonomi global, mengganggu rantai pasok internasional, dan meningkatkan biaya produksi di banyak sektor, terutama industri teknologi.

Di tengah ketidakpastian ini, Gedung Putih menyatakan bahwa mereka menggunakan tarif sebagai instrumen negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan dagang yang lebih menguntungkan bagi AS.

Trump berulang kali menegaskan bahwa kebijakannya bertujuan memperbaiki ketimpangan dalam sistem perdagangan internasional serta mengembalikan lapangan pekerjaan dan industri manufaktur ke dalam negeri.

Namun, banyak analis menilai bahwa kebijakan tarif yang agresif justru bisa menjadi bumerang bagi ekonomi AS sendiri.

Lonjakan harga barang, potensi penurunan ekspor, dan kerugian pasar global disebut-sebut sebagai ancaman nyata akibat strategi konfrontatif ini.

Tak Ada Rencana Dialog Langsung

Dalam wawancara di acara CBS Face the Nation pada Minggu, Perwakilan Dagang AS Jamieson Greer menyatakan bahwa saat ini belum ada rencana bagi Presiden Trump untuk menggelar pembicaraan langsung dengan Presiden China, Xi Jinping.

Hal ini semakin menunjukkan minimnya upaya diplomatik untuk meredakan ketegangan yang semakin kompleks.

Sementara itu, Presiden Trump yang sedang melakukan perjalanan ke Miami, Florida, menyatakan bahwa rincian lebih lanjut mengenai tarif dan pengecualian akan diumumkan pada awal pekan depan.

Di tengah ketegangan ini, komunitas internasional berharap kedua negara bisa kembali ke meja perundingan.

Banyak pihak menilai bahwa satu-satunya jalan keluar dari perang dagang yang merugikan ini adalah melalui dialog terbuka dan komitmen bersama untuk menjaga kestabilan ekonomi global.(vip)