
Gedung Bank BJB yang menjadi sorotan setelah KPK mengungkap dugaan korupsi dalam pengadaan iklan di bank tersebut.
Kasus korupsi yang melibatkan pengadaan iklan oleh Bank BJB kembali mencuat dengan terkuaknya dana non-budgeter senilai Rp222 miliar. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa sejumlah pihak telah menikmati uang korupsi tersebut melalui proses pengadaan iklan yang dilakukan oleh Bank BJB.
Penyelidikan intensif yang dipimpin oleh Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, kini berhasil memetakan nama-nama penerima uang, sekaligus membuka ruang pertanyaan terkait metode dan tata kelola pengadaan iklan yang dilakukan oleh Bank BJB.
Buntut Korupsi Pengadaan Iklan Bank BJB
Antara tahun 2021 hingga 2023, Bank BJB mengalokasikan dana sebesar Rp409 miliar untuk belanja beban promosi umum dan produk bank melalui penayangan iklan di berbagai media seperti televisi, cetak, dan online. Pengeluaran ini dikelola oleh Divisi Corporate Secretary Bank BJB dan bekerja sama dengan enam agensi yang berbeda. Namun, di balik kesepakatan kerja sama tersebut, ternyata terdapat praktik-praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan Pengadaan Barang dan Jasa.
Dalam pengadaan iklan ini, Bank BJB diduga telah mengabaikan prosedur yang semestinya dan memberikan celah bagi terjadinya penyelewengan anggaran. Uang yang seharusnya digunakan untuk tujuan promosi dialihkan melalui jalur non-budgeter, yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Hal inilah yang menjadi sorotan utama KPK dalam mengungkap modus operandi korupsi di lingkungan Bank BJB.
Rincian Pengadaan Iklan dan Dana Non-budgeter
Pada periode tersebut, enam agensi ikut terlibat dalam pengadaan iklan untuk Bank BJB, dengan rincian nilai kontrak sebagai berikut:
PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) senilai Rp105 miliar
PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) sebesar Rp41 miliar
PT Antedja Muliatama dengan nilai kontrak Rp99 miliar
PT Cakrawala Kreasi Mandiri sebesar Rp81 miliar
PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) sebesar Rp49 miliar
PT BSC Advertising dengan nilai Rp33 miliar
Namun, hasil investigasi KPK mengungkap adanya selisih uang antara yang diterima oleh agensi dari Bank BJB dan jumlah yang disalurkan ke media. Selisih tersebut mencapai Rp222 miliar dan diduga digunakan sebagai dana non-budgeter yang disetujui sejak awal oleh pimpinan Bank BJB, yakni Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto. Kebijakan tersebut kemudian membuka peluang bagi terjadinya korupsi dan praktik koruptif lainnya di lingkungan pengadaan iklan Bank BJB.
Pihak-pihak yang Terlibat
Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan KPK, telah teridentifikasi lima tersangka yang terkait dengan kasus ini. Di antaranya adalah:
Yuddy Renaldi (YR): Mantan Direktur Utama Bank BJB yang sebelumnya memimpin proses pengadaan iklan dan turut menyetujui penggunaan dana non-budgeter.
Widi Hartoto (WH): Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB yang juga memiliki peran penting dalam mekanisme kerja sama dengan enam agensi.
Dari kalangan swasta, tiga tersangka lainnya juga telah diidentifikasi, yaitu:
Kin Asikin Dulmanan: Pengendali dari agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri.
Suhendrik: Pengendali agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE).
Raden Sophan Jaya Kusuma: Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB).
Keterlibatan pihak-pihak tersebut menunjukkan bahwa kasus korupsi pengadaan iklan Bank BJB bukanlah semata-mata masalah internal, melainkan melibatkan jaringan yang lebih luas antara pejabat bank dan pihak swasta. Keterkaitan ini menimbulkan pertanyaan mengenai sistem pengendalian dan pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Bank BJB.
Metode Investigasi KPK: Follow the Money
Dalam proses pengungkap kasus ini, KPK menerapkan metode follow the money untuk menelusuri alur pergerakan dana. Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, menyatakan bahwa tim penyidik telah memetakan siapa saja pihak yang menikmati dana non-budgeter tersebut. “Kita sudah dapat memetakan siapa saja pihak-pihak yang menikmati terkait dengan dana non-budgeter ini,” ujar Budi Sokmo di Gedung Merah Putih, Jakarta pada Jumat (14/3/2025).
Penyelidikan ini tidak hanya terbatas pada identifikasi pihak-pihak yang terlibat, melainkan juga mencakup pengumpulan bukti melalui catatan-catatatan transaksi yang disita. KPK berencana untuk meminta klarifikasi lebih lanjut dari pihak-pihak yang melakukan pengiriman uang, guna memastikan alur dana yang mengalir dan mengungkap praktik koruptif yang terjadi di balik layar.
Implikasi Terhadap Tata Kelola Bank BJB
Kasus korupsi pengadaan iklan ini memberikan gambaran serius tentang lemahnya pengawasan internal dan tata kelola di Bank BJB. Pengalihan dana yang tidak sesuai dengan anggaran resmi merupakan indikasi bahwa terdapat celah dalam sistem pengadaan yang memungkinkan terjadinya penyelewengan.
Bank BJB, sebagai salah satu lembaga keuangan yang memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah, seharusnya menerapkan mekanisme pengawasan yang ketat agar setiap pengeluaran dapat dipertanggungjawabkan. Namun, kasus ini justru menimbulkan pertanyaan besar mengenai komitmen Bank BJB terhadap transparansi dan integritas dalam pengelolaan dana publik.
Dampak Kerugian Negara dan Reaksi Masyarakat
Kerugian keuangan negara akibat korupsi pengadaan iklan Bank BJB mencapai Rp222 miliar, sebuah angka yang tidak main-main. Dana yang seharusnya digunakan untuk keperluan promosi dan pengembangan produk bank dialihkan untuk kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Hal ini tentu menimbulkan dampak negatif, baik bagi keuangan negara maupun bagi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga perbankan.
Reaksi masyarakat pun mulai bergemuruh, terutama di kalangan pengguna layanan Bank BJB. Banyak pihak yang mempertanyakan bagaimana praktik koruptif semacam ini bisa terjadi di lembaga yang seharusnya menjadi panutan dalam pengelolaan keuangan daerah. Tekanan publik semakin mendorong aparat penegak hukum untuk segera menyelesaikan kasus ini dan menindak tegas pihak-pihak yang terbukti melakukan korupsi.
Langkah Selanjutnya dari KPK dan Harapan Perbaikan Sistem
KPK berjanji akan terus menggali informasi dan mengusut tuntas setiap aspek dari kasus korupsi pengadaan iklan Bank BJB ini. Proses klarifikasi terhadap catatan transaksi yang telah disita akan segera dilakukan untuk mengungkap lebih dalam alur dana yang tidak wajar. Harapannya, dengan terungkapnya seluruh jaringan korupsi ini, pihak-pihak yang terlibat dapat segera ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
Selain itu, kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi Bank BJB untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengadaan dan tata kelola internalnya. Perbaikan mekanisme pengawasan dan transparansi dalam penggunaan anggaran promosi harus menjadi prioritas agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Kasus korupsi pengadaan iklan di Bank BJB telah mengungkap praktik penyalahgunaan dana non-budgeter yang mencapai Rp222 miliar. Melalui penyelidikan intensif dengan metode follow the money, KPK berhasil mengantongi nama-nama penerima uang, mulai dari pejabat internal seperti mantan Direktur Utama Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto, hingga pengendali dari beberapa agensi swasta.
Pengungkapan ini tidak hanya menimbulkan kerugian keuangan negara, tetapi juga menggoyahkan kepercayaan publik terhadap integritas Bank BJB. Langkah tegas dari KPK diharapkan dapat menjadi pelajaran bagi seluruh lembaga keuangan untuk selalu menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana.
Dengan adanya upaya klarifikasi dan pengawasan yang lebih ketat, masyarakat berharap bahwa kasus ini akan segera terselesaikan dan memberikan efek jera bagi semua pihak yang terlibat. Bank BJB, sebagai salah satu institusi penting dalam perekonomian daerah, perlu mengambil langkah-langkah perbaikan agar tata kelola keuangan yang transparan dan akuntabel dapat terwujud di masa mendatang.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa korupsi tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat. Semoga penegakan hukum melalui KPK dapat memberikan keadilan dan mendorong reformasi sistem pengadaan di Bank BJB, sehingga praktik korupsi serupa dapat dicegah secara efektif.
Dalam dunia digital yang semakin berkembang, transparansi dan akuntabilitas dalam setiap transaksi keuangan harus menjadi prioritas utama. Kasus ini menjadi salah satu contoh nyata bagaimana penyalahgunaan wewenang dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan harus bersatu mendukung langkah-langkah pencegahan dan penindakan tegas agar integritas sistem keuangan, khususnya di Bank BJB, tetap terjaga dan kepercayaan publik dapat kembali pulih.
Dengan demikian, upaya pemberantasan korupsi tidak hanya berhenti pada pengungkapan kasus, melainkan juga harus diikuti dengan reformasi sistemik yang dapat memastikan bahwa setiap penggunaan anggaran dipertanggungjawabkan secara transparan. Bank BJB diharapkan dapat melakukan perbaikan menyeluruh dan meningkatkan mekanisme pengawasan internal demi menjaga kredibilitas serta kepercayaan masyarakat yang telah diberikan selama ini.