Bitcoin Sudah Ditambang 93%, Apakah Harga BTC Masih Bisa Melonjak?

Pasokan bitcoin

KLIKBERITA24.COM - Bitcoin adalah mata uang digital pertama dan terbesar dengan jumlah koin terbatas hanya 21 juta. Berbeda dengan rupiah dan dolar yang bisa dicetak tanpa batas.

Berbeda dengan uang konvensional, Bitcoin dirancang dengan mekanisme yang memastikan jumlahnya tidak pernah bertambah melewati angka tersebut. Desain ini membuat Bitcoin langka, seperti emas yang jumlahnya terbatas dan tidak bisa dibuat seenaknya.

Karena kelangkaan itu, Bitcoin sering disebut “emas digital.” Sebutan ini bukan cuma kiasan, tapi menunjukkan Bitcoin sebagai aset bernilai tinggi dan langka. Kemiripan inilah yang membuat banyak investor memandang Bitcoin sebagai alternatif investasi yang menjanjikan.

Pada Mei 2025, laporan Cointelegraph melaporkan bahwa sekitar 93,3% Bitcoin sudah ditambang. Artinya, sebanyak 19,6 juta BTC telah beredar dari total maksimum 21 juta koin yang bisa dibuat. Hanya tersisa sekitar 1,4 juta Bitcoin yang belum ditambang dan akan terus menjadi buruan para penambang di masa depan.

Pertanyaan penting yang muncul kemudian adalah: apa arti dari fakta bahwa hampir seluruh pasokan Bitcoin sudah tercetak ini bagi para investor, penambang, dan pasar secara keseluruhan? Jawabannya berkaitan erat dengan kelangkaan yang semakin nyata dan implikasi terhadap nilai aset digital ini.

Bitcoin dibuat oleh sosok misterius bernama samaran Satoshi Nakamoto sebagai sistem keuangan alternatif yang tahan inflasi. Dengan batas pasokan tetap, Bitcoin secara fundamental diarahkan untuk menjaga nilainya agar cenderung naik seiring waktu.

Sistem blockchain Bitcoin mencatat setiap transaksi dalam blok yang diproses oleh penambang. Penambang yang berhasil memvalidasi blok mendapat imbalan Bitcoin baru. Namun, jumlah imbalan ini tidak selalu sama dan berubah seiring waktu.

Sejak awal, jumlah Bitcoin baru yang diterbitkan sebagai hadiah bagi penambang akan berkurang secara bertahap dalam proses yang disebut halving dan terjadi setiap empat tahun. Awalnya, hadiah per blok adalah 50 BTC, tapi sekarang sudah berkurang setelah beberapa kali halving.

Hadiah Bitcoin akan terus mengecil sampai habis sekitar tahun 2140. Meskipun saat ini masih ada 1,4 juta BTC yang belum ditambang, proses penciptaannya akan berlangsung sangat lambat seiring berkurangnya jumlah imbalan yang diterima penambang.

Sistem Bitcoin secara otomatis mengurangi pasokan baru yang masuk ke pasar sehingga meskipun 93 persen sudah tercipta dalam 16 tahun pertama, sisa 7 persen sisanya baru akan rampung setelah lebih dari satu abad ke depan. Sekitar 99 persen Bitcoin diperkirakan akan selesai ditambang pada tahun 2035.

Namun satoshi terakhir, unit terkecil Bitcoin, baru akan sepenuhnya tercipta sekitar tahun 2140. Dengan demikian, kelangkaan Bitcoin akan semakin nyata dan bertambah kuat seiring waktu, mengingat suplai baru semakin terbatas dan distribusi Bitcoin yang ada pun makin menyusut.

Menariknya, walau sudah ada 19,6 juta Bitcoin yang ditambang, tidak semua bisa dipakai. Banyak Bitcoin hilang secara permanen karena pengguna kehilangan akses, lupa password dompet digital, atau pemilik lama yang tidak lagi mengakses asetnya.

Bitcoin

Bitcoin

Riset dari Chainalysis dan Glassnode memperkirakan sekitar 3 sampai 3,8 juta BTC hilang selamanya. Bahkan alamat dompet milik Satoshi Nakamoto sendiri menyimpan lebih dari 1,1 juta BTC yang tidak pernah bergerak sejak awal.

Dengan demikian, Bitcoin yang benar-benar aktif beredar di pasar diperkirakan hanya sekitar 16 juta BTC. Angka ini jauh lebih kecil dari total maksimum yang tercatat, memperkuat fakta bahwa Bitcoin adalah aset langka yang terus menyusut dari sisi pasokan aktif.

Jika dibandingkan dengan emas, situasinya cukup berbeda. Sekitar 85 persen dari seluruh emas dunia telah ditambang, yakni sekitar 216.265 metrik ton. Namun emas masih bisa disimpan, dilebur ulang, dan digunakan kembali dalam berbagai bentuk, mulai dari perhiasan hingga cadangan bank sentral.

Bitcoin tidak memiliki keistimewaan ini. Jika akses ke Bitcoin hilang, koin tersebut tidak bisa dipulihkan atau didaur ulang. Ini menjadikan Bitcoin secara struktural lebih langka karena pasokannya tidak hanya berhenti bertambah, tapi juga menyusut secara diam-diam.

Dampak dari kelangkaan Bitcoin ini terhadap pasar cukup signifikan. Dengan pasokan terbatas dan permintaan yang terus meningkat, tekanan naik pada harga Bitcoin menjadi lebih besar. Ini sesuai dengan hukum dasar penawaran dan permintaan di pasar.

Namun, kelangkaan juga memicu volatilitas yang lebih tinggi. Harga Bitcoin bisa bergerak lebih tajam naik atau turun, tergantung pada sentimen pasar dan kondisi ekonomi global yang berfluktuasi. Hal ini menjadikan Bitcoin sebagai aset yang menarik sekaligus menantang untuk diikuti.

Bitcoin yang bisa dipakai makin berharga karena jumlah yang bisa diperdagangkan makin sedikit. Dalam situasi pasar yang ketat, likuiditas menjadi faktor penting yang memengaruhi harga aset ini.

Bitcoin disebut emas digital karena jumlahnya sedikit, banyak hilang, dan bisa dicek siapa saja. Kelebihan Bitcoin dibanding emas adalah pasokannya jelas dan bisa dipantau secara terbuka.

Bagi investor, fakta bahwa 93 persen Bitcoin sudah ditambang adalah pengingat bahwa kesempatan untuk mendapatkan Bitcoin baru lewat penambangan semakin terbatas. Ini memperkuat kepercayaan bahwa Bitcoin memang dirancang untuk menjadi aset bernilai jangka panjang.

Kelangkaan yang semakin jelas dan distribusi Bitcoin yang makin terkonsentrasi menunjukkan bahwa Bitcoin bukan cuma mata uang digital biasa. Bitcoin sudah menjadi instrumen investasi dengan potensi nilai yang terus meningkat seiring berjalannya waktu. (dda)